BAGIAN 3 - EGOIS

8 3 1
                                    

Aku benar-benar pergi jauh darinya. Pulang sendiri bahkan beberapa kali bertemupun kami tak saling menyapa. Tentu saja ini bukan hal yang baik untukku.

"San, ada apa?" tanya Aya, salah satu teman lamaku.

"Oh, Aya. Gapapa kok. Lagi nggak ada kerjaan aja, sih. Lo nggak masuk kelas?" tanyaku kemudian.

"Nggak sih, lagi nggak ada guru"

Aku hanya membulatkan bibirku mengerti apa yang dikatakannya.

"Eh, San. Lo temen baiknya Airlanggakan?" pertanyaannya kini membuatku menoleh.

"Eh iya, ada apa?" yaa.. Bagaimana pun dia kan tetap menjadi teman baikku.

"Nggak sih. Ya dia masa ngajakin gue jalan besok. Gatau deh aneh banget itu anak. Padahal baru tadi malem gue mulai chat..."

"Lo mau, Ya?" tanyaku memotong pembicaraan.

"Ya.. Mau sih. Awalnya gue nolak. Tapi, katanya hari ini dia ngajak lo. Makanya barusan gue mau tanya sebenernenya. Lo nanti ikut kan?" ucapan Aya kini membuat alisku bertautan.

"San, lo ikutkan?" ulangnya kini membuatku gelagapan.

"Oh, iya nanti gue ikut kok kayanya" jawabku asal.

"Okedeh. Gue pergi dulu ya, mau ke kantin. Nanti pulang sekolah ya, San" ucapnya kemudian pergi meninggalkanku.

Apa maksudnya ini? Setelah Airlangga marah karena arlojinya, dia justru membawaku kembali pada kisah cintanya.

***

"Airlangga!" panggilku cepat diikuti langkah yang menderu di koridor sekolah.

"Kenapa?" wajahnya terlihat datar.

"Soal Aya. Apa maksudnya?" tanyaku langsung pada pokok permasalahan.

"Temenin" singkatnya masih dengan wajah yang sama.

"Ngga, buat apa sih ditemenin. Kan ini juga bukan pertama kalinya lo jalan sama perempuan," sahutku cepat.

"Ya gapapalah. Dia juga butuh temen perempuan. Lo kan temen SD nya dan lo juga temen gue. Lo bisa akrab sama kita berdua. Paskan?" jelasnya kini mulai bersedekap.

"Nggak gue nggak mau"

"Lah, gue udah terlanjut bilang mama lo. Temenin gue atau, gue aduin kalo lo ingkar janji sama gue" jelas Airlangga mulai mengancam.

"Ih, apaan sih lo!" ucapku sembari memukul bahunya. "Dasar tukang ngadu," lanjutku lalu pergi meninggalkannya.

***

Kini aku benar-benar semobil dengan mereka berdua. Percakapan hangat yang sedari tadi terjalin tak sama sekali membuatku larut. Lidahku terada kelu bahkan otakku beku untuk sekedar membuat pembicaraan baru. Lewat kaca mobil aku sebenarnya tahu beberapa kali Airlangga melihatku dari situ. Aku tidak peduli. Dia mungkin sekarang hanya menganggapku sebagai asistennya untuk berkencan. Apa juga yang harus kubanggakan dari ini. Tidak ada.

"Kita mau nonton apa dong?" Aya memulai pembicaraan setelah beberapa menit kami berjalan menuju pintu masuk suatu mall.

Aku maish tidak peduli. Terserah mereka mau lihat apa, yang kkupikir aku bisa tidur di dalam sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang