06. Last Date

17 6 1
                                    

Jadi, kau mau rasa sakit yang seperti apa? Kubunuh kau sekali atau kukuliti kau sehingga sakitnya perlahan?

---

Di kamarnya, gadis itu sibuk memilih baju yang cocok untuk tubuhnya. Banyak baju keluar dari lemari dan terbaring berantakan diatas kasurnya. Dia harus tampil sesempurna mungkin karena malam ini ia akan merayakan hari jadi ke-1 tahun bersama kekasihnya. Binar itu terpancar jelas di mata bulatnya.

Bicara soal pertengkarannya dengan Farel tempo hari, Alda lah yang meminta maaf dan menjelaskan apa yang terjadi dengannya dan Alfa pada video tersebut. Alda tidak seperti kebanyakan perempuan yang menganut prinsip "Perempuan selalu benar", tapi Alda akan berani untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya.

"Sayang, ada Shana sama Nana di ruang tamu, kamu samperin dulu mereka." Izza membuka pintu kamar putri semata wayangnya dan sedikit terkejut melihat kamar itu berantakan. Tapi Izza membiarkannya, putrinya pasti akan membereskannya.

"Cepet banget mereka udah sampai," Alda berujar kecil "oke mama makasih ya!" lanjutnya sambil keluar menuju ruang tamu.

"Langsung ke kamar gue aja yuk," ajak Alda yang disambut bahagia oleh kedua temannya.

"Eh bentar dulu dong," Nana mengambili toples-toples  berisi camilan untuk dibawanya ke kamar Alda, "Tante jajan-jajannya aku bawa ke kamar Alda ya!" Nana berseru penuh semangat.

Izza terkekeh melihat Nana berkata demikian, "Bawa aja, Tante bungkusin juga nih kalo perlu,"

Yang terjadi setelahnya, Nana berlari ke kamar Alda untuk menyusul teman-temannya. Bagi Nana, makanan itu nomor 1.

"Bantuin pilih dress dong! Gue nggak bakat nge-date nih. Sekalian bantu dandanin gue tapi yang natural aja ya." Alda menyerukan permintaannya secara menggebu-gebu.

"Bisa diatur, ini makaroni bisa diisi lagi nggak? Buat persediaan sampe malam, Da." Nana dengan tidak berdosanya menyerukan permintaan konyolnya.

Sementara Shana diam sudut kamar, memandangi kedua sahabatnya dalam diam. "Jangan pergi nge-date, Da. Gue gak siap lo udahan sama Farel dan pindah ke dia." Batinnya.

---

Lelaki itu melihat pantulan dirinya di cermin. Wajahnya tampan, namun tidak ada sisi kelembutan didalamnya. Ia baru akan luluh saat hatinya tersentuh oleh orang-orang terdekatnya.

"Gimana? Udah siap?" tanya Bani yang datang bersama Ryan.

Kamar berwarna dark blue seluas 24 meter itu bahkan ikut terasa sempit karena pikirannya dipenuhi kemungkinan yang akan terjadi di malam last date-nya.

"Farel, kita bukan cewek dan kita udah gede. Gue harap apapun keputusan lo itu yang terbaik buat kalian berdua." Ryan menepuk bahu sahabatnya sebagai bentuk kekuatan.

"Lo harus konsisten sama pilihan lo. Karena laki-laki akan menjadi pemimpin termasuk pemimpin keluarga." Bani ikut menimpali.

"Pingin nikah, Ban?"

"Kan kesepakatannya lo dulu yang nikah, Yan." Tawa mereka menggelegar memenuhi kamar tersebut. Sedangkan si pemilik kamar masih diam mematung sesekali melamun.

My Best RestorerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang