1. Dasar Gadis Aneh

327 42 73
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم
.
.
.
Wanita Muslimah itu ibarat mutiara yang terjaga kesuciannya, mahal harganya, dan bukan sembarang orang yang dapat menyentuhnya

🍁🍁🍁

SINAR mentari pagi yang melewati celah-celah jendela kamar, mengganggu tidurku. Aku membuka mata, mengedarkan pandanganku ke sekeliling kamar. Oh God, hari ini hari pertama masuk sekolah. Aku segera beranjak dari pembaringan, menyiapkan seragam sekolah, dan bergegas untuk mandi.

Kunyalakan kran wastafel, ingin mencuci muka. Air mengalir, kusentuh, dingin sekali bagaikan air es. Tidak heran memang, mengingat Kota Bandung merupakan daerah dataran tinggi, bahkan kadang suhu Kota ini di pagi hari bisa mencapai 15 derajat celcius. Bagi mereka yang tidak terbiasa dengan suhu dataran tinggi yang relatif dingin, mungkin akan lebih memilih untuk cuci muka dan gosok gigi saja.

Namun, pagi ini aku harus mandi sebab akan pergi ke sekolah. Yah, walau tidak mandi pun, aku sudah tampan sih. Ketika air menyentuh tubuh, rasa dingin itu susah diungkapkan dengan bahasa verbal. Habis mandi, aku langsung memakai seragam sekolah, mengambil tas lantas keluar kamar menuju meja makan.

Kulihat Opa sudah duduk di meja makan sembari menyeduh teh rosella, kesukaannya.

"Goedemorgen¹, Opa." Sapaku sambil duduk di kursi sebelah kiri Opa.

"Ookk goedemorgen², Justen. Kau sudah masuk sekolah?" tanya Opa sambil sesekali menyeruput tehnya.

"Ja³ Opa, hari ini libur akhir semesternya sudah usai." Jawabku sambil memakan roti yang sudah kuolesi selai kacang. Ya, selai kacang adalah selai favorite ku.

"Ya sudah, lekas habiskan sarapanmu dan berangkat sana!"

Opa menyuruh Pak Thomas untuk mengeluarkan Black dari garasi. Black adalah nama yang kuberikan untuk motor ninja kesayanganku.

Usai sarapan, aku langsung berpamitan pada Opa dan mengendarai motorku menuju sekolah. Sekolahku cukup jauh dari rumah Opa, tapi kalau dari rumah orang tuaku cukup dekat.

Udara pagi seakan membelai leherku. Ugh, dinginnya. Untung saja aku tidak lupa untuk selalu memakai hoodie dan sarung tangan.

Butuh waktu sekitar lima belas menit untuk sampai ke sekolah. Aku langsung membawa motorku ke parkiran, di sana masih sedikit sekali motor-motor yang terparkir, tapi sepertinya Fadhlan dan Ali sudah sampai lebih dulu. Ya, mereka memang selalu datang pagi. Setelah membuka helm, aku pun langsung meninggalkan parkiran.

Aku berjalan dengan santai walau banyak pasang mata yang memandang, itu sudah menjadi makanan harianku di sekolah. Ya, mungkin karena aku sedikit lebih mencolok daripada murid yang lain dengan warna rambut yang kecoklatan dan iris mata berwarna grey. Warna mata dan rambut ini turunan dari Opa. Opa lahir dan besar di Belanda, namun menikah dengan Oma dan menetap di Indonesia. Makanya aku sedikit bisa berbahasa Belanda, walau tidak terlalu fasih.

"Justen! Just!"

Kuhentikan langkah. Aku mendengar ada suara yang memanggilku dari arah belakang. Suara yang sangat aku kenal, siapa lagi kalau bukan si kampret Noah dan Tomi.

Aku balik badan, memicingkan mata mencari asal suara. Tepat di depan kelas 12 IPS-1. Dua orang remaja laki-laki yang satu berwajah bule, dan satunya lagi berwajah Timur Tengah sedang menatapku sambil melambaikan tangan.

WELCOME to ISLAM (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang