PROLOG

1K 97 13
                                    

"Tuan muda, kami janji akan membantumu belajar mengenal semua hal yang diciptakan oleh Tuhan di dunia ini."

Sebuah janji terucap dari seorang pemuda yang ada di hadapanku. Aku menatapnya tepat di mata, mencari geraguan dalam pancaran sepasang mata tersebut, tetapi aku tidak kunjung menemukannya walau telah mencari cukup lama. Dia berkata dengan sungguh-sungguh, tanpa ada sedikit keraguanpun dalam nada suara serta sorot matanya. Dia menatapku tegas, seolah memintaku untuk percaya padanya.

Pemuda lain yang berdiri tepat di sebelahnya memberikan senyuman padaku; senyuman yang amat lembut bagaikan angin sepoi yang kini aku rasakan. Hatiku menghangat, senyuman itu tertular padaku.

Hitam dan putih, hanya kedua warna itu saja yang aku ketahui. Karena seumur hidup hanya warna itu saja yang bisa kulihat. Tuhan hanya menciptakan manusia, binatang serta air dan tanah; hanya itu yang aku tahu ada di dunia ini. Aku memang tidak punya banyak pengetahuan, itu kenyataan. Bukan karena aku malas belajar mencari tahu, akan tetapi sangkar emas yang berwujud rumah telah mengurungku belasan tahun, membuat aku tidak pernah bisa belajar tentang dunia luar. Ditambah, segala peraturan yang melarangku untuk mencari tahu. Tempat tinggalku memang bukan istana, hanya rumah megah biasa yang memiliki peraturan hampir sama seperti kerajaan zaman dulu.

Ayah dan ibu berkata bahwa aku tidak perlu mengetahui semua hal yang ada di dunia. Cukup tahu bagaimana caranya makan dan bertahan hidup, tentang hal lain tidak perlu aku ketahui. Selama ini juga tidak pernah ada yang membantuku belajar tentang banyak hal. Itulah mengapa aku menjadi orang terbodoh di sini.

Namun dua orang yang berada di depanku ini pernah bercerita jika di dunia ini ada Negara bernama Jepang, Negara tersebut memiliki bunga berwarna cantik yang hanya mekar selama seminggu dalam satu tahun. Dunia juga memiliki Negara yang bernama Indonesia, yang mempunyai ratusan Bahasa serta Budaya. Bukankah itu sangat luar biasa. Aku jadi ingin mendatangi kedua Negara tersebut. Selain itu, di Indonesia juga memiliki pantai yang sangat indah melebihi pantai yang hanya bisa aku lihat dari selembar foto.

Seumur hidup aku hanya mengetahui lima macam hewan: kuda, anjing, semut serta kucing dan cicak. Dan tentu saja hanya kelima hewan itu saja yang aku lihat seumur hidupku, semua hewan itu pun aku tahu karena sering berkeliaran di halaman rumah—kecuali kuda tentu saja.

Kedua orang pelayan pribadiku ini juga pernah bercerita bahwasanya dunia tempatku tinggal memiliki ribuan hewan. Bermacam-macam sepesies, mulai dari kecil sampai besar serta dari yang jinak sampai buas. Mendengarnya membuatku ingin mengetahui nama dan rupa semua hewan yang dimiliki oleh dunia.

Tapi bisakah aku belajar? Bisakah aku keluar dari benteng yang membatasiku untuk mengetahui isi dunia? Dan apakah aku bisa keluar dari zona satu warna yang aku jalani seumur hidup ini?

Satu kali lagi aku jelaskan, kedua orang tuaku selalu berkata bahwa aku tidak perlu banyak tahu. Tapi semua yang diceritakan oleh kedua pelayan ini membuatku penasaran.

"Aku rasa kau tidak perlu membantunya, pelayan Park."

Suara yang sangat aku kenali menyapa rungu. Membuatku membalikkan tubuh dan membungkuk hormat pada seseorang yang ternyata ayah.

"Maaf jika saya lancang tuan, bukankah bagus jika putra kedua anda ini mengetahui banyak hal tentang dunia? Dengan begitu tuan muda akan semakin berguna."

Aku hanya bisa diam dan memejamkan mata mendengar penuturan kaki tangan ayah yang kini berdiri tepat di sebelah ayah. Dia hanya seorang kaki tangan ayah di sini, tetapi mengapa berbicara demikian seolah aku tak ada? Lebih berguna, apakah aku dilahirkan hanya untuk menjadi alat? Tetapi tanpa kau berkata begitupun aku tidak akan bisa menampik bahwa aku terlahir hanya untuk menjadi alat, Kim Kibum. Semua orang yang berada di dalam lingkaran benteng ini pun tahu tentang itu.

Ayah terdiam seolah berpikir. Beliau memandangku dari ujung kaki sampai kepala kemudian menggeleng pelan sebanyak dua kali.

"Aku rasa itu tidak perlu. Tahu bagaimana caranya menggunakan senjata api serta bertahan dan menyerang sudah cukup bagiku. Aku tak ingin dia menjadi pembangkang suatu saat nanti."

Beliau berkata pada Kibum namun pandangannya masih tertuju padaku. Sakit rasanya. Ayah aku ini anakmu, apa kau sudah lupa?

"Pukul delapan nanti sudah saatnya dia berlatih. Usahakan pelatihannya berbeda dari pelatihan sebelumnya."

Memberikan perintah pada bawahan seolah diriku tidak ada di hadapannya. Lucu sekali. Dan begitulah ayahku. Kemudian beliau berjalan pergi diikuti oleh lima orang pria berpakaian hitam yang sedari tadi mengikutinya.

"Tuan muda?"

Aku menolehkan kepala pada dua pelayan yang baru saja terabaikan keberadaannya untuk beberapa saat. Mereka menatapku dengan pancaran mata sarat akan iba. Dan aku sangat benci pada tatapan mereka. Aku benci itu, tetapi aku tak pernah diajarkan untuk marah dan protes.

"Aku baik-baik saja."

Mereka adalah pelayan pribadiku sekaligus pengasuh yang tentu saja harus mengetahui tentang semua yang aku rasakan, karena itu tanggung jawab mereka.

"Kami akan tetap membantu tuan muda belajar."

"Dengan alasan apa? Tentu abeoji tak akan mengizinkan kalian membantuku."

"Tuan besar memang yang menggaji serta memerintah kami, tidak merasakan sesuatu tentu bukan termasuk dalam perintahnya. Jadi kami bebas merasakan apapun. Dan kini ada perasaan bernama sayang yang saya rasakan kepada anda. Saya menyayangi anda tanpa perintah. Dengan alasan tersebut saya berjanji akan membantu anda. Dan tentu rekan saya menyetujuinya.

Soal izin tuan besar, kami tidak perlu mendapatkannya. Biarlah anda beranggapan jika kami ini sangat lancang."

Angin musim gugur berembus memainkan helai rambutku. Membuat aku merasakan dingin yang amat seolah tubuh tak terbalut sehelai benang pun. Kendati demikian, rasa hangat merayap dalam hati kemudian merambat ke seluruh tubuh, sehingga dingin tergantikan oleh hangat. Yah... Aku tak bisa menampik bahwa perkataan itu sungguh membuat hatiku menghangat.

Seumur hidup baru kali ini ada seseorang yang tidak mendengar perintah ayah hanya demi aku.

Aku suka.

Dan aku akan berterima kasih dan meminta maaf kepada mereka suatu saat nanti.






.
.
.
.
.










Baru prolog, jadi jangan heran kalau pendek 😀 Chapter 1 akan segera dipublis kalau responsnya memuaskan....

Terima kasih untuk kalian yang mau mampir dan baca... Semoga suka dan maaf bila memusingkan 😂

RELATIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang