"Tante, kami turut berduka ya atas meninggalnya Kak Minho."
"Makasih ya, kalian udah nemenin Minho selama ini."
"Iya tante, kalo begitu kita pamit pulang, ya. Besok kita bakal dateng ke pemakaman Kak Minho."
"Iya nak, sekali lagi terima kasih."
Jeongin mencium tangan ibunya Minho lalu pamit pulang bersama yang lain.
Kalau ditanya naik apa, jawabannya adalah mobil. Walaupun masih sma mereka udah bisa nyetir mobil. Tenang aja, udah punya sim kok.
Jeongin satu mobil dengan Jisung dan Changbin, kalau Hyunjin bawa motor sendiri. Felix, Chan? Mereka berdua nggak tau kemana.
"Jeong, gue belom ambil baju buat nginep, nih. Nanti ke rumah gue dulu, ya," ajak Changbin begitu sampai di depan mobilnya yang terparkir di pinggir jalan, agak jauh dari rumah Minho.
"Aku sih ngikut aja, soalnya kan aku numpang mobilnya Kak Changbin," balas Jeongin sambil nyengir.
"Kalo lo gimana, Sung?" Changbin mengalihkan perhatiannya ke Jisung.
"Gue mau langsung pulang. Kepala gue malah berdenyut-denyut," jawab Jisung sambil memijat kepalanya.
"Hyunjin, lo mau pulang atau nginep di rumah Jeongin?"
Hyunjin yang lagi ngaca di kaca spion motornya sambil nyisir rambut pakai tangan mengangguk lalu menjawab, "nginep lah."
"Oh ya, Felix sama Kak Chan kemana?" Tanya Jeongin yang baru sadar kalau kedua temannya itu nggak ada.
"Lagi mikirin cara buat bunuh kita kali," jawab Hyunjin asal.
Jisung yang melihat perubahan raut wajah Jeongin merangkul temannya itu sambil menepuk pelan pundaknya.
"Jangan dipikirin, Hyunjin cuma bercanda," bisiknya.
"Kalo itu buat Kak Chan sih gue setuju, tapi kalo Felix kayaknya gak mungkin," kata Changbin.
"Emangnya udah ada bukti kalo Kak Chan yang dorong Kak Minho?" Tanya Jeongin yang memang udah nahan rasa kesalnya sejak tadi.
"Dia ada disana saat kejadian, Jeong. Itu udah jadi bukti," jawab Hyunjin yang dibalas anggukan oleh Changbin.
"Kalian gak mikir? Kak Changbin butuh dua atau tiga menit buat ke rooftoof, pelaku yang asli bisa aja pergi sebelum kalian dateng."
"Lo jangan coba ngebela dia deh."
"Kak Hyunjin gak suka? Atau jangan-jangan Kak Hyunjin tau yang sebenernya?!"
Suasana langsung memanas ketika Jeongin mulai meninggikan nada bicaranya.
Hyunjin mendecih tak suka lalu turun dari motornya. "Mentang-mentang gue jarang ketemu kalian, lo bisa nuduh gue seenaknya gitu?"
"Terus gimana sama Kak Hyunjin yang suka nuduh temen sendiri seenaknya?"
Skakmat. Hyunjin langsung diam, nggak tau harus ngomong apa.
"Udah, jangan berantem. Gak enak kalo diliat orang, kita lagi dalam suasana berduka," ucap Jisung menengahi.
"Ya udah, gue mau pulang."
BRUMM
"ASTAGA, HYUNJIN LO GAK APA-APA, KAN?"
Changbin yang kaget langsung teriak dan bantu Hyunjin berdiri.
"Gue gak apa-apa, keserempet dikit doang," jawab Hyunjin sambil meringis.
"Gak apa-apa pala lo! Itu kaki lo berdarah!" Bentak Changbin yang terlanjur emosi.
"Kak, orangnya kabur!" Seru Jisung yang tadi mau marahin si pelaku.
Changbin tambah emosi. "Awas aja, kalo gue ketemu sama orangnya, gak bakal gue biarin dia kabur lagi."
"Udah biarin aja, mungkin dia lagi buru-buru."
Changbin langsung menatap Hyunjin tajam. "Jelas-jelas dia sengaja, Hwang Hyunjin. Lo aja ada di pinggir jalan, masa dia ngendarain motor sampe deket trotoar?!"
"Apa jangan-jangan dia orang yang sama?" Tanya Jisung menduga-duga.
"Sama apanya?"
"Pembunuhan Seungmin, Kak Woojin, dan Kak Minho."
"Kak Chan pelaku dibalik pembunuhan mereka. Oh, mungkin dia mau bunuh kita semua, dimulai dari Hyunjin."
"Gue malah mikir kalo pelakunya ada dua."
Changbin yang lagi emosi langsung pusing. Kalau begitu kapan masalahnya bakal selesai?
"Kak, kita pulang, yuk. Udah sore," ucap Jeongin yang baru mengeluarkan suara semenjak motor itu pergi.
"Ayo. Biar gue yang bawa motor lo, Jin. Lo naik mobil bareng Kak Changbin sama Jeongin," kata Jisung.
Changbin memapah Hyunjin ke dalam mobil. Jisung yang udah siap di atas motornya Hyunjin pergi lebih dulu untuk mengantar motornya ke rumah si pemilik.
Jeongin menatap jalan kemana orang itu pergi lalu masuk ke dalam mobil.
"Jeong, lo kenapa?"
Jeongin tersentak, buru-buru dia menggeleng. "Aku ngantuk, hehe."
Changbin mangut-mangut lalu menginjak gas dan melajukan mobilnya.
Sementara itu, Jeongin menatap ke arah jendela dengan tatapan kosong.
"Itu kan motornya Kak Felix. Gak mungkin kan kalo Kak Felix pelaku yang sebenernya?"
●●●
Chan meremas kertas di genggamannya. Setelah membaca isinya tadi, dia langsung diselimuti rasa marah."Ternyata lo lebih licik dari yang gue duga."
Chan menggebrak meja di depannya dengan tangan terkepal. Dia bener-bener nggak percaya kalau selama ini temannya yang nggak pernah dia duga sebagai pelakunya adalah pelaku yang sebenarnya.
Kertas yang ia ambil dari tas seseorang di sekolah tadi ia simpan di dalam laci agar nggak ketahuan siapapun.
"Besok gue harus kasih tau mereka soal ini, sekaligus ngebuktiin kalo bukan gue pelakunya."
"Kak Chan."
"Seungmin, gue mohon lo balik ke alam lo. Gue malah sedih kalo liat lo dalam keadaan kayak gini."
Seungmin yang sejak tadi ada di sudut kamar Chan menggeleng tegas.
"Aku gak bakal pergi sebelum pelakunya ketangkep."
Chan jadi merinding. Dia takut karena nada suara Seungmin yang menyeramkan.
"T-terus maksud kertas yang gue temuin di rooftoof apa?"
"Kertas?"
"Iya, kertas yang gue temuin bareng Minho sama Woojin. Lo bilang kalo lo butuh temen di alam lo."
"Hahaha! Itu aku cuma bercanda, habisnya bikin orang takut asik juga."
Chan malah tambah merinding.
"Min, lo boleh pergi, gak? Gue mau istirahat."
"Oke, besok aku bakal balik lagi. Tapi inget, hati-hati sama pelakunya."
"Eh, bentar!"
Seungmin yang mau pergi mengernyit bingung.
"Kenapa lo gak kasih tau pelakunya langsung? Kan kalo udah dikasih tau gue tinggal cari bukti dan laporin dia ke polisi."
"Maaf, kak. Aku gak bisa, aku juga gak tau kenapa. Karena setiap aku mau kasih tau siapa pelakunya, badan aku langsung sakit."
"Loh, kok bisa?"
"Kemungkinan besar ada yang sengaja bikin aku kayak gitu biar aku gak bongkar tindakan dia ke kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Who? | Stray Kids ✓
Mystery / Thriller❝Siapakah pelakunya?❞ Dibaca sebelum 18.00 dan Email