5

450 70 7
                                    

Huhuuu kemaleman updatenya. Seharian sibuk ngurusin tugas :((

Enjoy~

❄❄❄

Siang, malam, hingga mentari kembali menerangi cakrawala, Chanhee masih mengunci diri di kamarnya. Tak ada niatan sedikit pun untuk keluar dari persembunyiannya. Tidak berangkat sekolah, bahkan untuk keluar makan saja enggan. Keberadaan Kevin yang membuatnya demikian. Ia pikir, bila Kevin memang harus pergi, maka tak ada baiknya ia bertemu dengan pria itu. Chanhee tak mau perasaan sayangnya justru makin meluap. Karena bagi Chanhee, bertemu dengan Kevin sedetik saja akan menambah presentase rasa sayangnya pada sosok itu. Dan Chanhee tak mau di saat Kevin benar-benar harus pergi nanti, perasaannya yang sudah sangat dalam itu membuatnya sakit. Lebih sakit dari yang ia rasakan sekarang.

Di sisi lain, Kevin masih berusaha membuat Chanhee keluar dari kamarnya. Mengingat kondisi Chanhee yang tengah murung, ditambah meninggalkan sarapan, makan siang, dan makan malam selama dua hari, Kevin takut kesehatan anak itu menurun dan jatuh sakit. Parahnya lagi, ia bisa saja mati kelaparan di dalam sana. Berkali-kali Kevin merayu Chanhee menggunakan acara TV favoritnya, atau membelikan Chanhee CD film yang ingin sekali ditontonnya, atau membuatkan makanan kesukaannya, dan banyak cara lain yang ia lakukan. Tapi tak ada satu pun dari cara-cara tersebut yang menumbuhkan keinginan Chanhee untuk melangkah keluar kamar atau sekedar membuka pintu untuk Kevin masuk.

Dan akhirnya Kevin tahu, bahwa apa yang ia lakukan selama ini salah. Bahwa semua ini hanya berakhir dengan dirinya menyakiti Chanhee. Padahal sebelum pertemuan mereka, Chanhee sudah cukup tersakiti.

❄| A Love from Snow |❄

Kevin kembali berdiri di depan pintu itu. Kali ini tak seperti biasanya, tak ada keinginan dalam dirinya untuk membujuk Chanhee keluar dari kamar. Ia ingin mengikuti kemauan anak itu. Mungkin Chanhee akan keluar dan menjalani hari-harinya seperti biasa, bila Kevin benar-benar sudah pergi.

Menghela nafas sejenak, tangannya perlahan mulai naik dan mengetuk pintu putih itu.

"Chanhee," Seperti dua hari sebelumnya, masih tak terdengar jawaban apa pun dari lelaki di balik pintu itu. Tapi Kevin tak berhenti meluruskan niatnya. "Chanhee, aku minta maaf kalau kepergianku membuatmu terpukul. Tapi aku benar-benar tak bisa berbuat lebih. Aku tetap harus pergi."

Tak ada jawaban.

Kevin merutuki dirinya sendiri. Chanhee tahu pasti akan hal itu. Untuk apa pula Ia menghabiskan waktu untuk menjelaskan?

"Tidak apa-apa, kalau kau tak ingin menyaksikan kepergianku. Aku juga tak mau kau makin sedih setelahnya. Atau, sebaliknya? Apa kau akan sedih bila aku pergi?"
Kevin mengulas sebuah senyum pahit di bibirnya. Memikirkan kemungkinan itu, sungguh membuatnya sakit.

Tes

Tes

Tes

Dua, tiga air mata jatuh tanpa disadari sang pemilik mata musang itu. Yang Ia tahu hanya dirinya benar-benar merasa bersalah pada anak itu. Yang saat ini mungkin menganggapnya sosok paling hina di muka bumi ini, dan yang mungkin tak sedikit pun mendengarkan apa yang Ia beberkan panjang lebar sejak tadi.

"Mungkin sekarang kau berharap agar aku cepat pergi dari sini. Mungkin dengan begitu, kau akan bisa keluar dari kamar tanpa harus melihat tampangku. Aku harap begitu." Kevin menyandarkan keningnya pada permukaan kayu putih di hadapannya. Tangisannya mulai terdengar makin kencang. Tapi itu tak menghentikan apa yang ingin hatinya katakan. "Chanhee, bagaimana kalau kita buat perjanjian? Aku janji aku akan pergi tepat setelah ini. Tapi kau juga harus berjanji, bahwa tepat setelah aku pergi kau akan keluar dari kamar. Kau harus lakukan aktivitasmu seperti sedia kala. Mandi, makan, berangkat sekolah, bahkan aku ingin kau berjanji untuk bermain dengan teman-teman barumu itu. Lakukan semua itu untuk kebaikan dirimu sendiri, Chanhee. Lupakan aku, anggap aku tak pernah muncul sedetik pun dalam hidupmu."

[KEVIN X NEW] A Love from SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang