PROLOG

33.8K 73 18
                                    

   Pagi itu adalah hari yang cerah, cukup cerah untuk para burung yang beterbangan dari dahan ke dahan dengan riang. Namun, dugaan itu salah ketika melihat wajah seorang gadis di sana, dia sedang berdiri lengkap dengan seragam sekolahnya di dalam rumahnya. Mata bulatnya menatap pantulan cermin di hadapannya dengan tatapan datar, seolah tak ada yang menarik di sana.

   Tatapannya beralih pada jam dinding yang tergantung tak bersalah. Sudah menunjukkan pukul tujuh, tak kurang dan tak lebih, bibirnya tergerak, seolah mengatakan kata 'shit'.

   Gadis itu menghirup udara segar sangat panjang, seolah itu adalah sesuatu yang langka, padahal itu hal yang dilakukannya setiap detiknya.

   Tak pikir panjang, Ia langsung menyambar tasnya dan berlari ke persimpangan rumahnya, ia sudah terlambat. Jangan heran, itu memang sudah rutinitas sehari-harinya. Ditambah dengan angkutan yang sepi, menambah paket keterlambatannya.

   Di sisi lain, seorang gadis yang sedikit pendek berusaha menyandang tas yang sama kecilnya dengan dirinya dan mengejar ayahnya yang tak jauh darinya.

"Bentar, dad!" Ujarnya lagi sambil memakai sepatunya dengan terburu-buru.

   Kaki kecilnya mengikuti langkah demi langkah dari ayahnya yang mau menaiki motornya, dan melaju meninggalkan kediaman mereka dan membelah sunyinya jalanan di pagi itu.

   Sedangkan di kawasan gerbang sekolah, seorang gadis berkaca mata yang bertubuh cukup berisi, namun tak memasuki kriteria gemuk. Keluar dari mobil berwarna hitam setelah berpamitan dengan mamanya.

   Dengan tampang polos dia berjalan santai, seolah tanpa beban sambil menjinjing tas untuk buku-buku tebalnya dengan setia.

   Langkahnya terhenti ketika melihat senyuman lebar seorang gadis yang sama berkacamata dengannya, namun gadis itu sedikit lebih kurus dengan kulit sawo matang, Dia merentangkan tangannya.

   Hal itu membuat kehidupan tanpa beban sang gadis tadi menghilang digantikan oleh pagi yang buruk. Dia mengambil ancang-ancang berlari ke arah parkiran. Acara lari-larian pagi pun tak dapat dihindarkan lagi, bahkan gadis yang baru saja diantarkan ayahnya itu juga ikut-ikutan, entah sejak kapan.

  Tak jauh dari sana seorang siswi berlari dengan cepat dari angkutannya ke arah gerbang. Ketiga siswi tadi tak menyadari hal itu dan,

'buk!'

Ow.. sepertinya itu sakit. Namun,

Terdengar suara gelak tawa dari mereka berempat tanpa memedulikan posisi dan tempat mereka saat ini, sungguh masa muda yang indah.

Mereka berempat terduduk dengan kondisi mengenaskan. Beberapa orang yang lewat hanya tertawa kecil dan mengabaikan mereka. Seolah itu sudah terjadi sehari-harinya.

"Hyazo, Minami, Aiko, Noku!" Panggil seseorang mendekat sambil mengkode dengan matanya ke arah lobby.

Di sana terlihat nenek lampir. Ralat, kepala sekolah tengah menatap tajam ke arah mereka berempat yang terlihat hanya menggunakan tampang polos mereka satu-satu.

Keempat gadis tersebut langsung  memperbaiki posisi mereka ketika menyadari ada seseorang melihat mereka dengan wajah sinis, itu adalah kepsek.

Mereka semua secara serempak berlari ke arah kelasnya masing-masing.

Siswi yang hampir terlambat tadi tersenyum, kejadian tadi masih teringat jelas olehnya.

Tapi tunggu dulu, ini bukan cerita dia. Tapi cerita mereka.

Tadi itu hanyalah salah satu dari semua kekonyolan kami, ada seribu satu cerita lagi yang ingin kami ceritakan kepadakalian semua, mungkin takkan sempat, dan juga kami tak tau bagaimana menceritakannya. Karena sensasi bahagia ini hanya bisa dirasakan sendiri tanpa mendengar cerita dari mulut ke mulut.

HYAZOinLUST as Leo Hyazo
ManamiOgawa as Minami Ogawa
RaraPracna16 as Aiko Komori
The own acount as Chosha no Kuru

The SangersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang