Writer's POV
7 years later.
“Ibu, aku berangkat,” ujarnya keras sebelum meninggalkan rumah.
Wonwoo berjalan di bawah guguran bunga sakura. Sekarang adalah musim semi. Musim yang sama dengan 7 tahun yang lalu dimana ia bertemu dengan Mingyu, waktu yang sama pula saat lelaki itu mengungkapkan perasaannya pada Wonwoo.
“Sudah berapa lama ya aku menunggunya. Ahh, aku benar-benar merindukannya,” gumam Wonwoo di sepanjang perjalanan. Musim semi benar-benar membawa seluruh kenangan akan Mingyu kembali ke dalam ingatan. Mengingat bagaimana bodohnya ia di masa lalu yang tidak menyadari penganggumnya adalah seseorang yang berada benar-benar dekat dengannya. Wonwoo terkekeh kecil. Kisah percintaan masa SMAnya itu sungguhlah komikal namun juga menarik tanpa harus mengurangi esensi.
Ia sudah sampai di depan bangunan kecil dengan banyak bunga di sisinya. Ia mengeluarkan sebuah kunci kemudian membuka pintu bangunan itu. Dibaliknya placard bertuliskan ‘Closed’ menjadi ‘Open’. Setelah lulus, Wonwoo memutuskan untuk meneruskan usaha Florist ibunya daripada melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi. Alasannya karena passion, padahal sebenarnya ia hanya tidak mau mati muda karena harus berpusing-pusing dengan mata kuliah sambil menahan rasa rindu akan Mingyu yang kian hari kian membesar. Itu semua salah Mingyu karena seenaknya menyatakan perasaan bersamaan dengan kata perpisahan —sangat menyedihkan.
Ting
Pintu terbuka florist itu terbuka yang artinya ada pelanggan —pelanggan pertama untuk hari ini; akhir pekan di musim semi.
“Saya ingin sebucket berisi si imut daisy,” ujar seorang pria berpakaian hitam, lengkap dengan masker dan topi yang menutupi hampir seluruh wajahnya. Penampilannya cukup menyeramkan namun cara memesan pria itu cukup membuat Wonwoo tergelitik geli.
“Ini, bunganya.” Wonwoo menyodorkan pesanan pria itu. Pria itu membayar pesanannya.
“Terima kasih,” ujarnya itu sebelum meninggalkan florist.
Tapi, Wonwoo menyadari sesuatu.
“Ceroboh sekali dia, sampai-sampai dompetnya tertinggal.” Karena merasa pria tadi belum pergi terlalu jauh, maka Wonwoo berniat untuk mengembalikannya. Dan benar saja, pria itu masih di taman dekat floristnya. Dengan segera dan tergesa Wonwoo menghampiri pria itu —takut apabila nantinya ia kehilangan jejak karena bergerak lambat.
“Maaf, dompet anda tertinggal tadi,” ujar Wonwoo sopan meskipun dengan nafas yang tersenggal sehabis berlari.
Bukannya menjawab dan mengambil dompet yang disodorkan Wonwoo, pria itu justru membuka topi dan maskernya. Menunduk sejenak untuk membenarkan tatanan rambutnya yang berantakan dan membuat Wonwoo melongo di tempatnya. Narsis sekali, batinnya.
Kemudian tangannya terulur untuk mengambil dompetnya di tangan Wonwoo —masih dengan kepala tertunduk.
“Terimakasih, Wonwoo,” lirih pria itu.
Wonwoo mendongakkan kepalanya dengan bingung. Bagaimana bisa pria itu mengetahui namanya, pikirnya. Waktu seperti berhenti beberapa saat ketika tatapan keduanya bertemu. Ya, masing-masing pasang manik itu bersibrobrok menimbulkan sengatan aneh yang terasa tak asing —sangat tidak asing.
“Mingyu!?” Wonwoo berteriak keras mengabaikan tatapan aneh pengunjung taman yang ditujukan ke arahnya.
Mingyu tersenyum lebar seraya menyisir surai lebatnya ke belakang dengan jari lagi sehingga berhasil membuat sang lawan bergeming di tempatnya dengan perasaan yang kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Best Part ☆ Meanie
Fanfictionpea-chy ©2018 [REPUBLISH, REVISED] Loker dan atap sekolah menjadi saksi bisu akan benih cinta yang tumbuh di antara Mingyu dan Wonwoo.