OTW ANAK BARU

85 26 29
                                    

Pyaaarrrrr...

Suara piring plastik pecah.

"Ndak, pokoknya aku ndak setuju," suara Mama Matianak terdengar dari luar rumah.

Gue dan mas Ndra pun buru-buru masuk. Semua anggota keluarga gue sudah berkumpul di ruang tamu deket pohon kamboja. Kompleks pemakaman geger karena suara-suara berisik dari dalam rumah gue.

"Ma, Papa sudah gak tahan lagi," pinta Papa Genderuwo.

"Repot kalau nambah lagi Pa! Kita tengok Ariendra, Farrel, dan Enver saja sudah menyusahkan!" tunjuk Mama Casablanca pada gue dan mas Ariendra, "Tambah sempit lagi kuburan ini," sambungnya.

Barangsiapa yang pelit, kuburannya pun akan sempit... Ingat itu geng!

Gue, mas Farrel dan mas Ariendra cuman cemberut. Terkhusus gue dan mas Ndra yang baru datang, kami berdua cuman melongo bingung gak tau apa-apa. Bahkan sekuter mas Ariendra pun ikut bingung.

"Ada apa sih mas?" tanya gue pada mas Farrel sambil mengernyitkan dahi.

"Papa pingin anak baru lagi," bisik mas Farrel dengan mendekatkan mulutnya ke telinga gue, telinga gue mencium bau jengkol yang diawetkan 7 hari 7 malam. Iyuh.

"O", jawab gue singkat, lebih singkat dari pertemuan gue sama mbak Aera.

"Pokoknya Papa mau anak baru!" tegas Papa, "tapi karena Papa suka musyawarah, Papa ingin bertanya, adakah di sini yang mendukung keputusan Papa?"

Gue selalu suka dengan sikap Papa, meskipun keras kepala, tapi dia tak pernah memaksakan kehendak, selalu saja menyelesaikan masalah dengan musyawarah. Semua terdiam bisu. Papa kemudian melihatku.

Gue sebagai anak kesayangan, tentunya tak mau jika kasih sayang Papa berkurang jika nanti ada anak baru, gue harus memikirkan jauh ke depan. Tapi, gue juga gak bisa menolak keputusan Papa, Papa selalu mendukung gue, masak gue gak balik dukung Papa. Akhirnya otak gue terpakai juga. Sudah lama tak berpikir keras.

"Enver setuju Pa!" gue angkat bicara.

"Apa kamu bilang?" teriak Mama Si Manis Jembatan Ancol, duh, namanya panjang banget, kemudian wajah manisnya berubah menjadi wajah asin masako.

Semua pandangan tertuju ke arah gue. Seperti ini ya rasanya di perhatikan. Hihi.

Sambung Mama Casablanca, "Hei, apa kamu gak salah, Ver?"

"Baiklah, lima suara melawan satu suara, jadi, keputusannya Papa akan buat anak baru," menurut Papa, satu suara saja sudah cukup untuk memutuskan suatu musyawarah.

"Hmmm, adil sekali emang Papa gue," gumam gue.

"Tapi, Pa..." protes mas Farrel, mas Ndra cuman pasrah tak peduli.

"Tidak ada tapi-tapian, keputusan sudah diputuskan dalam musyawarah," jawab Papa, sambil mengambil palu di dapur kemudian mengetokkannya di atas batu nisan.

"Tapi, Pa..." gue kemudian angkat bicara lagi, gue kemudian bicara dalam hati, "Tidak semudah itu Papa, haha..."

"Ada apa lagi, Ver?"

"Enver setuju Papa ingin punya anak baru, Enver tahu kalau Papa sudah gak tahan lagi kan, tapi Enver punya satu syarat," celoteh gue, semuanya penasaran.

"Apa itu syaratnya?" tanya Papa terheran.

"Mama bilang kalau nambah anak, kuburan akan sempit," (selain itu gue juga ga mau kasih sayang Papa berkurang), "makanya, Enver minta syarat kalau anak baru Papa harus manusia, karena kan tidak mungkin tinggal di sini..." kepala mas Farrel dan Ariendra mengangguk-angguk.

"Hmmm... Terkadang anak itu memang pintar," puji mama Matianak. Cih. Baru tahu ya kalau Enver pinter?

Papa terlihat kebingungan, gue yakin Papa membutuhkan satu suara gue buat menang di pemilu yang sangat ketat ini.

Papa sudah tidak tahan lagi ingin punya anak baru, "Baiklah, Papa setuju!"

Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana membentuk gen genderuwo dan gen manusia agar menjadi sebuah gen manusia? Hanya satu hantu yang bisa menjawabnya...

***
Pukul delapan malam, Papa pun segera bergegas pergi ke Gunung Lawu. Papa ingin bertemu dengan Popobawa. Popobawa merupakan hantu genderuwo yang sangat sakti. Perawakannya besar, mempunyai sayap burung unta di punggungnya. Papabowo dulu lahir di Zanzibar, Afrika. Dan sekarang ditunjuk sebagai Menteri Teknologi dan Informasi Genderuwo Dunia, penempatan kerja di Gunung Lawu. Dia tahu banyak hal, termasuk salah satunya adalah jawaban tentang apa yang diinginkan Papa Genderuwo. Tapi, dia juga bisa berubah wujud, makanya akan sulit sekali untuk mencarinya.

Dengan semangat penuh nafsu ingin punya anak, Papa berangkat menggunakan sepeda ontel layang amfibi miliknya. Sepeda itu merupakan sepeda peninggalan nenek moyang kami yang sudah dipakai untuk mengarungi bahtera dan seluruh samudra di dunia. Nenek moyang genderuwo juga seorang pelaut, bedanya mereka menggunakan sepeda layang amfibi, bukan perahu, karena nenek moyang kami sedikit lebih canggih.

***

Suara burung hantu dan suara gesekan antara dua batang pohon memecahkan keheningan di Gunung Lawu. Udara begitu dingin. Papa Genderuwo sudah sampai di Hargo Dalem, sekitar 1 menit perjalanan dari Sendang Drajat (jika menggunakan sepeda layang amfibi).

"Hey, Popobawa, elu di mana?" teriak Papa Genderuwo.

Krettt... Krettt...

Hanya terdengar gerakan pohon bambu yang tertiup angin. Tak ada tanda-tanda hantu di sekitar sini. Papa pun kemudian bergegas naik lagi.

Tiba-tiba, Papa melihat seekor pinguin sebelum puncak Hargo Dumilah, puncak Lawu.

"Aneh, ada pinguin nyasar ke gunung," Papa berceloteh sendiri.

Sungguh penampakan yang sungguh langka jika kalian mendaki gunung kemudian melihat seekor pinguin lucu, beruntung sekali memang Papa Genderuwo.

"Tunggu, tunggu..." Papa pun ingat sesuatu, "Papabowo kan bisa berubah wujud jadi apa saja. Woy pinguin, elu Papabowo kan? Ngaku gak lu..."

Pinguin itupun berubah menjadi sesosok genderuwo kekar dan bersayap.

"Hebat juga kamu, bisa menemukan aku! Ada perlu apa?" dia bertanya.

Gue sungguh kagum pada Papabowo, sungguh penyamaran yang sulit sekali di tebak. Tapi, gue lebih kagum lagi pada Papa Genderuwo yang lebih pinter menebaknya.

"Gue mau tanya, gimana cara gue biar kalau malam Jum'at Kliwon nanti, anak gue manusia?" tanya Papa.

"Tepat sekali kau bertanya padaku. Kalau kamu ingin anakmu manusia, yang pertama, kamu harus mencari sehelai rambut tuyul, kemudian membungkusnya dengan bungkus permen Fisherman's. Lalu, kuburlah di belakang rumahmu. Yang kedua, sampai malam Jum'at Kliwon, kamu gak boleh pipis berdiri."

Kasihan Papa, syarat-syaratnya gue rasa terlalu berat, selama ini aku belum pernah lihat satupun keluarga Hastama yang punya rambut. Sial.

Target yang pertama, keluarga Hastama...

*****
Hihi. Penasaran sama cerita selanjutnya? Sabar geng. Semua butuh proses. Menunggu balasan doi aja butuh kesabaran loh. Wkwk. Author mengucapkan terimakasih buat kalian yang sudah vote, tunggu di part #12 yaaaa. Ciii yuu...

Pangeran Enver & Papa GenderuwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang