Happy reading, beautiful people!
🍑🍑
Tiga minggu berlalu, tiga minggu sudah aku tidak bisa tidur karena memikirkan si Ethan yang sekeras batu. Tiga minggu lamanya Ethan tak menyapaku dan yang lainnya. Tiga minggu sudah aku merasa muak terhadapnya. Ini saatnya aku mencoba membuka jalan untuk masuk ke dalam jalan pikirnya. Terakhir kali kami berkunjung ke rumahnya karena alasan tugas kelompok, aku tak sengaja mendengarkan percakapan Ethan dengan yang kuyakin betul adalah papanya.
Ada beberapa kata yang tak seharusnya orangtua ucapkan pada anak mereka. Keras dan kasar. Papanya mengajak Ethan bicara seolah-olah Ethan tak lebih berharga dari apa pun yang menurutnya berharga di dunia ini. Tiga mingguku yang muak akan tindakannya itu, tak murni dipenuhi kebencian dan kekesalan pada Ethan. Pada akhirnya, setelah kejadian tak sengaja itu, hanyalah kengerian dan rasa simpati mewarnai minggu-mingguku. Aku merasa bersalah telah menjadi saksi percakapannya waktu itu.
Dan akhirnya, hari ini aku mempunyai kesempatan untuk mengajaknya bicara. Mungkin aku akan berterus-terang bahwa aku tak sengaja menguping percakapannya di telepon dan sekaligus meminta maaf.
Siang itu, mata kuliah terakhir sudah selesai. Ricky dan teman-temanku yang lain berpamitan padaku karena mereka harus pulang lebih awal dari biasanya. Saat itu, hanya beberapa yang tersisa di kelas. Mungkin empat atau lima orang, aku tidak cukup yakin. Belum lagi ditambah aku dan Ethan.
"Ethan." Aku berjalan menghampirinya yang sedang membereskan mejanya. "Kamu masih lama di sini? Maksudku, aku ada sesuatu yang harus disampaikan."
Ethan hanya melirikku singkat tanpa membalas pertanyaanku. Ah, dia membuatku merasa bodoh dan canggung.
"Hey, dengar. Aku tahu kamu tidak peduli denganku... tapi, aku mau berterus-terang kalau... di hari kita mengerjakan bahan presentasi, aku tak sengaja mendengar percakapanmu di telepon antara kamu... dengan ayahmu." Tuturku, sedikit takut membayangkan responnya akan seperti apa.
Ethan yang sibuk memasukkan notebook-nya ke tas tiba-tiba berhenti dan memandangiku sangar. "Lalu? Aku kira kau sudah berhenti mempedulikan kehidupanku, Tim. Ternyata kamu masih tertarik."
Responnya tidak seburuk yang kubayangkan ternyata.
"Dengar... Ethan, kurasa kamu butuh teman. Kalau kamu butuh teman untuk-"
"Aku tak butuh, Tim. Aku hanya butuh waktuku buat menyendiri, itu saja. Lagipula, kenapa kau mendadak baik seperti ini?" Ethan tersenyum kecil. Namun, aku bisa melihat sorot keputus-asaan dalam matanya. "Lagipula, siapa kau yang bisa menentukan aku butuh atau tidak butuh teman?"
"Kalau begitu, aku minta maaf." Ucapku hati-hati.
"Untuk?"
Aku terkekeh pelan, aku masih bisa menertawakan sikapnya yang menurutku sedikit kekanak-kanakan. "Astaga, Bro. Maksudku baik, aku hanya menawarkan diri untuk jadi temanmu. Tapi tidak apa-apa kalau kau sebegitu inginnya sendiri."
"Kau bicara apa, Tim?"
"Bro, dengar, kalau kau butuh bicara, hubungi aku."
"Sekarang kau panggil aku 'Bro', apa artinya kita sekarang teman atau apa?" tanya Ethan dengan nada sinis.
Jujur, emosiku sedikit terpancing dengan responnya. Tapi, aku berusaha menahan diri agar tidak memperkeruh suasana. Lagipula, niatku baik. Setelah melayangkan pertanyaan sinisnya, Ethan menatapku sinis tanpa sepatah kata pun. Kemudian aku lekas pamit untuk tanpa memperpanjang pembicaraan. "Baiklah, sampai jumpa besok."
.
.
.Beberapa menit lalu aku pamit pada Ethan dan ternyata ketika aku sedang menunggu jemputan pulang menggunakan jasa mang ojek online, Ethan melewatiku dan ia sejenak berhenti untuk menatapku sekilas tanpa bicara apa pun dan melanjutkan langkahnya menuju tempat parkir di mana ia memarkirkan mobilnya.
Dia aneh sekali. Pantas saja tidak ada teman. Toh, ada yang menawari untuk berteman pun, ia tolak mentah-mentah.
Beberapa menit berselang, entah apa yang membuat Ethan berubah pikiran, yang jelas ia kembali dan menghampiriku dengan sedikit tergesa-gesa. Aku bisa melihat rambut ikalnya yang panjang mengapung di atas bahunya, terbawa angin.
"Ada apa?" tanyaku hati-hati, aku tak mau menyinggungnya, lagi.
"Jarak dari rumahmu ke kampus berapa jauh?" tanyanya cepat.
Aku menggaruk dahiku memperkirakan. "Mungkin sebelas atau-" ucapku lambat-lambat.
"Kenapa kau tidak langsung pulang kalau begitu?" Ethan menimpaliku dengan cepat. Ia tak mau aku melanjutkan kalimatku.
"Oh, sekarang kau mulai peduli?" aku mengangkat sebelah alisku dan menawarkan senyumku padanya.
"Maksudku, kau tidak usah menyia-nyiakan waktumu berdiri di sini. Selepas kuliah, kau harusnya langsung pulang. Kau membuatku bingung saja." Ethan mendelikkan matanya tajam kemudian ia pergi lagi.
Aku tertawa pelan dengan singkat. "Bro, kenapa kau ini? Kamu yang buat aku bingung. Kan bisa saja orang sedang menunggu untuk dijemput, kenapa itu jadi membingungkan?"
"Kau bodoh sekali, Tim," ucapnya. "Kau tidak pakai motor atau bagaimana? Padahal ini panas sekali, kau malah berdiri di pinggir jalan, bukannya berdiri di bawah terik seperti ini. Kau lihat kan ada tempat teduh di belakangmu?"
"Wah wah wah, kalimat terpanjang dari mulutmu akhirnya keluar juga, Bro." Ucapku sembari tersenyum.
🍑🍑🍑
Have a great day!
2019, be kind, okay? ☺Mon 31 December 2018
Edited: 25 Jan 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMEO[S]
RomanceAku selalu ingin kembali ke masa di mana kedekatan kita hanyalah sebuah kedekatan yang nyata di antara sepasang teman. Mengetahui dan menyadari perasaan kita satu sama lain itu ternyata menyakitkan. Membujukmu untuk menerima kenyataan pun ternyata t...