GENERASI PERTAMA TUYUL GONDRONG

94 20 31
                                    

Ruang tamu Enver, sekitar pukul delapan malam.

“Kamu beneran pingin punya rambut?” tanya Papa.

Haar hanya mengangguk, “iya om.”

“Baiklah, nih Ver, pegangin seledrinya,” Papa memberikan seledri kepada gue.

Kemudian Papa membuka krim lidah buaya, “Om, akan mengoleskan krim ini ke kepalamu. Selama proses pengolesan, kamu harus yakin kalau kamu bisa punya rambut. Karena di mana ada kemauan dan keyakinan, pasti disitu ada jalan. Om sebenarnya tidak tahu tentang obat penumbuh rambut, tapi setelah om bertapa kemarin, om menemukan jawabannya. Semoga saja benar. Nanti setelah tumbuh satu rambut, makanlah seledri ini. Mengerti?” oceh Papa.

Lagi-lagi Haar hanya mengangguk.

Papa pun kemudian mengoleskan krim itu ke kepala Haar menggunakan dua tangannya. Tekstur krimnya seperti serbuk oreo yang kasar. Gue pun hanya melongo melihatnya.

Setelah kurang lebih tujuh menit berlalu, tiba-tiba Haar merengek kesakitan. Kemudian Papa bergegas menyuruh gue untuk mengambilkan air. Gue ke belakang sebentar mengambil seember air.

“Ini, Pa.”

Papa kemudian membilas kepala Haar menggunakan air sampai tubuhnya juga basah kuyup. Setelah bersih, kami semua tercengang karena melihat satu helai rambut muncul dari tengah-tengah kepala Haar. Sehelai rambut itu sangat halus dan berwana pirang, panjangnya sekitar 7,5 cm.

“Horeeeee...” kami semua yang ada di situ berteriak kegirangan.

“Cepat, makan seledrinya,” perintah Papa.

Gue pun memberikan seledri itu ke Haar. Dia lalu melahapnya dengan satu gigitan.

Mata kami semua melotot ke arah kepala Haar yang sudah ditumbuhi satu helai rambut. Tak berkedip sekalipun. Hingga tiga jam berlalu, mata kami masih melotot, masih tetap gak berkedip.

"Mmmhh... Perih... Mhhh... Mimi perih" gue mengibaskan tangan ke mata gue.

Benar-benar perih. Menurut gue lebih perih dari sakit gigi. Gak percaya? Coba saja gak berkedip selama tiga jam geng.

Arghhh...

Gue sudah gak tahan. Akhirnya gue menyerah. Papa pun ikut lesu. Kami semua pasrah. Tidak ada tanda-tanda lainnya. Gue menundukkan pandangan.

Tapi tiba-tiba, Haar mengerang sangat keras, sampai-sampai telur burung hantu dekat rumah pada berjatuhan semua. Calon baby burung hantu yang malang.

Tak terkendali, erangan Haar semakin menjadi-jadi, sudah seperti erangan orang yang tidak buang air besar selama 27 bulan, atau seperti erangan tikus yang mau melahirkan bayi gajah. Kuat sekali. Gigi gue yang agak maju menjadi ngilu semua. Sialan.

Dan akhirnya, perlahan tapi pasti, gue sama Papa dengan mata kepala kita masing-masing melihat secara langsung rambut tumbuh dari balik kepala Haar. Proses penumbuhan rambut itu berkisar kurang lebih 4 menit. Jadi menurut perhitungan matematis Enver, setiap setengah menit, menumbuhkan rambut sepanjang 1 cm.

Jeng... Jeng... Jeng...

Akhirnya selesai juga. Enver langsung terpesona melihat Haar dengan rambut barunya yang tumbuh dan berwarna pirang.

“Mirip Justin Bieber ya Pa,” ujar gue.

“Iya Ver.”

“Enver juga mau Pa minta krimnya biar kayak Justin Bieber juga.”

“Gak boleh!” tegas Papa.

Padahal Enver juga pingin punya rambut seperti Haar yang mirip Justin Bieber, kalau enggak, cukup buat mengoleskan ke bulu ketek Enver supaya lebih panjang melebihi panjang rambutnya Rapunzel. Unch.

Huuu...

Semenjak saat itulah, hari ini dikenal dengan peristiwa Hari Mengerang. Karena pada saat itu, berkat erangan Haar yang kuat, ia bisa menumbuhkan rambutnya, menjadikan ia sebagai generasi pertama Tuyul Gondrong. Mulai saat ini gak ada yang menyebut tuyul itu selalu botak. Tapi gue juga prihatin jika budaya khas botak tuyul menjadi luntur. Karena kan tuyul dikenal masyarakat luas dengan budaya kebotakannya, tapi mungkin lama-kelamaan juga akan tergerus oleh arus globalisasi.

“Selamat Haar,” ucap Papa.

Kemudian Haar meneteskan air matanya. Ia sangat terharu karena impian kedua orang tuanya tercapai, keinginan agar Haar suatu saat punya rambut.

Kuncinya ada empat, yaitu keyakinan, krim penumbuh rambut ekstra lidah buaya, dua buah seledri, dan erangan.

Gue dan Papa juga ikut senang, apalagi Papa, dibalik ekspresinya yang kalem, terdapat rasa bahagia yang luar biasa dalam hatinya. Kalau tidak ada siapa-siapa, pasti Papa sudah berjingkrak-jingkrak seperti genderuwo kepanasan. Ya. Benar sekali. Satu syarat agar punya anak hampir terpenuhi. Papa pun kemudian meminta lima helai rambut Haar.

“Loh, bukannya cuman satu ya Pa yang dibutuhin?” tanya gue curiga.

“Buat jaga-jaga,” Papa sekarang jadi pintar ngeles.

“Jangan-jangan...”

“Ah sudah-sudah. Kalau cari bungkus permen fisherman’s dimana ya?” potong Papa, “Papa lupa nanyain ke Papabowo.”

Sambil mengelus-elus rambut barunya, Haar berkata, “kalau setahu saya om, fisherman’s itu nelayan. Nah, kalau dihubungkan sama permen, sepertinya saya tahu om hantu nelayan yang suka mencari permen di laut. Dia tinggal di pesisir selatan Pulau Jawa. Sebenarnya dia adalah seorang Raja Hantu penguasa pantai selatan, tapi dia senang menyamar menjadi hantu nelayan supaya bisa makan permen setiap hari.”

Enver pun baru dengar pertama kali soal Raja Hantu penguasa laut selatan. Sebelumnya yang Enver tahu hanyalah Ratu penguasa pantai selatan, yaitu Nyai Roro Kidul yang super duber cantik jelita. Mungkinkah yang dimaksud Haar ini adalah suaminya Nyai Roro Kidul. Hm, sepertinya ekspedisi Papa semakin seru saja.

“Dimana tepatnya Haar? Laut selatan kan luas banget,” keluh Papa.

“Wah saya kurang tahu juga om, mungkin Om Flying Dutchman tahu, dia kan mantan nelayan juga.”

Papa hanya menggangguk. Gue hanya diam penasaran berfikir apa yang ingin Papa lakukan selanjutnya. Gue seperti ingin membedah seluruh isi otak kepala Papa. Bangga gue punya Papa yang pemikirannya begitu taktis dan hebat.

Sepertinya target kedua adalah Om Flying Dutchman. Terakhir gue sama Papa ketemu waktu acara festival layang-layang di lapangan Yuwana. Rasanya semakin sulit saja. Om Flying Dutchman tidak hanya tinggal di satu lautan saja, tapi dia hantu Internasional, yang pasti senang belayar mengarungi lautan di seluruh dunia. Pasti akan susah mencarinya, malahan kalau menurut Enver, lebih mudah mencari Fisherman’s langsung yang hanya berkuasa di laut selatan saja.

Satu hal yang pasti, sejarah akan mencatat, awal kisah Tuyul Gondrong bermula dari keinginan Papa Genderuwo untuk punya anak. Hore.

Next >>> Permen Fisherman’s

Pangeran Enver & Papa GenderuwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang