Soekarno-Hatta International Airport

3.3K 359 46
                                    

"Flight Attendant, door closed, arm slide and report.”

“Door closed, slide armed and crosscheck.”

“Cabin ready for takeoff.”

Jimin merasa sangat gugup ketika sidestick mulai ditarik. Jari tangan dan kakinya terasa dingin sekali. Angka yang ditunjukkan oleh indicator speed semakin memperparah rasa dingin di jari-jarinya. Semua akan baik-baik saja, bisik Jimin pada dirinya sendiri, tak lama setelah itu, laki-laki di samping Jimin terkekeh kecil.

"Tidak perlu khawatir."

Jimin hanya mengangguk, kembali meyakinkan dirinya bahwa semua baik-baik saja. Semua bayangan buruk itu hanya ada di kepalanya, lagi pula di sampingnya ada kapten yang pengalamannya tidak perlu lagi dipertanyakan.

"Ini pengalaman airbus pertamamu?"

Jimin kembali mengangguk, "Ya Kapten."

Laki-laki itu tertawa, "kalau begitu nikmatilah penerbangan airbus pertamamu."

"Ya Kapten."

Si Kapten tersenyum kemudian kembali serius.

"Cruising altitude?"

Jimin menarik napasnya pelan, semua akan baik-baik saja.

"Checked. Flight level three two one."

"Velocity?"

"Checked, Capt. We are flying okay."

"Airport?"

"Jakarta, Indonesia, Capt. Wishkey India India India."

"Alright, well done, Jimin-ah."

Jimin menghela napas lega. Penerbangan airbus pertamanya berhasil. Tinggal menunggu sekitar tujuh jam lagi untuk landing dan Jimin bisa menikmati Remains Over Night-nya disalah satu hotel yang sudah disiapkan oleh pihak maskapai. Karena menurut peraturan Federal Aviation Administration, Jimin hanya diperbolehkan terbang selama delapan jam. Pukul lima pagi tadi Jimin sudah menerbangkan pesawat dari Busan ke Seoul dengan dipimpin oleh seorang kapten paruh baya, dan sekarang Jimin menuju negara di Asia Tenggara dengan dipimpin oleh kapten yang masih sangat muda. Ini pertama kalinya bagi Jimin mendapatkan RON di luar Asia Timur.

"Cuaca sangat cerah hari ini." Kapten kembali membuka suara, dia memasang kacamata aviator dan menatap awan yang terbentang luas di balik jendela, "jangan tegang melulu Jimin-ah, kau bisa percaya padaku."

Jimin tertawa kecil, dia sudah melewati masa-masa paling bahaya setelah takeoff, maka dari itu dia bisa sedikit santai, "thanks Namjoon-hyung."

Namjoon tertawa lagi, "lama tidak berjumpa Jimin-ah. Kapan kau lulus?"

"Sekitar dua tahun yang lalu." jawab Jimin sambil memasang kacamata aviatornya, cerahnya cuaca membuat matanya silau.

"Kau banyak berubah."

"Kau juga Hyung."

Namjoon tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya ke kaca depan yang memberikan pemandangan langit biru dan awan putih. Ingatannya melayang ke masa-masa ketika dia dan Jimin masih bersekolah di tempat yang sama.

"Aku tidak menyangka kau akan mengambil sekolah pilot."

"Iya, aku juga."

Jimin menggaruk tengkuknya. Dia tidak bisa menjelaskan secara rinci kepada Namjoon kenapa dia mengambil sekolah pilot. Kokpit akan menjadi kaku jika dia mengatakannya. Ini lebih baik, dia bisa bertemu dengan kakak kelasnya setelah hampir lima belas tahun tidak berjumpa sudah lebih dari cukup. Lagi pula Jimin tidak mungkin mengatakan kalau dia menjadi pilot karena ingin setara dengan laki-laki yang ada di sampingnya ini kan? No way.

AIRPLANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang