Mimpi Besar 2 pemuda

77 42 19
                                    

Setibanya di apartemen, Denis langsung duduk di sofa. Ia masih memikirkan tentang wanita yang ditolongnya tadi. Bagaimana tidak, wanita itu terlihat sangat cantik bagi Denis. Terlebih lagi, ia belum mengetahui siapa nama wanita itu.

Jam dinding menunjukkan pukul 17.30 menandakan sebuah akhir untuk hari ini. Denis yang merasa lelah seharian ini menikmati nuansa di kota baru, beranjak dari sofa ke kamar mandi. Ia ingin menyegarkan kembali fisik dan mentalnya.

Setelah selesai mandi, Denis memakai pakaiannya. Ia kembali bersantai di sofa sembari menikmati beberapa cemilan yang ia ambil di kulkas tadi.
"Gila nih kota, kaga ada sepi-sepinya. Kalo nge begal disini pasti bakal gagal total." Ucap denis sedikit tertawa.
"Ya kali ada orang bego mau nge begal di New York. Lu kira ini Indonesia." Timpal Thomas yang baru saja bangun dari tidur panjangnya.
"Ehh buset, elu baru bangun?" Tanya Denis.
"Iyaa nih, capek banget badan gua." Jawab Thomas
"Elu tidur apa mati suri? Jam segini baru bangun. Perasaan udah gua tinggalin dari tadi siang." Pikir Denis terheran-heran dengan kelakuan sahabatnya ini.
"Hahaha. Lu kek ga tau gua aja. Bagi gua itu, number 1 is sleep. Beside that, all things are not important." Ucap Thomas sembari tertawa terpingkal-pingkal.
"Hahaha, iya yah. Tapi kok gua masih heran ya, kok bisa sih elu dapet beasiswa. Apa mungkin elu pake dukun?" Tanya Denis dengan nada yang agak mengejek.
"Tai bapak lu pake dukun. Gua itu pintar alamiah, apalagi kalo soal seni." Ujar Thomas sedikit menyombongkan diri.
"Ahh iyaiya terserah elu. Males gua dengerin bacotan lu, unfaedah." Ucap Denis yang mulai malas menanggapi omongan Thomas.
"Hahaha, makasih loh udah  ngatain bacotan gua unfaedah. Elu orang ke sejuta yang bakal terkejut sama karya seni gua suatu saat nanti." Ucap Thomas.
"Hahaha, iya deh iya mas bro. Maaf, gua ga maksud buat ngeledek, gua percaya kok elu lebih hebat dari siapapun. Davinci mah kalah jauh dibanding elu." Ucap Denis sedikit menghibur Thomas.
"Ah, itu mah elu malah ngeledek lagi." Ujar Thomas sedikit sebal.
Memang, sedari dulu mimpi Thomas adalah menjadi seniman dunia yang bisa memberikan pengaruh besar pada masa depan. Tak peduli banyaknya cemoohan, ia tetap saja bermimpi. Dan sekarang ia akan mulai mengukir mimpinya itu.

"Elu sendiri, yakin bisa ngalahin einstein? Sok-sok an jadi scientist, kek Coldplay aja. Hahaha." Ledek balik Thomas.
"Widihh, lu kira gua kuliah di sini ngapain? Lu liat dan ingat, besok pagi adalah awal dari kesuksesan seorang ilmuan Denis Satria di New York City. Jangankan Einstein, semua ilmuan yang pernah ada bakal gua bikin rata. Hahaha." Tawa Denis.
Mimpi Denis adalah menjadi seorang ilmuan dunia yang bisa memberikan terobosan baru bagi perkembangan zaman.
Memang, mimpi kedua pemuda ini teramat besar untuk dibayangkan. Tapi begitulah mereka, sebab mereka mempunyai prinsip "Nothing is impossible while we want to fight". Walaupun mereka sering mengejek impian satu sama lain, tapi dihati mereka masing-masing, mereka tau bahwa suatu saat mereka bakal mewujudkan impian itu.

Setelah berbincang-bincang sekitar 30 menit an, jam dinding sudah menunjukkan pukul 20.30, mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk persiapan kuliah besok pagi. Maklum saja, hari pertama kuliah adalah momen penting yang harus dipersiapkan. Karena nantinya dari situlah mimpi mereka dimulai.

Bersambung.....?

New York DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang