[3] Leiden

63 0 0
                                    

Di kala terbitnya matahari di Den Hagg, Pram menikmati kopi panas serta potongan daging ham dengan telur rebus yang telah disediakan oleh pembantu di rumah Mr.Westerling.

Di antara hembusan angin di balkonnya, ia duduk menikmati makanan dan memikirkan sejarah apa yang akan ia tulis nantinya. Di waktu menikmati kesendiriannya, Pangemanann mengetuk kamar Pram.


"Tuan Pram, bolehkah saya masuk?" Pangemanann bertanya

"Masuk."


Pangemanann membuka pintu, lalu melihat-lihat kondisi kamarnya.


"Hm. Kukira kamar anda akan berantakan dalam semalam" sambil terkekeh

"Aku sudah belajar banyak dari Pulau Buru, bahwa kebersihan sebahagian dari iman tentunya."


Sambil berjalan, Pangemanann mengambil salah satu kursi di kamar untuk mendiskusikan sesuatu dengan Pram.


"Jadi, Pram. Sebelum itu, apakah kau ikut denganku ke Leiden pagi ini untuk bertemu dengan Hatta dan Sjahrir?" Pangemanann bertanya.

"Ya, tentu saja aku ikut."

"Sepertinya Mr.Westerling akan ikut juga."

"Hm, bagus. Mungkin ia akan belajar tentang Anak Bangsa. Haha!"

"Ya, ya. Tapi dia tetap bersikukuh dengan sifat kolonialnya."

"Semoga ia akan sadar pada akhirnya, bahwa kemerdekaan kita itu akan terjadi juga."


Pangemanann memperbaiki keadaan duduknya agar tegak, Pram pun memperhatikan dan memperbaiki posisi duduknya.


"Pram, aku mendengar dari kawan-kawan di Rotterdam. Berita kau sudah sampai di Belanda sudah tersebar kesini dan di Hindia Belanda sendiri. Ada kemungkinan, kita harus berpergian dalam diam-diam. Beberapa hari lagi, kita harus berpindah tempat menuju Aachen, Jerman."

"Ya, aku paham. Tidak usah khawatir Pangemanann, aku akan pergi sendiri."

"Ada kekawanan Sosialis disana yang akan membantu kepergianmu dan menyediakan tempat tinggal di sekitar Berlin. Karena itu kita harus bertemu Sjahrir dan Hatta dahulu."

"Huh, sepertinya aku harus berkelana hingga negeri Arab mungkin."

"Demi Anak Bangsa dan buku-buku sejarahmu. Kami siap membantumu, Pram."

"Jangan mengistimewakan aku, Tuan Pangemanann. Seorang tua ini tidak perlu banyak bantuan. Karena tujuan akhir kita semua adalah Kemerdekaan."

"Baiklah, akan kubiarkan kau bersiap-siap dahulu. Kita akan gunakan trem dari Den Hagg menuju Leiden. Kita sampai dalam 15 menit."

"Ya, terima kasih, Pangemanann."


Segera Pangemanann berdiri lalu keluar dari kamar dan menutup pintunya. Pram, berdiri menuju balkon sembari ia bersajak diatas sana berkata.


"Hidup yang berarti, dan mati lebih berarti lagi."


Perlahan ia menatap sejenak angkasa dinginnya Den Hagg. Kembali lagi ia menuju meja duduknya untuk mengetik catatan di mesin ketiknya.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 29, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pram-GieWhere stories live. Discover now