"Jadi ada urusan apa lo mau ketemu sama gue?"
Esa menatap Daniel tajam, disertai Jamil dan juga Jaya yang kini berada di masing-masing sisi Esa. Melipat kedua tangan di dada lalu memperlihatkan gestur menantang.
Ah sebenarnya Esa maunya datang sendiri, tidak ramai-ramai seperti ini. Tapi apa daya, Jaya dan juga Jamil memaksa. Seperti orang cupu saja.
Dan sialnya Daniel juga berpikir seperti itu karena dari tadi dia hanya terkikik geli menatap mereka bertiga.
Daniel langsung menggesek puntung rokoknya di asbak, menatap mereka bertiga dengan senyum yang masih terpasang.
"Santai a, gue kemari bukan buat bikin lo babak belur kek dulu." Ejeknya. "Gue kemari cuma mau minta biar si Ehan balik lagi ke si Nabila, adik gue butuh dia."
Otomatis Esa sewot, adeknya udah dibuang malah dipungut lagi. Mana terima.
"Gini ya wahai kaum duafa, gue, Mahesa gaakan biarin lo mainin adek gue kek sampah," ucap Esa sembari menyeruput kopikap yang sempat menganggur dari tadi lalu melanjutkan. "Cukup lo yang gue anggap sampah, adek gue mah jangan."
"Setidaknya gue masih bisa di daur ulang, gak kaya si Ehan ... Busuk."
"Si goblok malah ngatain, mau gue mampusin apa gimana?!"
"Ya coba sini mampusin gue! palingan lo yang mampus kek dulu!"
"Ya lo cupu maen keroyokan!"
"Halah bilang aja lemah lo!"
"Lo yang lemah bangsat!"
Jamil dan juga Jaya yang memang masih ada disana cuma bisa memijit kepala. Kenapa dua insan yang mereka ketahui mempunyai jiwa ngegas tinggi ini malah adu bacot?
"Yaallah kalian itu ya banyak bacot! Kalo mau berantem sana berantem bukan malah sungut-sungutan kek gini!"
Esa otomatis diam kala Jamil bicara seperti itu, langsung merapikan cara duduknya sembari berdeham untuk menghilangkan canggung yang melanda.
"Intinya gue gabakalan biarin lo bikin si Ehan ada cumah buat kebutuhan lo yang gapenting itu!" ucap Esa sembari berdiri dari kursi tongkrongan milik Bu Euis lalu melanjutkan, "kalo lo masih berani datengin Ehan bakalan gue..." Esa langsung mengarahkan telunjuk dan membuat garis diperpotongan leher. Jangan lupakan ekspresi wajah Esa yang terbilang sudah seperti Dakochan kalau kata Ehan.
Jaya yang melihatnya cuma bisa menutup muka, malu dia punya temen cringenya kebangetan kek si Esa.
Apakabar dengan Jamil? Udah pergi ke parkiran duluan dia.
Dan Daniel? Ah dia mah satu jenis dengan Esa, sama-sama cringe.
✨🌙✨
Langit sore mulai menguning, sebentar lagi magrib dan Jamil otomatis ngebut karena ingat janji kepada adiknya untuk mengajarkan ngaji sehabis magrib.
Apa kabar dengan Esa? Dia mah tinggal nemplok di belakang ketika Jamil menjelma jadi Rossi.
"Sa! Ntar kalo udah deket rumah lo, lo lompat aje ye, gue males parkir—aduh!"
Hampir saja motor jatuh akibat oleng ketika tangan Esa memukul kepala Jamil yang ditutupi helm sampai maju kedepan. Untung saja Jamil pro akan naik motor bermotor jadi masih bisa di handle ketika mulai oleng.
"Lo bodo apa kagak punya otak!? Kalo kita jatoh gimana?!" teriak Jamil tapi mata masih fokus ke arah jalan.
"Ya lo duluan! Lo pikir gue katak bisa loncat loncat hah?!"
Rasanya Jamil ingin menghujat, tapi tidak jadi karena ingat bahwa Esa itu pintar bicara ya pasti dia kalah. Otomatis kini dia cuma bisa merengut kesal.
Sesampainya didepan rumah Esa, Jamil langsung pamit pulang karena memang waktu sudah mepet, dia tidak mau adiknya harus menelan kekecewaan karena sang kakak yang tidak jadi mengajarinya ngaji hanya karena alasan telat.
Esa sih tak acuh, memutuskan masuk kerumah sembari mengeluarkan ponsel. Berniat menyambungkan yang wifi ke ponselnya tapi beralih ketika sebuah pesan membuatnya terpaku saat itu juga.
From. Lian💕
Maaf baru bales.
Tentang ajakan jalan, gimana kalo besok aja? Pulang sekolah?.
.
.
Tbc~

KAMU SEDANG MEMBACA
moonchild
Teen FictionMasa remaja adalah masa dimana kebodohan dianggap benar dan kebenaran dianggap kebodohan. Masa dimana hal paling memalukan terjadi dan awal dimana keputusan untuk masa depan dimulai. ✨241218✨