Yujin eomma sudah selesai menjenguk Yujin dan kembali pulang. Semuanya sudah kembali ke kamar masing-masing, begitu juga Minju.
Ia menutup pintu, kembali duduk di kursi dan terdiam, memandangi Yujin yang kini sedang tiduran membelakanginya.
Ia tahu sebenarnya Yujin tidak tidur sama sekali, namun ia juga terlalu canggung meminta Yujin untuk berbalik badan dan menemaninya mengobrol.
“Unnie tidak tidur?” Akhirnya Yujin mengeluarkan suaranya pada Minju dan membalikkan badan.
“Shireo-yo. Aku ingin menemanimu sampai kau tidur Yujin-ah.”
“Ah, sebaiknya jangan. Aku... Sebentar lagi juga tidur, jadi, kau, tidurlah, unnie.”
Canggung.
“Hmh, keras kepala sekali.” Minju mengacak acak rambut Yujin dan tersenyum hangat.
“Yujin-ah,”
“Ne?”
“Besok aku ingin pergi ke Gangnam. Mau nitip sesuatu?” tawarnya.
“Apa? Nitip? Aku.. Tidak ikut? Dengan siapa unnie kesana?”
“Chaewon unnie.” Minju menjawab pertanyaan Yujin dengan bangga dan ia terlihat senang saat menjawabnya, tidak tahu maksudnya apa, tapi Yujin benar benar sensitif dan tidak bisa mengendalikan emosinya lagi. Hati dan pikirannya kembali kacau untuk yang kesekian kali.
“Sepertinya tidak usah.” Yujin menggeleng pasti.
“Aniya, aku akan membelikan beberapa obat-obatan untukmu saat pulang nanti, Yujin-ah.”
“Kubilang tidak usah.”
“Ini untuk kebaikanmu,”
“Ku-bi-lang ti-dak u-sah.” Yujin mengeja kata itu, ia benar benar emosi. Bagaimana mungkin Minju unnie memperlakukan hal ini padaku? Jika iya, bisakah nanti saja? Apa kau tidak ingat kondisiku sekarang? Sialan. Kalau begini ceritanya tadi aku ikut eomma di bagasi mobil.
“Ya, Yujin-ah. Ini untuk kesehatanmu, aku akan tetap membelikan—”
“Tidak perlu.”
“Kubilang tidak perlu, unnie.”
“Kau tidak perlu membelikan apa apa untukku, apa kau dengar!?”
Emosinya benar benar membludak. Matanya merah dan mulai menitikkan air mata. Tidak sedikit, ini terhitung banyak. Kepalanya tertunduk, tidak berani menatap Minju sama sekali. Ditambah suhu badannya yang meningkat sangat signifikan. Napasnya terengah engah dan panas. Rambutnya berantakan akibat keringat di kepalanya. Jika didefinisikan, seorang Ahn Yujin kali ini benar benar kacau.
“Yu-yujin ah,”
“Apa?” ia mengangkat kepalanya. Wajah yang kini kian memerah dan berkeringat, mata berair, semuanya terlihat oleh Minju sekarang.
Hatinya tersayat, melihat kondisi Yujin yang amat kacau, dan makin tersayat mengetahui fakta bahwa Yujin amat kacau karenanya.
Minju berdiri, mendekati Yujin yang kini duduk di kasur. Kedua tangannya perlahan menghapus semua air mata Yujin, merapikan poninya yang berantakan, dan mulai menelusup ke belakang. Mengarahkan kepala Yujin agar bersandar di bahunya. Mengusap usap punggung dan kepala Yujin, mencoba menenangkannya yang sedari tadi napasnya terengah engah dan sesak.
“Aku tahu aku salah,”
“Minju unnie mu ini salah, Yujin-ah,”
“Pasti lelah ya? Kau telah bekerja keras selama ini. Disaat member lain, termasuk aku, merasa lelah dan memilih tidur di perjalanan setelah semua promosi dijalankan, kau malah sibuk untuk menghibur kami semua,”
“Dan aku, unnie mu ini, malah mengabaikanmu terus menerus. Kalau boleh jujur, aku tidak mengabaikanmu, Yujin. Hanya saja aku merasa bahwa kau pasti akan selalu ada di pihakku, di sisiku. Maaf aku tidak pernah memikirkan perasaanmu,”
“Saat natal juga, aku sudah berpikir bahwa kau pasti akan menulis surat untukku. Dan bodohnya, aku malah menulis surat demi orang lain. Untuk melihat ekspresimu, sejauh mana kau benar-benar menyukaiku,”
Minju memeluk sembari mengusap usap punggung Yujin dan terus berbicara.
“Dan semua terbukti sekarang, aku benar benar menyesal telah mencoba mempermainkanmu. Semuanya terasa menyakitkan saat melihatmu sering jalan berpegangan tangan dengan Hyewon unnie, saat melihatmu tidur nyaman dengan Wonyoung disini tadi sore, semuanya... terasa sakit, tahu?”
Bodoh, kali ini malah Minju yang menangis. Matanya tidak bisa menahan bulir air yang sedari tadi meminta untuk keluar.
“Why i'm so whipped for u, unnie?” suara seraknya kini memotong pembicaraan.
“Bukankah harusnya aku yang berkata begitu, Yujin-ah?”
Ng? Yujin menarik kepalanya. Kini wajah mereka berdua berhadapan, sejajar. Dengan kedua tangan Minju yang masih berada di punggung Yujin.
“Apakah unnie menyukaiku?”
Mata Minju membesar.
“A-ah, ani, bodoh ya pertanyaanku? Tidak usah dijawab.” Yujin menggaruk tengkuk lehernya.
“Ya! Bukankah sudah jelas?”
Eh?
Minju tersenyum hangat.
“Apa?”
“Sudah jelas, Yujin-ah.”
“Kalau begitu, bagaimana dengan Chaewon unnie?”
Minju hanya tertawa, menampilkan lekukan manis di bawah matanya.
“Entahlah. Kalau ada kamu, mengapa harus Chaewon unnie?”
Glek. Yujin menelan ludahnya. Apakah ia masih pusing dan bermimpi? Tapi ini terasa sangat nyata.
Yujin mengangguk dan tertawa, kepalanya langsung menelusup ke bahu Minju dan balas memeluknya.
Mereka terus berpelukan, tanpa adanya sepatah dua patah kata.
“Ng, unnie?”
Yujin menarik kepalanya.
“Hm?”
“Kurasa,”
“Wae-eo?”
“Aku... Tidak butuh obat lagi.”
“Ya! Bagaimana bisa seperti itu, aish. Aku tahu kondisimu membaik, tapi obat tidak boleh berhenti!”
“Kalau ada unnie, mengapa harus obat?”
Deg.
Karma does exist.
Minju tersipu, ia tidak bisa lagi menahan senyumnya. Tangannya sedari tadi memukul-mukul bahu Yujin tanpa alasan.
“Unnie, saranghaeyo.” Yujin membisikkan dua patah kata tersebut dengan hangat.
“Nado, Yujin-ah...” balas Minju, menggunakan suara manisnya yang halus. Menggidikkan badan Yujin saking merindingnya.
.
Finally end!
Maaf lama ya :( Maaf juga endingnya ga sesuai harapan kalian. Karena sesungguhnya gue menginginkan annyeongz tapi tangan berkata tidak.
Sekali lagi makasih makasih makasih buat kalian yg masih setia baca karya gue yang amburadul iniiii! Sarangek guys💖✨
Btw jangan lupa, nanti nonton iz*one city ya! Gue nunggu interaksi annyeongz huhu.