[Tolong lihat author note di akhir cerita untuk catatan revisi]
Lagi, lagi, lagi.
Park mungkin lemah, tetapi mereka jenius.
Jeongguk menendang serpihan mansion tak terpakai yang sudah ia bombardir. Habis tanpa sisa. Tidak ada hal yang ia dapatkan, sebenarnya. Namun, Jeongguk memilih untuk menghancurkan bangunan megah ini daripada harus memukul salah satu anggota tim.
Emosinya disulut bagaikan sumbu yang memercik api.
Menghela napas, lagi.
Ia bertolak ke Busan bukan untuk memaki, ia ingin menemukan kumpulan tikus yang selama ini bermain dengan mereka. Jeon Jeongguk tak peduli dengan ekspresi tegang di setiap anggota tim setelah ledakan besar itu terjadi. Satu – satunya yang tenang hanyalah Namjoon, walaupun pria itu juga tampak sedang berpacu dengan adrenalin.
Jeongguk tidak perlu berteriak, diam miliknya bisa membunuh orang lain.
"Dimana Min Yoongi?" Ia bersuara, orang – orang disana sontak kebingungan atas pertanyaan yang tiba – tiba.
"Belum ada kabar dari Daegu." Namjoon menjawab. Hanya ia yang bisa tahan dengan aura ekstrim Jeongguk. Jeon sudah biasa dengan sumpah serapah dan makian Jeon Jeongguk. Tetapi, jika melihat pria itu diam tanpa ekspresi, tak ada satupun dari mereka yang berani bergerak. Salah langkah, mereka bisa kembali ke neraka.
Namjoon mengangkat alis saat Jeongguk melirik. Detik selanjutnya ia mengangguk. "Kalian kembali ke Seoul. Aku dan Jeongguk akan menyusul." Tak ada respon perlawanan atau bantahan, mereka tahu ini bukanlah waktu yang tepat untuk membantah.
Satu persatu mobil meninggalkan pesisir pantai Busan itu. Hanya satu yang tersisa, milik Jeongguk pribadi.
"Perintahkan tim di Seoul untuk memburu Min Yoongi. Kalau ketemu, tangkap. Jangan dibunuh, aku ingin bermain dengannya sejenak."
"Jeon, kurasa kau sedikit berlebihan.." Namjoon bersuara, jujur ia harus berperang dengan diri sendiri sebelum mengucapkan kalimat itu. "Percuma jika kita mencari Min Yoongi sekarang, buang – buang waktu. Kembali ke tujuan awal kita yaitu Park. Min sudah tidak punya kekuatan. Aku bertaruh mereka bertumpu pada Park, harapan satu – satunya."
Jeongguk tidak merespon, Namjoon melanjutkan. "Bermain dengan Min Yoongi sama saja menjadikan kita seperti seekor hamster. Pria itu licik, ia hanya akan membuat kita berputar – putar dan diam ditempat. Menipu seperti ini saja sudah cukup berani. Ia bertaruh nyawa, bukti bahwa manusia semacam Min Yoongi tidak takut mati."
"Fuck." Namjoon tidak terkejut saat Jeongguk mengacak – acak helaian hitam miliknya sembari menyumpah serapah. "Aku tidak mengekspetasikan mereka akan berani dan nekat seperti itu." Jeongguk mendecih, "Pertahanan mereka hanyalah markas Park yang masih rahasia, saat tempat itu berhasil kita temukan, maka kiamat bagi mereka."
"Kau mengerti tugasmu, 'kan? Berhenti mengikuti arah emosimu yang tidak jelas. Tenang dan berpikir, kau bukan lagi anak buah ayahmu, kau pemimpin aku, kita, Jeon. Jika kau gegabah, seluruh Jeon bisa menjadi korban."
Kim Namjoon jauh lebih senior dalam hal memimpin. Ayah Jeongguk, sangat percaya padanya sejak dulu. Keberanian dirinya yang masih sangat muda bergabung dalam keluarga yang paling bepengaruh itu cukup membuat Ayah Jeongguk kagum. Meninggalkan keluarga aslinya dan memilih untuk mengabdi dengan musuh keluarganya sendiri. Namjoon termasuk anggota Kim yang bertahan dari pembataian Jeon, dan satu – satunya Kim yang beralih menjadi anggota Jeon, walaupun, dendam abadi Kim masih ada dan eksis.
Namjoon mengubur dendamnya, bekerja dibawah kepercayaan pemimpin besar Jeon merupakan suatu kehormatan. Ia sempat ditawarkan untuk menyandang marga Jeon, namun Namjoon menolak. Mau bagaimanapun, Kim adalah harga dirinya, selamanya, dan takkan pernah mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
opera
Fanfictionjimin, jeongguk, mereka membenci. mengincar nyawa satu sama lain. namun takdir menjadi lebih kejam, sedikit; mereka yang sudah terlanjur harus saling menghancurkan, harus rela membunuh hati masing - masing. "dia pasti malaikat." "tatapannya aneh...