2. Reuni yang Tak Diharapkan

4.8K 565 134
                                    

Setelah kurang lebih dua bulan mendekam di rumah sakit, akhirnya Deus dapat keluar dari neraka kebosanannya. Heran? Ya, menurut dokter ia harus beristirahat lebih lama lagi di rumah sakit. Dengan berat hati, Deus pun menyetujuinya walaupun sempat memprotes beberapa kali. Ia sudah tertinggal sebulan dalam hal pelajaran, di tambah sebulan lagi tentu saja ia mengajukan protes.

Apesnya lagi, karena telah absen selama lebih dari sebulan ia harus mengikuti kelas khusus pada jam yang berbeda dari kelas biasanya. Di tambah kelas khusus tersebut memakan waktu kurang lebih enam jam setiap harinya. Seperti kembali menjadi anak SMP saja. Belum di tambah biaya pengobatan di rumah sakitnya, kelihatannya ia akan dibebani banyak pikiran dalam beberapa waktu ke depan.

Ia menghela nafas ketika memikirkan semua masalahnya itu. Meski ia termasuk golongan manusia cerdas, nasib baik tidak mungkin selalu menyertai dirinya. Jika seseorang tidak pernah tertimpa kesialan satupun dalam kehidupannya, boleh dikatakan bahwa orang itu adalah titisan dewa. Setidaknya itu menurut ucapan Deus.

“I-inikah tempatnya? Bukannya tempat ini terlalu mewah untuk mahasiswa miskin sepertiku?”

Kini ia tengah berada di depan sebuah gedung pencakar langit tinggi nan mewah bernama ‘Grand Hotel Skrimata’. Tempat ini merupakan gedung mewah yang sering digunakan para pembisnis-pembisnis kaya biasa berkumpul mengadakan pesta, rapat, diskusi, ataupun bermalam. Hotel ini merupakan hotel termewah di kota yang ditempati Deus. Biaya per malamnya bahkan mencapai 16.000.000 rupiah!

Dengan gugup, Deus melangkah memasuki hotel mewah ini dan bergegas menuju lift karena ia tidak ingin penampilannya menjadi pusat perhatian orang sekitar. Seperti biasa, kaos oblong hitam, celana jeans biru, dan sepasang sepatu sneakers merah—tentu saja dengan lengan kanan yang masih di gisp. Karena kecelakaannya waktu itu, jaket merah berhoodie lengan hitam kesayangannya rusak parah sehingga tak bisa diperbaiki.

Setelah kurang lebih lima menit berada di lift, ia sampai di lantai ke-13. Meskipun seharusnya waktunya relatif lebih singkat, terdapat banyak orang yang keluar masuk lift sehingga jalannya sedikit terhambat.

Ia menengok ke sana kemari mencari seseorang yang akan bertemu dengannya di tempat ini. Namun, apa yang ia dapat bukanlah orang yang ia cari, tapi seseorang yang ia benci. Laki-laki berambut merah terang dengan mata berwarna sama seperti rambutnya di lindungi jas hitam formal mewah yang tadinya berdiri berbincang-bincang dengan sepasang suami-istri, sekarang berjalan mendekati Deus.

“Hei hei hei, apa yang kau lakukan di tempat ini, Rudeus Laendra?”

Hiruma Tokoyasu!

Melihat musuh laki-laki tampan bertampang berengsek di depannya ini, ia menyembunyikan ekspresi serta seluruh kemarahannya di dalam hati. Ia memasang senyum palsu di wajahnya sembari berusaha tetap tenang mengendalikan diri. Selain menjadi perhatian orang sekitar, bisa-bisa ia menyebabkan perkelahian di sini. Ia juga tidak diuntungkan—dalam hal posisi maupun fisik.

“Memangnya kenapa kalau aku berada di sini, Hiruma?”

“Enggak, aku cuma heran saja melihat bocah miskin sepertimu bisa ada tempat mewah seperti Grand Hotel Skrimata.”

Mengetahui posisinya saat ini sangat tidak diuntungkan, ia hanya menelan mentah-mentah semua kata-kata dari Hiruma. Deus mengepalkan tangan kirinya mencoba menahan amarah sekuat tenaga. Walaupun tak seharusnya ia marah di sini, tetap saja tidak mungkin ia melupakan perbuatan Hiruma di masa lalu.

“Sayang, kemarilah, ada si miskin di sini.”

“Benarkah? Ah iya, ternyata memang benar. Lama tak bertemu, ya, Rudeus.”

Yang baru saja datang adalah seorang gadis cantik berambut cokelat pirang menawan, bermata biru gelap indah, berbalutkan gaun putih anggun, disertai beberapa perhiasan yang terlihat mahal di leher dan pergelangan tangannya membuat hampir seluruh laki-laki di lantai ini mengalihkan pandangan mereka ke gadis tersebut.

Orbis OnlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang