Rain

8 1 0
                                    

Juji : Dia akan dimakamkan siang ini. Aku dan teman sekelasku akan segera kesana. Mau bareng?

Me : Tidak. Aku berangkat sendiri.

Aku pergi meninggalkan kelas yang jamkos tanpa mengajak Jaz yang juga teman dekatnya.

Me : "Jaz, bisa bantu aku? Aku mau pergi sebentar."

Jaz : "Mau kemana?"

Me : "Ada urusan. Aku harus pulang sekarang. Buatkan alasan yang bagus untuk surat izinku.

Jaz : "Baiklah."

Ini pertama kalinya aku bersikap seperti itu ke Jaz. Dia pasti menyadari jika ada sesuatu yang penting terjadi. Karena itu dia tak banyak bertanya.

Cepat atau lambat, Jaz pasti akan mengetahuinya. Dia juga akan menyusul jika mau. Aku tidak menerima kenyataan ini. Sesuatu yang kubiarkan dengan semestinya ini, apakah baik untukku?

Tanpa berlama-lama lagi, aku pergi dari sekolah dan pulang ke rumah. Jalan yang sepi dan langit yang mendung terasa sangat menyedihkan. Tak lama kemudian, rintik hujan turun dari langit. Seolah-olah langit mewakili apa yang kurasakan.

Setelah sampai rumah, aku mengganti pakaian dan menggunakan kekuatanku untuk mencari alamat tepat rumah Lisa karena yang ku tau hanya alamatnya secara garis besar saja, bukan alamat lengkap.

Saat aku akan berangkat, langit tak lagi menurunkan hujan rintik. Kulihat dikejauhan, awan mendung hendak pergi meninggalkanku. Meskipun begitu, sinar matahari yang panas belum menembus tebalnya awan diatas.

Ketika aku sampai disana, suasananya sudah sangat ramai. Aku sudah tak peduli untuk menggunakan kekuatanku. Apa yang telah terjadi telah kuketahui dengan sekejap.

Tadi malam sekitar 30 menit setelah operasi selesai, 15 menit sebelumnya ibunya memberi kabar kesemua orang termasuk aku. Setelah itu, tiba-tiba kondisi Lisa langsung drop. Semua orang heboh dan terkejut, melepaskan wajah penuh harapan yang tadi begitu berseri.

Tak lama kemudian, dokter angkat tangan. Katanya dia sudah tidak ada harapan lagi. Operasi memang tidak menjamin keselamatannya. Ibunya tidak bisa memberi kabar lagi. Dia tidak kuat menerima kabar yang berbeda dari harapannya sebelumnya. Malam itu juga, dia diterbangkan pulang ke rumah duka.

Hujan yang reda membuat proses pemakaman jadi lebih mudah, terutama saat di makam. Aku mengikuti semua prosesnya sampai dia akan dimakamkan. Lubang galian yang sempit ini adalah tempat istirahat terakhirnya. Aku melihat dengan dekat dan mengamati jenazahnya. Berharap ada keajaiban yang datang.

Sepanjang sesi berdoa, aku terus mengamatinya. Aku juga akan seperti itu suatu saat nanti. Rasanya aku tidak terima dengan kenyataan ini. Masih ada hal yang harus kutepati padanya. Saat sesi berdoa hampir selesai, akhirnya aku mulai bisa merelakan kepergiannya.

Imaginator 2 : HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang