Kuliah bukan hanya sekedar belajar, tapi sekaligus bertahan hidup.Koridor penuh. Berderet mahasiswa memenuhi koridor depan ruangan dosen dengan kertas ditangan. Gumaman tak jelas terasa memantul diantara dinding koridor, membuat suasana riuh karena obrolan dari kumpulan mahasiswa yang tengah menunggu. Ada yang bergumam cemas, atau ada yang mengeluh karena kepanasan.
“Macem dendeng dijemur.”
“Apaan?”
“Kita-lah, gila ini lorong penuh sama manusia. Mana panas banget lagi berebut oksigen."Brian mendengus, tangan kirinya menahan beban tubuhnya ditembok, sementara tangan kanannya menggenggam setumpuk kertas dengan tulisan tebal ‘Proposal Tugas Akhir’. Mata tajamnya menatap pintu yang tertutup tak jauh didepannya, sambil sesekali menatap jam digital yang berada tepat diatas pintu ruang dosen. 15 menit lagi.
“Jam istirahat lama banget. Belum lagi gua mesti kelas habis ini.” Lelaki di samping Brian mengeluh, sambil melihat sekeliling dengan cemas. Berapa lama mereka harus mengantri demi sebuah tanda tangan? Apalagi setelah ini ada beberapa mahasiswa yang harus masuk kelas.
“skip kelas aja, nilai lu kan bagus pas ujian kemarin.” Ujar lelaki bernama Satya sambil menepuk pundak si anak yang cemas bernama Wira. Wira menggeleng, matanya berkilat ragu. “Gak bisa bang, jatah bolos gua udah gua habisin minggu kemarin.” Ucapnya cepat sembari menatap ke arah anak tangga, seketika itu juga kedua matanya membulat.
“itu bang Jae ya? Kok baru dateng sih dia?”
Brian serta Satya lantas menoleh ke arah tangga, lebih tepatnya ke arah lelaki bernama Jeffrey alias Jae yang berjalan dengan langkah pelan. Tubuhnya yang tinggi membuatnya tidak sulit untuk ditemukan diantara keramaian, matanya terkesiap kaget melihat keramaian diujung tangga, terlalu banyak orang disini, batinnya.“Woi! Sini Jae!” Seru Brian. Suara Brian agaknya terlalu lantang, hingga membuat seisi lorong menoleh kearah mereka. Satya menyikut Brian, tanda bahwa dia harus mengecilkan volume suaranya. Tapi sang target langsung melihat mereka, dan dengan agak terburu dia berjalan menghampiri, kacamatanya berkilat-kilat.
“Ah gila ini mah gak bakalan kelar sehari!” Ucap Jae cepat begitu memasuki barisan. Matanya yang kecil namun tajam menatap sekeliling, lalu berdiri tepat dibelakang Wira yang mengangguk menanggapi ucapannya.
“Iya, mana gua habis ini ada kelas lagi.”
“Lu darimana aja sih Jae? Rapat Lab?”Pertanyaan Satya disambut anggukan kepala Jae. Dia menarik nafas panjang, dan membuangnya lambat-lambat, nampaknya dia sangat kelelahan hari ini.
“Asisten sih, jadi sibuk.”
Ucapan Satya disambut lirikan tajam Jae. Benar, hari ini sangat melelahkan baginya. Hari ini ada rapat rutin pembahasan bahan ajar, lalu Jae harus print ulang proposalnya karena ada yang salah di beberapa bab, belum lagi dia harus kuliah dari pukul 7 pagi, dan nanti malam dia harus membahas beberapa hal tentang lab lagi. Rasanya ingin pingsan saja. Terkadang ada sedikit rasa menyesal dalam hati Jae, kenapa dia mendaftar untuk asisten lab? Awalnya dia sangat bersemangat, tapi lama kelamaan semangatnya padam juga. Jae lantas mendengus.“Nginep lagi kayanya gua di kosan Dewa.” Ucapnya.
Yah, sudah dua hari Jae tidak pulang kerumah karena aktivitasnya yang menyita waktu hingga tengah malam. Rumah Jae bisa dibilang jauh dari kampus, daripada membahayakan diri dengan pulang terlalu larut, Jae akhirnya menumpang tidur di kosan Dewa, junior mereka sekaligus rekan band mereka yakni band Enam Hari. Jae, Satya, Brian, Wira serta Dewa adalah rekan satu band. Memang hanya band kampus, tapi mereka cukup terkenal karena lagunya yang enak, terutama liriknya yang sangat tajam dan menyentuh hasil dari tangan dingin Brian, sang pujangga Enam Hari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Day6 Series : Revisian Jae
ФанфикHanya sepenggal kisah dari para mahasiswa tingkat akhir. Kau mungkin akan belajar banyak, dan menjadi lebih kuat.