2

4 0 0
                                    

Namaku Aurora Cinta. Cantik bukan? Nama itu merupakan hadiah dari orangtuaku saat mereka menyambutku datang di dunia ini, dengan harapan bahwa aku akan menjadi cahaya penerang bagi orang lain dan hidup penuh dengan cinta. Entah harapan itu telah terwujud atau tidak bagi mereka, karena tepat setelah usiaku bertambah menjadi 17 tahun, aku menghembuskan nafas terakhirku. Dalam detik-detik terakhir hidupku, aku berandai apa yang akan terjadi setelah kehidupan. Apakah itu gelap mencekam? Atau justru damai dalam ketenangan? Kenyatannya, kehidupan setelah kematian bagiku bukan keduanya.

Setelah kecelakaan yang merenggut nyawaku itu terjadi, aku terhentak bangun, seakan-akan ada tenaga yang menarikku kembali, layaknya orang tenggelam yang ditarik kembali ke daratan. Namun aku tidak bangun di dunia yang hidup. Aku berada di dimensi lain, dan aku sendiri tak bisa melihat apapun kecuali diriku sendiri. Aku berada di sebuah ruangan berdinding abu-abu. Sebuah lampu menyala tepat di atasku dan sebuah cermin tepat di depanku. Baju yang kukenakan masih sama seperti baju yang kukenakan hari itu. Dan aku tidak berbohong ketika aku berkata yang bisa kulihat hanyalah diriku sendiri. Diriku yang malang, pikirku. Lucunya, semakin lama kutatap bayanganku pada cermin itu, semakin aku merasa marah dan murka pada nasib yang meletakkanku di sini. Seolah-olah bayanganku sendiri mengejekku yang bodoh dan terjebak dalam lelucon kematian. Aku mengepalkan tangan kananku dengan keras, mengangkatnya ke atas, dan memukulkannya ke cermin itu. Namun cermin itu tak pecah, justru aku tertarik lagi, entah kemana tujuanku kali ini, dan betapa terkejutnya aku ketika aku kembali berada pada pesta ulang tahunku, tepat saat aku hendak meniup 17 lilin di hadapanku. Entah apakah ini hanyalah lelucon yang lain atau justru kesempatan kedua bagiku.

The Other SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang