PG 4

264 53 11
                                    

Saat malam, aku akan pergi ke bar tiba-tiba, langkahku berhenti di sebelah gang dekat dengan pintu masuk Area belakang bar, disana, aku melihat seorang pria, dengan Jaket hitam tengah bersandar di tembok, jantung ku berdebar kala aku bisa melihat wajahnya, dia... Kwon yong gi!

Bagaimana bisa ia tahu tempat kerjaku!

Aku panik dan memutar arah, berjalan menuju pintu depan, dan mengurangkan niatku untuk Lewat arah Belakang.

Tapi terlambat, dia mencekal tanganku sekarang. Menahanku untuk maju.

"mau kemana kau?"

Aku memutar badan menghadapinya, "Bekerja!"

Senyum kecil dibibirnya membuatku bergidik, "Di bar ini?"

Aku meneguk ludah, dan menyentakan cekalanya, buru-buru melipat tanganku didada.

"Bukan urusanmu."

"Ck... Jangan begitu padaku, kau tidak seharusnya bekerja begitu Kerasnya,dengan mengambil 2 pekerjaan sekaligus, itu tidak baik bagi kesehatan, kau tahu."

Aku mendengus, "Apa pedulimu!"

"jelas aku peduli... Kau adalah gadisku. Aku khawatir kau sakit."

Mataku membulat saat mendengar kata-kata konyolnya. "Aku bukan Gadismu!"

Dia menarik bahuku, dan menyurutkan ku di tembok. "Dengar, mulai sekarang, kau gadisku. Dan... Kau tidak perlu bekerja keras, hanya perlu menungguku dikamar, lalu aku akan memberi bayaran yang Layak untukmu."

Cukup sudah.

Aku menginjak kakinya karena refleks, Membuat dia melepas ku, dengan kekuatan penuh, aku berlari menjauhinya, lalu berteriak padanya, "Bajingan!"

Dan aku membuka pintu lalu menutup dengan rapat, nafasku sangat tak Karuan, bukan karena aku terlalu menggunakan tenagaku, Tapi kurasa ini karena ketakutanku.

Aku harus segera pergi! Yah dia mulai berani mendatangiku ketempat ini lalu yang pasti aku akan semakin terancam dirumah itu.

***

Tidak ada pilihan lain untuk menghindar. Aku harus pulang kerumah itu, setidaknya mengambil benerapa barang, setelah izin pada bibi tentunya, dia pasti akan langsung mengizinkan.

Aku melangkahkan kakiku dengan lemas, memasuki rumah itu, berdoa semoga Kwon yong gi tidak ada.

Saat aku sampai di tengah ruangan, Bibi Park tengah berbincang dengan seseorang disofa, kakinya terlipat, dan matanya terlihat sembab, walau begitu, wajah cantiknya Masih terlihat nyata, dia adalah versi wanita dari wajah ayahku, tapi itu yang aku sesali.

"Oh kau?" Dia melirik, lalu mendengus. "Ingat Pulang juga rupanya. "

Seorang pria, yang ku ingat, kencannya itu, mengeratkan Tangan bada bahu bibiku, tapi di tepisnya.

" maaf bibi,  kemarin aku bekerja lembur." jawabku bohong.

"Kalau kau memang bisa tidak pulang, kau juga pasti tidak perlu pulang. Jadi, bagaimana jika kau tidak usah kemari lagi?"

Aku mengehela nafas, ternyata tidak perlu izin untuk pergi.

"Baik, bibi. Aku akan pergi."

Dia berdiri, dan melempar fas di meja padaku, mambuatku kaget, untung fas itu tak sampai mengenaiku, meleset cukup jauh. YA TUHAN!

"pergi! Kau anak sialan-"

"Sudah Nami,"

"Diam kau, kau juga pergi!"

Aku mematung di tempat ku berdiri. Dan melihat pria Itu di tendang bibiku keluar, sebenarnya, ada apa disini.

"Ayo, cepat pergi!!"

Aku terlonjak, dan segera berlari kekamar, mencari barang-barang ku, dan memasukannya dengan cepat karena barang-baranku tidak lah banyak.

***

"HAA, jadi bibimu Mengusir mu?" kata Hyeri sesaat setelah ia menjemputku di depan perumahan milik mendiang WooHyun.

Aku duduk di belakang motor skuter nya, "Iya, aku tidak tahu, bibi akan marah saat kemarin aku tidak pulang. "

"Fyuhh... Untung kau pergi. Sekarang kau akan aman disini." kata Hyeri mewakili perasaanku.

"Hyeri, Apa tidak masalah kalau aku pindah hari ini? "

"kau ini, tidak akan... Nah,  dah sampai.. "

Cukup Jauh juga dari jalan, aku menengok dari bahu Hyeri, rumah milik mereka, rumah itu tidak Besar, tapi juga tidak kecil, sangat pas untuk sebuah keluarga dengan dua anak, pekarangan rumah sangat cantik dengan bunga-bunga yang segar. Halaman yang rapi.

"ayo masuk." aku mengekor nya kedalam, ia menekan tombol kunci, dan pintu itu terbuka, "aku akan berikan sandinya setelah didalam. "

Aku mengangguk sebagai Jawaban, dan melihat kedalam saat masuk, aku mendesah takjub.

Satu ruang tamu menyambut kami, dapur cantik berdiri di samping kanan, dengan di pisahkan pembatas, dan terlihat cantik juga rapih, sebuah meja pentri ditempatkan di tempat yang tepat, di sebelah kiri, ada dua pintu kamar, di sebalahnya tangga menuju atas.

"Rumah ini dekat dengan tetangga. Jadi tidak perlu merasa kesepian nanti." kata hyeri dengan desahan Pelan.

Aku yakin dia sedang mengenang.

"kehm.. Hyeri, kau akan sering berkunjung?"

"Tentu, jika kau berkenan, dan ibu WooHyun juga sebenarnya suka kemari membersihkan rumah, itu yang membuatku khawatir, dia sudah tua dan waktunya istirahat."

Pantas saja rumah ini begitu tertata

"ternang saja, aku akan menjaga rumah ini dengan baik."

"Terimakasih jiyeon, aku percaya padamu."

"sama-sama. "

Aku memelukmya, dan ia membalasku. Lama kami berpelukan, dan saat terlerai, dia mengajaku ketangga, menuju atas.

"nah ini kamarmu. " dia menujuk sebuah kamar, "Disini, ada dua kamar, dan satu kamar mandi. Di lorong itu ku harap kau akan senang, kamarmu mempunyai pemandangan yanng bagus."

"aku tidak akan Cukup berterimakasih padamu Hyeri."

"Kau cukup merasa aman, itu sudah cukup, baik, ayo kita masuk. "

***

Untung saja hari ini aku libur, jadi bisa langsung belanja kebutuhan di supermarket terdekat rumah sewa ku itu.  Hyeri sebenarnya menawarkan diri menemani, tapi aku tahu, ia punya urusan yang lebih penting, toh aku juga tidak akan hilang bukan.

Aku membawa troli belanjaan ku kekasir, dan bersiap membawar, saat aku tidak sengaja melihat seseorang menjatuhkan belanjaanya dari keranjang belanjaan yang terlihat penuh, Aku berlari dan mengambil belanjaan itu,  lalu bergegas mendekatinya.

"Tuan, Tunggu!" Baru aku berhenti saat dia berhenti, dia membalikan badan, dan menengok padaku, aku mengatur nafas saat kewalahan betul mengejar langkah lebarnya, dia menyengit padaku, mungkin merasa tak membenalku.

"Belanjaanmu, Terjatuh." aku menyodorkan barang yang tadi terjatuh, jelas itu adalah mie instan.

"oh..  Wah aku tidak sadar ini terjatuh." dia tersenyum, dan mengambil alih mie nya, lalu menjejelkannya kekeranjang yang jelas tidak cukup untuk memampung barangnya. "Terimakasih." katanya.

"Tidak masalah. Permisi." aku undur diri, dan mengambil troliku, kembali pada tujuanku, aku melirik pada pria tadi, dia masih mencari sesuatu di deretan bumbu-bumbuan, dan membuatku terkekeh, masih saja ingin memaksakan. Biar saja nanti belanjaannya terjatuh kembali. Keras kepala!

tbc—

Sekedar saran, kalau ada yang emang udah pernah buka work ini, saran aja, baca lagi kalau bingung, soalnya aku udah revisi, jd beda ama yang lama. Takut bingung, kalau kamu bingung tentunya 😂...

(sampai jumpa!)

Wishing On A Star Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang