played by destiny

1.1K 184 36
                                    

KESELAMATAN dunia berada di tanganmu. Hanya kaulah satu-satunya makhluk di jagat raya yang mampu mengalahkan si penguasa kegelapan.

Cassandra mengerjap. "Kau yakin ini surat untukku?"

Gadis berkacamata itu duduk di gudang sekolahnya bersama dua orang gadis lain yang bersumpah bahwa mereka merupakan peri. Sayap dan kemampuan terbang tanpa CGI cukup menjadi bukti. Kini Cassandra berusaha mencerna maksud kedatangan mereka yang berada jauh di luar nalar.

Kau adalah Yang Terpilih. Ramalan menyebut-nyebut dirimu, seseorang yang ditunjuk langsung oleh entitas kuno dari zaman yang tak lekang oleh waktu, ditakdirkan untuk menjalani hal-hal besar.

"Apa kalian tidak salah pilih?" Cassandra ragu-ragu. "Aku bukan siapa-siapa."

Faktanya, Cassandra adalah seorang pecundang. Orang-orang tidak mengatakan itu di depan wajahnya, ia cukup sadar.

Josephine, peri bersurai ungu panjang, mengangguk-angguk antusias. "Tidak ada pahlawan yang mengawali kesuksesan mereka sebagai siapa-siapa, Sayang."

"Lagi pula bukan kami yang memilihmu. Kau bisa lihat sendiri di surat." Kawannya, Amethys si rambut pink, menatap Cassandra penuh keseriusan. "Kami para peri cuma pengantar pesan dan pemandumu dalam perjalanan."

"Kumohon, wahai Yang Terpilih. Penuhilah takdirmu."

Cassandra sungguh tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia ingin, sangat menginginkan kesempatan besar ini. Yang Terpilih—kedengarannya saja keren sekali! Dua peri dari dimensi lain datang jauh-jauh untuk meminta bantuannya, mana mungkin Cassandra menolak percaya?

Namun, di sisi lain, tugas sekolah yang menggunung menanti supaya diselesaikan tepat waktu. Sebenci apa pun ia mengakuinya, Cassandra tetap punya kewajiban di dunia nyata.

Ketika ia menyampaikan itu kepada kedua peri, mereka mendengus berbarengan.

"Menurutmu tugas sekolah lebih penting daripada menyelamatkan dunia? Oh, Cassandra, jangan konyol!" seru Josephine.

"Semua itu bisa ditunda, tetapi keselamatan dunia kita tidak," timpal Amethys.

Masuk akal, pikir Cassandra.

Lama menimbang, akhirnya Cassandra mengangguk. "Baiklah," katanya, "bawa aku ke dimensimu."

"Sempurna!"

oOo

Lapisan baju zirah, lengkap dengan tameng dan pedang sakral, telah jatuh ke tangan Cassandra selaku Yang Terpilih. Josephine dan Amethys semata-mata membungkuk hormat di hadapannya selagi gadis itu berjalan menyongsong petualangan besarnya. Sudah lebih dari sebulan dia tinggal di dimensi asing ini, saatnya memenuhi panggilan takdir.

"Kami akan senantiasa menemanimu," ujar Amethys penuh khidmat, yang disahut gumaman kecil oleh Cassandra. Kemudian ia mencondongkan tubuh ke arah kawan perinya dan berbisik pelan, "Entah kenapa aku meragukan anak ini."

Josephine menggeleng-geleng. "Tidakkah kau lihat kepercayaan diri itu? Dia pasti benar-benar Yang Terpilih."

"Kau selalu mengatakan itu."

"Ayolah, Amethys, sudah terlambat kalau kau ingin menyuruhnya mundur. Dia pasti bisa."

Mereka bertiga berjalan menyusuri jalan setapak kuning yang diapit oleh pepohonan besar berdaun biru. Mentari bersinar cerah. Langit tampak bersahabat. Namun, kedua peri lebih tahu dibanding Cassandra. Dimensi ini tidak seceria kelihatannya.

Oleh karena itu, bukan hal mengejutkan apabila auman makhluk buas tiba-tiba terdengar.

Langkah ketiga dari mereka sontak terhenti. Cassandra menoleh kepada peri-peri pendampingnya, bertanya, "Suara apa itu?"

Josephine mengangkat bahu. "Musuh pertamamu, barangkali." Lalu ia menyeringai lebar sambil menepuk bahu Cassandra, tak menyadari wajah sang gadis yang mendadak pucat. "Aku tidak sabar melihatmu beraksi!"

Auman terdengar semakin jelas, semakin mengancam. Lalu pepohonan di salah satu sisi jalan bergetar, tanah berguncang, dan Cassandra serta-merta menjatuhkan seluruh perlengkapan bertarungnya.

Seekor serigala raksasa melompat keluar. Moncongnya berlumuran darah, dan ia mengaum sekali lagi, tepat di hadapan Cassandra yang sudah jatuh terduduk. Menciut. Nyalinya lenyap tak bersisa.

"Eh, Cassandra? Wahai Yang Terpilih?" Josephine coba memanggil.

Kedua peri hanya bisa terdiam tatkala sang serigala membuka mulut lalu mencaplok Cassandra utuh-utuh, mengunyah singkat, menelan, dan kembali melompat pergi.

Amethys menepuk dahinya, mendesah pasrah seolah ia tahu insiden ini akan terjadi. "Sudah kubilang. Aku tidak yakin."

Josephine memandang tameng dan pedang kesatria yang ditinggalkan Cassandra di atas tanah. "Uh, terlanjur banget." Kemudian dia mengambil benda bebercak darah tersebut. "Apa boleh buat? Kita harus cari pengganti."

"Astaga, kita sudah mencari puluhan anak, Josephine, puluhan! Dan tidak ada di antara mereka yang sungguh-sungguh bisa menuntaskan misi ini! Semua mati dimakan serigala atau tercebur ke kolam buaya!" Amethys melipat tangan di depan dada. "Kita harus berhenti memilih sembarang anak dan bertaruh bahwa mereka benar-benar Yang Terpilih."

Si peri berambut ungu melambaikan tangan. "Akuilah, ini menyenangkan."

"Bagimu saja."

"Dan bagimu juga." Josephine terkekeh geli. "Ayo, Ame, waktu kita tersisa seratus tahun lagi untuk menemukan Yang Terpilih sungguhan."[]

END

A/N: short story about my feeling for every The Chosen One™ main character💤💤💤

Season SpellsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang