Entakan kaki cukup keras menggema di penjuru ruangan. Beberapa pasang mata saling menatap. Bisik-bisik terdengar hampir di setiap kubikel, menatap sumber suara yang membuat jantung ngilu. Lelaki tegap tanpa ekspresi. Alis yang berjajar rapi menambah kesan tajam pada sorot matanya. Dingin. Setumpuk berkas ada di genggamannya. Sudah bisa dipastikan. Kabar buruk yang ia bawa.
"Iya, aku bakalan pulang cepet malam ini. Aku janji," ucap seorang pria dengan earphone berwarna hitam di telinga. "See you, Honey." Pria itu mengakhiri panggilan telepon dengan senyum merekah sebelum akhirnya dipatahkan begitu saja.
Reyhan, salah satu penyidik terbaik di Kejaksaan Negeri Jaksel. Bibir tebalnya melebar, menampilkan senyuman indah yang menghiasi wajah. Tubuh tegap dengan lengan berisi yang menampilkan otot-otot kekar itu selalu mengundang mata genit wanita.
"Jangan mimpi buat pulang cepat, Rey!" Suara berat bergema di balik punggungnya.
Reyhan terkesiap. Spontan berdiri dengan tegap. "Ada apa lagi? Kasus tambahan?" Reyhan menebak asal.
Lawan bicaranya berdecak, "Sebaiknya kamu berhenti jadi penyidik dan secepatnya membuka jasa meramal. Kemampuanmu membaca pikiran semakin profesional."
Reyhan menggeleng sambil tertawa, lelucon partner sekaligus sahabatnya membuat ia geli. Ia memandang tumpukan berkas yang di hempas Alfian di atas meja.
Dahinya berkerut, "Apa ini?" tanyanya setengah bingung.
"Kamu pasti cukup pintar untuk membacanya," sindir Alfian lagi.
Reyhan memutar langkah, mendekatkan diri pada lembaran kertas yang setengah berserakan di atas mejanya, "Kasus tabrak lari?" Reyhan mengernyit, "lagi?" imbuhnya.
"Cepat pergi ke Rumah Sakit tempat korban terakhir dirawat, berikan surat perintah outopsi. Kabari aku secepatnya."
"Sampai di outopsi?"
"Entahlah. Seperti ada yang janggal dalam kasus ini. Sebelumnya, korban sudah membaik. Tapi, tiba-tiba dinyatakan meninggal karena serangan jantung."
"Berarti, dia bukan meninggal karena tabrak lari. Buat apa dilakukan outopsi? Sudah jelas penyebabnya karena serangan jantung." Reyhan menekuk kedua tangannya di depan dada. Aneh sekali. Jika sudah jelas penyebab kematiannya, buat apa dilakukan outopsi? Buang-buang tenaga!
"Hei! Kamu penyidik atau tukang gosip? Tugasmu mencari kebenarannya. Bukan menebak-nebak."
Tanpa membuang waktu, Rey melaksanakan perintah Alfian. Walaupun mereka partner, tetap saja sebagai jaksa penuntut umum, Alfian memegang kendali. Terlebih, saat surat perintah sudah mereka kantongi.
Bagi Rey, Alfian punya andil besar dalam hidupnya. Jika tidak ada Alfian, mungkin nasib Rey takkan seberuntung ini. Menjadi pegawai negeri sipil seperti kemauan orang tuanya.
Proses penyelidikan sebuah kasus tentu tidak semudah yang disuguhkan pada drama layar kaca. Banyak prosedur yang harus dilakukan sebelumnya. Surat perintah menjadi senjata utama. Meskipun tugas mereka menggungkap pelaku sebenarnya, tetap saja titah dari atasan yang memegang kendali kaki dan pikiran mereka.
Rey menilik arlogi di pergelangan kanannya. Pukul 4 sore. Sudah dipastikan janji berkencan dengan kekasih yang entah keberapa akan gagal lagi. Pekerjaan ini memang sangat menyita waktunya. Sementara kedua orang tua Rey sudah mendesak agar ia mau melepas masa lajangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKENARIO (RAWS PROJECT)
RomanceSkenario. Copyright©2020, Meylinda Ratna. All Rights Reserved | 01 Agustus 2020 Blurb: Pernah dengar pepatah lama? Hukum semakin tumpul ke atas, tapi semakin tajam ke bawah. Bagaimana jika uang dapat membungkam keadilan? Membersihkan noda tak berbe...