10. Terluka (2)

55 4 0
                                    

Aku tidak pernah takut terluka.
Karena setiap luka memiliki makna sendiri dibaliknya.
—Kin Kanei—

Berkat secarik kertas undangan yang diberikan Rido itulah kini Kanei berada di dalam apartemennya yang didominasi warna putih dan soft pink.

Dia mengambil ponselnya yang tertinggal di atas nakas.

Terdapat beberapa notifikasi yang masuk begitu Kanei menyalakan layar. Baik dari sosial medianya atau pesan yang dikirim operator. Tapi, ada satu yang mencolok dari semuanya. Yaitu dari aplikasi line.

Ada nama Rido di sana.

Kanei membukanya, membacanya sekilas. Karena menurutnya sama sekali tidak penting. Jika kalian penasaran, pesan yang dikirimkan Rido pada jam 13.50 itu isinya hanya seperti ini.

Rido Ahmad : Kanei Tuan Putri Es ku, di mana kah dirimu?

Rido Ahmad : Nei... Lagi dimana?

Rido Ahmad : dengan siapa?

Rido Ahmad : sekarang berbuat apa?

Ah, tolong jangan dibaca dengan nada menyanyi.

Semenjak Rido mengetahui ID Line Kanei—yang entah darimana—cowok itu kerap kali mengirim chat yang tidak penting. Seperti menanyakan Kanei lagi apa, di mana, atau kadang juga dia menelpon. Yang tentunya tidak pernah Kanei jawab.

Kanei beralih pada aplikasi kontak. Mencari nama seseorang yang harus segera dihubungi. Setelah menemukan, barulah ia menelpon nomor tersebut.

Nada sambung masih mengisi telinga Kanei sebelum akhirnya terdengar suara wanita yang menyapanya dengan kegembiraan.

"Hallo, Kanei Sayang."

"Hallo, Mi."

"Iya? Ada apa sayang? Oh gimana kuliah kamu? Lan—"

"Kulianya lancar, Mi." Kanei sebenarnya tidak berniat memotong, namun ada hal lebih penting yang harus maminya tahu sebelum beliau memperpanjang pertanyaan mengenai kuliahnya. Tentu saja Kanei tak ingin membahas karena menurut dia kuliahnya baik-baik saja.

"Baguslah kalau gitu."

"Mi, besok ada acara bincang kampus yang harus dihadiri orang tua mahasiswa baru." Ada jeda yang Kanei buat sebelum kembali melanjutkan. "Mami... bisa dateng, kan?"

Kemudian hening beberapa saat setelahnya. Hanya terdengar suara napas. Mungkin maminya sedang berpikir.

Kanei sudah yakin maminya itu akan berkata "maaf, Kanei, Mami tidak bisa datang, ada klien yang nunggu."
Tapi, apa yang dikatakan selanjutnya justru diluar dugaan Kanei.

"Tentu, Sayang. Mami akan datang. Jam berapa acanya?"

Kontan membuat kedua mata Kanei melebar.

"M-mami beneran mau datang?"

"Iya, Kanei...."

DarenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang