Selama satu semester ini, hingga naik semester akhir pada kelas dua belas mendekati ujian kelulusan, hubungan mereka baik-baik saja. Tidak ada konflik berarti. Paling-paling perdebatan kecil jika mereka memiliki perbedaan argumen. Antara Taehyung maupun Jungkook, tidak ada yang benar-benar mencari gara-gara. Taehyung yang baik hati selalu memaafkan, dan Jungkook yang tidak pernah tertarik membuat masalah. Bagaimana Jungkook akan berbuat hal yang menyakiti Taehyung, jika kelepasan berciuman saja Jungkook akan meminta maaf seolah telah merusak barang mahal, ‘kan?Jadi, hubungan mereka. Iya, hanya seperti itu.
Namun, masalah sebenarnya timbul saat Jungkook libur akhir pekan dan membantu ayahnya di pabrik seharian. Dia berpeluh, pakaiannya kusam, napasnya tidak tertatur karena membantu mengangkut barang. Dalam keadaan yang seperti itu, Jungkook melihat Taehyung, menghampiri bos dermawannya yang sedang berbincang dengan ayahnyaㅡmemanggil bos dermawannya dengan sebutan,
“Papa!”
Dunia Jungkook seolah berhenti berotasi. Kepalanya memikirkan banyak sekali hal akan masa yang akan datang, yang tidak pernah Jungkook pikirkan sebelumnya. Jungkook seperti ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Otak rasional Jungkook ditarik kembali keluar. Semenjak bersama Taehyung, Jungkook hanya ingin percaya, bahagianya adalah menghabiskan waktu bersama Taehyung. Lupa akan kasta yang masih menjadi gunjingan masalah. Apalagi, Taehyung merupakan anak bos dermawannya. Jungkook punya kesadaran dan tahu diri, dia tidak ingin menjadi benalu dan memanfaatkan ini semua.
“Jungkook, kemari.”
Bisa Jungkook lihat raut, keheranan Taehyung menjadi terkejut tatkala ayahnya memanggil dan mereka saling bertemu pandang. Jungkook tidak pernah bercerita tentang dimana dia bekerja, karena Taehyung memang tidak pernah bertanya. Dan Jungkook pun tidak pernah bertanya pekerjaan papa Taehyung karena menurutnya, itu terlalu pribadi. Hubungan mereka belum pada tahap setinggi itu. Mereka hanya memainkan peran sebagai remaja, bukan orang dewasa.
Dan inilah waktunya Jungkook untuk berpikir sedikit dewasa, merangkai masa depannya. Bagaimana dia dan Taehyung di tahun yang akan datang.
“Iya, Ayah?” Jungkook bertanyaㅡmereka memang terkejut. Tapi Jungkook tidak pernah berbohong, maka dia tidak mau menyembunyikan hubungan ini dari ayahnya maupun papa Taehyung. Untuk bagaimana reaksi orangtua mereka, Jungkook akan memikirkan itu nanti.
“Taehyung ini anak bos Ayah. Kalian satu sekolah, ‘kan?”
“Iya, Ayah. Tapi maaf sebelumnya Tuan Kim, jika aku lancang. Ayah, Taehyung ini kekasihku.”
Terkejut, tentu saja. Taehyung kira Jungkook akan bersembunyi ketakutan karena tahu jika Taehyung anak bosnya. Namun, tidak. Jungkook begitu berani mengungkap dan seakan siap menerima konsekuensinya. Papa Taehyung terlihat marah, namun mengerti sikap. Tidak di sini tempatnya untuk mengintimidasi anak bawahannya yang dengan lancang mengencani anaknya.
“Benar begitu, Taehyung?” tanya Papa Taehyung pada anaknya yang sejak tadi menunduk dan mengigit bibir.
“Iya, Papa. Aku dan Jungkook berpacaran.”
“Sejak kapan?”
“Sejak kelas sebelas semester satu, Papa. Minggu keempat aku masuk sekolah lagi.”
“Dia tahu kamu anakku?”
“Tidak, Papa. Jungkook tidak tahu, aku juga tidak tahu Jungkook membantu Ayahnya bekerja di sini. Kami juga terkejut bertemu di sini,” jawab Taehyung, melirik telapak tangannya yang digenggam Jungkook, mengantarkan kekuatan padanya.
Kemudian Papa Taehyung hanya mengangguk, sementara Ayah Jungkook telah berwajah cemas. Melirik tajam pada anaknya yang hanya memberikan senyum masam. Karena mereka mengerti, ini keterlaluan dan tidak mungkin berjalan baik. Ancamannya jika tidak potong gaji, keduanya mungkin dipecat.
“Oh, Pak Jeon. Tolong cek persediaan gudang kita untuk pengiriman minggu depan. Selesai itu, tolong temui aku di kantor. Ada urusan pribadi yang harus kita cari jalan keluarnya,” kata papa Taehyung, dan berlalu begitu saja seolah tidak ada suasana mencekam yang terjadi sebelumnya.
“Aku akan mengirimimu pesan nanti, Jungkook.” Taehyung pun ikut menyusul papanya. Dan di sini Jungkook mengekor ayahnya memeriksa persediaan barang-barang di gudang, dan menghitung jumlah barang yang baru saja masuk.
Ayahnya diam sepanjang pekerjaan, hanya mengintrupsi seperlunya. Di sini Jungkook mengerti. Ayahnya marah, dan memikirkan sesuatuㅡtentu saja. Apalagi kalau bukan kelancangan Jungkook. Padahal Jungkook juga tidak menyangka jika Taehyung anak bosnya.
Oh, god.
-ooOoo-
“Tuan Kim bicara apa pada Ayah?” tanya Jungkook, selepas bekerja. Seperti biasa pulang bersama ayahnya. Berjalan ke halte dan menunggu bus datang.
“Ayah ingin mendengar jawaban Jungkook dulu. Apa kamu serius dengan hubunganmu dan Taehyung?”
“Tentu, Ayah.”
“Lalu bagaimana ke depannya? Kita tidak punya apapun, Jungkook. Untuk kebutuhan dan menyekolahkanmu saja kita harus kerja seharian. Ibumu turun membantu memenuhi kebutuhan dapur. Apa yang kamu punya untuk mengayomi Taehyung? Rumah kita sempit, hanya ada dua kamar, satu ruang tengah, dapur, dan kamar mandi. Apa Taehyung bisa hidup di tempat yang seperti itu? Lalu, bagaimana jika dia merengek ingin kamar yang lebih luas? Dia ingin kasur yang empuk, pendingin ruangan, dan makanan yang lezat.”
“Ayah, kami baru memulainya.”
“Kamu bisa berkata akan berjuang, Jungkook. Tapi keluarga terpandang seperti Tuan Kim butuh kepastian. Dia tidak menerima benalu, yang membuat Taehyung menderita. Sedang kamu belum tahu masa depan seperti apa yang akan kamu jalani. Dimana kamu akan berkuliah. Kamu akan bekerja apa selepas kuliah. Dimana kamu bekerja. Berapa penghasilanmu sebulanㅡ“
“Ayah, akuㅡ“
“Tuan Kim, hanya butuh kepastian. Dia tidak akan melerai hubungan kalian jika kamu mampu menghidupi Taehyung, sebagaimana Tuan Kim mencukupi semua kebutuhan Taehyung. Maka dari itu Jungkook, jika kamu serius dengan Taehyungㅡberjuanglah, belajar hingga beasiswa luar negeri ada di tanganmu, dan rintis usahamu sendiri. Yang terpenting, jangan buat Ayahmu yang tidak mampu ini kecewa dihadapan Tuan Kim.”
Jungkook telak diam. Memandangi wajah ayahnya yang menua, keriput karena usia, terlalu banyak memikul beban, dan Jungkook justru menambah beban itu. Dia sejak kecil menjadi juara satu. Sejak SMP Jungkook mendapatkan beasiswa karena juara satu paralel. Mendapat uang saku dari hasil juara olimpiadenya. Jungkook tidak pernah meminta sepatu atau tas baruㅡselalu uang sakunya yang dia belikan sepatu. Lalu ayahnya akan menambahkan beberapa agar Jungkook bisa mendapatkan sepatu yang lebih mahal dan bagus. Tapi Jungkook tidak pernah mengeluh, dia mengerti perjuangan orangtuanya yang berusaha membuat mereka bertahan dari peliknya hidup. Berpindah dari satu kota ke kota lain mencari peruntungan yang lebih besar.
Mereka mendapatkanya, hasil di Ibu kota lebih besar. Maka mereka bertahan untuk bisa terus hidup disengitnya persaingan Ibu kota. Kalau tidak punya mental yang kuat pasti sudah berakhir di dasar Sungai Han. Dan Jungkook mengenang semua itu. Bagaimana terkadang tubuh remajanya lelah. Lantas pertama kalinya, Jungkook menangis tersedu dalam pelukan ayahnya.
Jungkook hanya menginginkan pendamping dan itu Taehyung. Mengapa sulit sekali?
Siapa yang tahu dia bisa berhasil dikemudian hari?
Bagaimana jika gagal dan kehilangan Taehyung?
Jungkook tidak mau itu terjadi.
-tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
Let You Go ✅
Fanfiction[ Special Taehyung B'Day ] "Sudah waktunya mengucapkan selamat tinggal. Sekarang aku akan melepaskan tanganmu Walaupun sulit untuk mengucapkan selamat tinggal Tapi tidak ada pilihan lain lagi Aku siap melepaskan kamuㅡ Lepaskan aku juga ya?" - - Koo...