Lisa Anastasia

21 6 6
                                    

Setelah selesai telponan dengan ibunya, Denis pergi mengambil wudhu untuk menunaikan shalat Isya sembari menenangkan pikirannya.

Malam itu cuaca di kota New York sedikit ekstrim. Salju turun agak lebat. Denis yang telah selesai shalat Isya, berencana akan keluar sebentar sembari melihat keadaan kota dimalam hari. Ia memakai sweater tebal untuk menghindari kedinginan. Sambil melihat pemandangan kota yang indah, Denis memikirkan sesuatu.

"Keknya kalo ngopi enak nih pas dingin-dingin gini." Pikir Denis didalam hati.

Ia mencoba mencari Coffee Shop yang masih buka. Akhirnya ia menemukan satu. Dan itu terletak 5 blok dari apartemennya.

Denis langsung menuju ke Coffee Shop itu. Dia duduk dipojok paling kanan disamping jendela. Coffe Shop itu terlihat sepi pengunjung. Mungkin dikarenakan cuaca yang kurang bersahabat malam itu, sehingga membuat orang-orang enggan untuk keluar rumah.

Tak selang beberapa lama, seorang waiter datang menghampiri Denis.

"Good evening, sir. What would you order?" Tanya waiter itu sambil memegang pena dan secarik kertas.

"Ohh good evening. I order....?"

Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Denis pun terkejut saat melihat wajah waiter itu.

"Kamu Toni, kan?" Tanya Denis mencoba memastikan.

"Ehh kok kamu tau?" Balas waiter itu.

"Ini gua Denis, temen lu pas SMA." Ucap Denis.

"Ehhh... Ohhh iyaiya elu Denis yang anak ibu ustadzah itu kan?" Balas kembali waiter itu yang ternyata adalah teman SMA Denis.

"Iya, ini gua. Apa kabar lu, Ton? Udah lama ga keliatan." Tanya Denis.

"Alhamdulillah gua baik. Elu sendiri gimana? Gua denger-denger elu dapet beasiswa di sini." Tanya balik Toni.

"Iya, gua dapet beasiswa buat lanjutin kuliah bareng Thomas disini." Jawab Denis.

"Ohh bagus banget tuh. Ohiya si Thomas, hampir gua lupa. Kalo ada elu, berarti ada si Thomas juga. Kalian berdua kan nempel mulu. Mana si Thomas? Kok ga keliatan?" Tanya Toni.

"Buset, lu kira kami prangko, nempel mulu. Dia lagi molor noh di apartemen. Ga bisa diganggu katanya." Ucap Denis.

"Hahaha. Tuh bocah ga pernah berubah ya, dari dulu sampe sekarang masih aja suka molor." Ucap Toni sambil tertawa.

"Hahaha. Ya gitu. Ohiya, elu sekarang kerja disini Ton?" Tanya Denis.

"Iya Den. Yaa Alhamdulillah ngeringanin dikit beban ibu sama bapak dikampung." Jawab Toni.

"Bagus dong kalo gitu. Untung-untung ini jadi jalan lu buat sukses." Ujar Denis memberi semangat.

"Aamiin. Yaudah, elu jadi pesen ga nih? Ngomong mulu." Tanya Toni.

"Ehh iya gua lupa. Saking kagetnya gua sama elu. Hahaha. Gua pesen espresso satu, kasih gula dikit Ton." Sambung Denis.

"Oke, espresso segera merapat." Balas Toni.

Setelah menikmati kopinya, Denis dan Toni berbincang-bincang sebentar tentang masa lalu mereka.

"Ohiya ton, lu dulu bukannya pengen kuliah ya?" Tanya Denis.

"Dulu sih rencananya pengen, tapi gua urungin. Soalnya ekonomi keluarga kurang mampu buat ngelanjutin sekolah gua. Ditambah lagi adik-adik gua yang masih perlu banyak biaya sekolah." Terang Toni kepada Denis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

New York DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang