Whisper

601 57 2
                                    

Warning! THIS IS AN AU STORY!
.
.
.
Kamis, Desember 201x, badai besar melanda kota Seoul.

Seperti dalam kisah dongeng, petir menyambar satu sama lain. Angin dingin bertiup kencang hingga merusak terpal-terpal pedagang kecil di pinggir jalan bagaikan cakar binatang. Sebagian orang malas keluar, memilih bersembunyi di bawah selimut dan menikmati mimpi indah hingga hujan berhenti.

Berbeda dengan laki-laki di sana. Setengah basah kuyup menatap pintu dihadapannya. Sorot matanya menampakkan kebimbangan. Apakah dia harus mengetuk atau tidak?

Beruntung, permukaan pjntu itu terayun ke dalam. Menampakkan seorang wanita paruh baya yang terpana.

"Taekwoonie! Untung kau kemari. Masuklah. Apa Hakyeon yang memanggilmu? Oh, bukan ya? Kakau begitu, bisakah kau menemani Yeonie malam ini? Kami ada acara di gedung sebelah. Kemungkinan sampai tengah malam. Hakyeonie bersikeras ingin sendirian tapi itu malah membuatku tambah khawatir. Tidak masalah, kan?"

Tanpa perlu pikir dua kali lagi Taekwoon menyetujui permintaan tersebut. Ibu Hakyeon sudah seperti ibunya sendiri jadi mustahul menolaknya. Apalagi jika berkaitan dengan keselamatan Hakyeon.

Taekwoon baru saja keluar dari kamar mandi ketika Hakyeon lewat melintasi ruang tamu. Pria bertubuh lebih pendek itu tersentak kaget. Mendesis kecil sebagai umpatan.

Hakyeon mengamatinya dari atas ke bawah, dan menaikkan alisnya bingung.

Taekwoon berdehem, mengekorinya tanpa sadar ke ruang tengah. "Aku berniat berteduh sebentar tapi ternyata disuruh ibumu sekalian menginap di sini."

Hakyeon memicingkan mata curiga, yang dibalas kedipan polos Taekwoon. Lantas ia mengangguk. Satu tangannya mengajak Taekwoon duduk di sofa, dan dengan santainya ia menggoyangkan kotak eskrim. 'Mau tidak?'

Anehnya, atau ini sebuah keajaiban tertentu, Jung Taekwoon menggeleng pelan. Memilih bersedekap sembari bersender di dinding.

Rasa heran mengusik Hakyeon akan tetapi dia tak mau ambil pusing. Paling-paling Taekwoon sedang mood bergengsi ria. Selagi fokus ke layar televisi, dia tak menyadari Taekwoon terus mengamatinya bagaikan polisi memperhatikan anak buahnya bekerja.

Untuk alasan tertentu, Taekwoon merasa gelisah. Sesuatu mengganggunya. Mencampur aduk semua perasaan negatifnya hingga dadanya terasa sesak.

Akibat kejadian itu, cahaya kehidupan seolah meredup dari mata Hakyeon. Pria itu banyak melamun, menolak bertemu siapapun, dan nafsu makan yang berkurang membuatnya terlihat kurus.

Bagaikan tengkorak yang ditinggalkan

Semua orang berusaha mengajak bicaranya namun balasan dari Hakyeon hanya berupa senyum miring. Seakan-akan tak tahu lagi harus berkata apa untuk mencurahkan isi hatinya.

Ia hancur

Malam itu, mereka berenam baru saja pulang dari bioskop. Berjalan kaki dengan mantel menyelimuti seluruh badan. Jung Taekwoon masih ingat apa saja yang mereka bicarakan.

"Hyung, pulanglah! Kami masih ingin lanjut main game," Hongbin berkata di sela-sela tawanya.

Sanghyuk merangkul Hongbin erat. "Betul, hyung. Aku malas mendengarmu mengoceh. Pulanglah, hus hus."

"Ya! Beraninya kalian!" Hakyeon melayangkan sabetan-sabetan telapak ke leher mereka dan aksi kejar tangkap pun terjadi.

Sementara itu, Taekwoon menghisap susu pisangnya penuh perasaan sembari bersisian dengan Wonshik. Jaehwan sendiri sudah pergi bergabung ikut meramaikan suasana.

"Apa yang mereka lakukan? Ini masih jam 5 pagi," keluh Wonshik seperti kakek-kakek.

"Entahlah. Ya! Hakyeonie! Apa kau mau menginap?" Taekwoon memanggil.

Good NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang