01 - Olivia Wilson

117 9 0
                                    

Olivia duduk termenung diatas kasurnya. Meratapi betapa sedih hidup yang dijalaninya. Andai ayah dan ibu bahagia memilikiku, aku tidak akan pernah berada di neraka ini. Mungkin seperti itulah batin Olivia saat ini.

"Hei, Oliv, sedang apa kau? kenapa melamun saja?" Meghan, salah satu teman sekamar Olivia, sahabat, sekaligus orang yang paling baik dengannya di panti asuhan ini, tiba-tiba menghancurkan lamunan Olivia.

"Tidak." Olivia menyunggingkan senyum kecutnya. Dia terdiam dan menatap dinding kosong beberapa waktu, lalu ia melanjutkan "Meghan, pernahkah kau berfikir untuk meninggalkan panti asuhan ini?"

Meghan yang agak terkejut mendengar pertanyaan sahabatnya itu terdiam beberapa saat, lalu menjawab "hemm.. yah. Terkadang. Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu? Apa kau mulai tidak betah disini?"

"Aku hanya merasa jika aku terus disini, hidupku tidak akan ada perubahan." Ia melanjutkan "tempat ini bagai neraka."

Meghan menyentuh pundak sahabatnya itu, berusaha menguatkan. "Aku tahu. Aku-pun merasakannya. Bertahanlah untukku. Kita akan keluar dari sini setelah menyelesaikan semester terakhir ini."

Dug..dug..brakk.

Suara pintu kamar yang tiba-tiba dibuka dengan kasar mengagetkan keduanya.

"Sampai kapan kalian mau bermalas-malasan di dalam? Pergi, ambil sapu dan pel kalian." Suara salah satu pengurus panti setelahnya.

Ini menjadi salah satu alasan mengapa Olivia menyebut panti tempatnya tinggal selama tujuh belas tahun sebagai neraka. Ibu panti yang hanya mementingkan uang, pengurus-pengurus panti yang kasar, dan teman-teman pantinya yang entah mengapa sangat tidak akrab dengan Olivia. Hanya Meghan yang menjadi sahabatnya sampai saat ini.

Sebenarnya Olivia adalah anak yang sangat ramah, ceria, dan penyayang. Entah apa yang membuat teman-temannya begitu sinis terhadapnya. Mungkin karena dia dikaruniai wajah yang begitu cantik, mungkin juga karena ibu panti selalu memberinya hadiah-hadiah yang mewah setiap bulannya, perlakuan yang sangat berbeda dengan anak-anak panti lainnya. Sampai sekarangpun tidak ada yang tahu mengapa ibu panti memperlakukan Olivia berbeda dan dari mana datangnya hadiah-hadiah tersebut.

*****

Olivia berjalan menghampiri Reyna, salah satu teman di pantinya. "Hei, Reyna. Berikan sapunya padaku. Aku bisa membantumu menyapu daun-daun itu."

Reyna malah menatapnya sinis. "Untuk apa kau bersusah payah menyapu? Untuk menjilatku dan teman-teman agar menyukaimu? Atau menjilat ibu panti lagi? Tidak usah repot-repot, aku bisa mengerjakannya, Anak Emas." Terdapat penekanan di setiap katanya membuat Olivia mengelus dada. Olivia tidak pernah kaget. Karena iapun sudah biasa diperlakukan seperti itu di sini oleh pengurus-pengurus panti dan teman-temannya yang lain. Bahkan di sekolahnya ia selalu dihina dengan sebutan anak haram, anak panti, dan sebagainya. Olivia mulai tidak peduli dengan itu.

"Sudahlah jangan dengarkan perkataan dia. Ayo ikut aku membersihkan kamar mandi." Meghan segera menarik tangan Olivia untuk membawanya pergi dari sana.

*****

Olivia adalah salah satu siswi yang bersekolah di Columbus High School, dan sekarang adalah tahun terakhirnya di sekolah itu. Entah ia harus bersedih karena meninggalkan sekolah ini, atau ia harus senang karena dia akan segera terbebas dari berbagai macam tekanan yang ada di sekolah ini. Misalnya seperti....

"Hei anak panti, menyingkir kau dari jalanku!!" Michelle dan kedua temannya, Courtney dan Skye, menabrak Olivia dengan sengaja dari belakang.

Sontak itu membuat Olivia jatuh dan melemparkan buku-buku yang tengah ia bawa. Semua berceceran di lantai membuat Olivia harus memungutinya. Kejadian itu membuat Michelle and the gang tertawa dan semakin mengolok-oloknya.

"Ups.. Sorry, bitch. Sepertinya kau lebih pantas menjadi tukang sampah daripada anak panti sekarang." Ucap Michelle yang kemudian diikuti oleh tawa mereka bertiga.

Olivia hanya diam dan terus mengambil semua bukunya. Apalagi yang bisa ia lakukan? Melawan Michelle and the gang? Melawannya dengan mencakar, menjambak dan memukul Michelle? Tidak. Dia bukan siapa-siapa disini. Sementara Michelle, dia adalah anak dari penyumbang terbesar di sekolah ini. Dengan uang dan nama orang tua nya, dia bisa saja mengeluarkan Olivia dari sini lebih cepat dari perkiraannya. Yah Olivia mulai terbiasa dengan semua ini. Ia sangat bersyukur, seorang anak panti sepertinya dapat bersekolah dan bahkan menyelesaikan pendidikan disini.

Meskipun begitu, Olivia masih bingung. Apa yang membuat mereka sangat membencinya. Padahal dia tidak sekalipun menantang atau membuat kesalahan pada mereka. Apakah hanya karena ia seorang anak panti yang mereka pikir tidak pantas ada di sekolah ini, atau karena Olivia pintar dan selalu mendapat ranking terbaik, ataukah memang ada hal lain? Olivia tidak pernah habis pikir.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya seorang lelaki tampan yang tiba-tiba menghampiri Olivia dan membantunya memunguti buku.

"Yah. Aku baik-baik saja." Lelaki itu bahkan membantunya untuk bangkit. "Terima kasih."

Michelle yang melihat kejadian itu hanya melongo dan terlihat sangat sebal. Bagaimana tidak, pacarnya malah membantu musuhnya. Dia segera menghampiri Bryce-lelaki tampan yang membantu Olivia-dan segera memeluknya, "honey, aku merindukanmu." Sebuah kecupan singkat Michelle pada bibir Bryce seolah mengatakan pada Olivia dia milikkku. Membuat Olivia mual. "kenapa kau bersusah payah membantunya? Biarkan saja dia." Michelle memicingkan matanya pada Olivia.

"Dan kaupun tidak seharusnya bersikap seperti itu padanya." Yah, bagus Bryce, marahi saja pacarmu.

Michelle berdecak sebal. "Sudahlah, lupakan dia. Ayo aku ingin menunjukkanmu sesuatu." Dan akhirnya, Michelle, Bryce dan kedua temannya meninggalkan Olivia sendiri di koridor sekolah pagi itu. Fuh.

Andai hidupnya seperti Michelle. Memiliki orang tua lengkap, harta melimpah, ketenaran, wajah yang cantik, baju yang bagus, bentuk tubuh bak model, dan pacar yang tampan. Yah. Bryce sangat tampan. Tidak hanya tampan. Dia kaya, bertubuh atletis, dan baik. Ya Olivia mengakui bahwa Bryce baik. Buktinya dia membantu Olivia saat pacarnya sendiri mem-bully-nya. Memang sejak tahun kedua Olivia bersekolah disini, dia mulai mengagumi Bryce. Ingin sekali menjadi pacarnya. Namun harapan itu pupus setelah melihat Bryce berpacaran dengan Michelle beberapa bulan yang lalu. Mereka bergandengan tangan, berpelukan, dan sekarang ia melihat mereka berciuman. It's hurt her.

Sebenarnya dalam hal fisik, Olivia tidak kalah dengan Michelle, bahkan diatas Michelle. Dia memiliki wajah yang lebih cantik dari Michelle dan bentuk tubuh yang sempurna juga, tapi memang uang yang membedakannya. Michelle dengan kekuatan materil, dapat membeli ketenaran dan membuatnya sangat menarik. Dan mungkin itu yang membuat Bryce memilih Michelle tanpa melirik Olivia sekali pun.

Berapa lama Olivia termenung disini? Bukankah pagi ini dia harus mengikuti kelas sastra? Oh semua ini membuatku gila. Olivia segera beranjak dari tempatnya berdiri.

*****

DEAR OLIVIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang