1

147 30 10
                                    

kringg...kringgg...kriingg
Bel sekolah berbunyi membuat semua murid berhamburan menuju lapangan utama, sekolah ini sangat menerapkan kedisiplinan jadi tidak mungkin banyak siswa yang membolos saat upacara tapi, peraturan itu tidak begitu berarti bagi keempat siswa itu mereka tidak peludi dengan hukuman yang menanti setelah upacara selesai.

Brak...
Pintu dibuka secara kasar menimbulkan keributan di tempat tersebut.

"Kalian ngapain?" tanya Dinda heran, bagaimana tidak  upacara baru akan di mulai tetapi pintu UKS sudah terbuka lebar dan menampakan empat orang dalam keadaan baik-baik saja.

"Kita telat jadi kita bolos," jawab Radit dengan tangan dimasukan ke kantung celana.

Merasa tidak ada yang perlu untuk ditanyakan lagi Dinda kembali melanjutkan aktifitas nya.

Brak!!
Pintu terbuka untuk kedua kalinya membuat Dinda jengah mendengar nya.

"APA LAG-" ucapan Dinda terhenti ketika melihat pelototan tajam dari pak Handoko guru killer dan terkejam dalam menghukum siswa yang melanggar peraturan di SMA Taruna.

"Kenapa mereka disini?" tanya pak Handoko dengan kumis berkedut.

"Bolos," jawab Dinda apa adanya.

Seketika, ekspresi mereka berubah terdapat banyak aura disana sedangkan, Pak Handoko masih mencerna jawaban Dinda dan selanjutnya.

"RADIT, RANGGA, RENO, DIMAS!" teriak pak Handoko menggelegar hingga ke lapangan utama membuat perhatian peserta upacara teralihkan, "Ikut saya ke lapangan!" lanjutnya.

Empat orang yang dipanggil oleh pak Handoko tersentak tapi dengan cepat mereka menetralkan rasa terkejutnya.

"Yah si bapak ngapain sih ke lapangan mau main bola?kan upacara belum selesai," jawab Radit dengan cengiran khas nya.

"Pak di lapangan panas loh, mending disini aja adem gak kena sinar matahari emang bapak mau kulit bapak item?" tanya rangga tambah ngawur.

Pak Handoko menghela napas, "Maksud saya kelapangan setelah upacara selesai."

"Din, kamu awasi mereka jangan sampai kabur nanti saya kesini lagi," ucap nya.

"Ko jadi gue yang ngawasin mereka."batin nya, dengan malas dan ogah - ogahan Dinda menurut saja daripada terkena semprotan guru nya yang satu ini.

***

Terik matahari yang menyinar terang membuat sebagaian manusia enggan untuk keluar termasuk dengan Dinda tapi, sepertinya dewi fortuna tidak memihak padanya hari ini sehingga dia harus ikut ke lapangan bersama Radit dkk.

"Din ngapain di lapangan?"  tanya Diana.

"disuruh pak Handoko ngawasin mereka,  yang punya tugas siapa yang jalanin siapa. " jawab Dinda sembari mengarahkan dagunya ke empat laki-laki yang sedang menghormati bendera dengan wajah kesal nya.

"Ohhh, gue duluan ya dadah Dinda." Diana pergi sembari melambaikan tangan dan tersemyum jahil pada Dinda.

"Eh tungg-" belum sempat Dinda menyelasaikan ucapannya, Diana berbelok dan hilang.

DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang