03 bego

9 3 0
                                    

To. Lian💕
Selamat malam Lian :)
19.23
Sudah Makan belum?
20.05
Besok sibuk ga? Kita jalan?
Mumpung minggu.
20.15
Lian?
20.28
Sibuk ya? Yaudah cepet tidur, jangan gadang ya :)
21.11

Bagaimana? Miris?

Ya begitulah isi chat milik Esa ke Lian. Tidak pernah dibaca apalagi dibalas. Hanya terkacang begitu saja bagaikan pesan yang telah di blok nomornya.

Otomatis Esa cuma bisa meringsut akibat gondok. Memilih pergi keruang tengah dimana kini Raehan—adiknya tengah menyabotase tv dari mamah untuk bisa main pe'es.

"Bagus ya, maen pe'es jam segini! Bukannya tidur lo!"

Esa langsung duduk disebelah Ehan meraih stik pe'es yang lain sembari menunggu Ehan memasukan kaset gamenya.

"Halah bacot, sendirinya ikutan lo mah a."

Yang dikatai cuma anteng sembari mencomot beberapa snack milik Ehan yang memang sudah terbuka. Tidak tahu malu plus tidak tahu diri memang.

Baru juga dia bersiap untuk main, Ehan malah memilih untuk main solo membiarkan Esa yang kini mulai protes dengan anarkis.

"Gak ... Sana ke kamar, bukannya lo mau belajar? Gayanya aja pengen dapetin Lian,  padahal perkalian masih bego," ucap Ehan santai tapi berbeda dengan Esa yang kini sewot setengah mati. Harga diri dong boi.

"Kata siapa gue kagak bisa perkalian?! Bisalah! Jangan sotoy kamu." 

Intonasi masih tinggi, tapi cara bicara langsung berubah aku-kamu ketika sadar suara mobil si bapak datang.

"7 x 7 berapa?"

"A-apa? 70?"

"Nah kan bego, isinya 49."

Esa cuma mencebik kesal, omongan sang adik terlalu menohok. Padahal disini dia yang tertua tapi dia juga yang rasanya ditindas.

"Halah paling adek juga kagak bisa! yaudah sini tebak! 8 x 7 berapa?!"

"56. Udah sana ke kamar, telepon mas Devon minta ajarin perkalian."

"Sialan."

Mau tidak mau Esa langsung pergi kekamar, tidak peduli bahwa kini sang bapak yang baru pulang membawa dua bungkus martabak manis kesukaan.

Dia keburu gondok plus kesal karena Ehan benar-benar menyebalkan.

Membanting pintu kamarnya keras dan juga membanting tubuhnya jatuh ke kasur, menatap langit kamar yang redup karena pencahayaan minimalis.

Pikirannya tertuju pada Lian, si gadis dingin yang benar-benar sulit didapatkan. Maunya sih menyerah, tapi apa daya hati terlanjur cinta ya mending gas saja.

"Sulit amat sih deketin lo." Esa bergumam sembari menatap photo Lian di layar ponsel, hasil jepretan diam-diam yang ditemani Jaya setiap istirahat ekskul futsal.

Tipikal stalker kelas kakap dasar.

Baru saja dia mau nge-stalk akun instagram milik Lian, tiba-tiba Jaya meneleponnya via Line.

"Halo Jay?"

"Jay Jay ... Jey woy."

"Persetan, punya nama kek nama pabrik aja bangga lo ah, betewe tumben lo nelepon. Kenapa?"

"Begini boi, Daniel mau ketemu sama lo besok. Katanya mau ngomongin sesuanu, ya gue gatau dong yah dia mau ngomongin apa toh ga mau tau ugha akutuh."

Esa cuma menegeryit jijik ketika mendengar cara bicara Jaya yang memang terlalu lebay nan alay bagaikan anak kemarin sore ala 2010-an.

"Ntar lah gue Line sendiri, cupu amat sih pake minta tolong bilangin sama lo."

"Heleh jangan gitu woy, gitu-gitu juga sempet bikin lo hampir mampus." ucap Jaya di sebrang telepon, sebenarnya rasa ngeri sudah menjalar ditubuh Jaya ketika mengingat peristiwa tahun lalu, ketika Esa dan juga Daniel terlibat perkelahian yang amat sangat fatal.

Dan sekarang setelah sekian lama, Daniel meminta untuk dipertemukan dengan Esa kembali. Ya sedikit curiga juga sebenarnya, tapi jika tidak disampaikan kan nanti Jaya disebut lalai dalam menyampaikan amanah.

"Udahlah segitu doang gue tutup ye, jangan lakuin macem-macem. Gue gamau ya yang dulu kejadian, kalo iya gue bunuh lo."

Pip!

"Apaan sih, kalo kejadian juga paling dia yang mampus lah!"

Esa langsung saja melempar ponsel secara asal, lalau meringkuk dikasur dengan selimut yang telah menutupi seluruh tubuh kecuali kepala.

Memutar otak untuk kembali mengingat ketika dirinya melakukan baku hantam dengan Daniel dan bebetapa antek-anteknya didepan warung tongkrongan milik Bu Euis, hanya karena Daniel tidak terima saat tahu bahwa ternyata sang adik mempunyai hubungan istimewa dengan Ehan, adik Esa.

Sebenarnya memang bukan hak mereka terutama Daniel untuk marah, toh Nabila sendiri yang menyukai Ehan. Tapi jika dipikirkan lagi, ketika tahu bahwa adik terutama adik perempuan mempunyai hubungan khusus dengan adik sang rival yang diketahui tidak baik, pasti cukup emosi juga.

Esa mengerti itu, tapi bukan berarti harus diam ketika Daniel mulai memukul. Satu lawan lima kalau pasrah ya pasti mampus lah.

Esa juga masih ingat, ketika Ehan yang ia tahu tidak suka berkelahi malah harus turun tangan ketika tahu bahwa sang kakak dikeroyok sampai masuk UGD, lalu dia berakhir dengan memutuskan Nabila secara sepihak hanya karena tidak mau Esa berurusan lagi dengan namanya Daniel.

Ah benar-benar kacau.

Dan sekarang tidak ada angin maupun hujan Daniel malah ingin bertemu dengannya.

"Ah bodoamat! Mampu mampus dah!"
.

.

.

Tbc~

Tbc~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
moonchildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang