BAB 01 AUMAN

55.2K 6.3K 175
                                    

ASLAN ADYATMA SERKAN. Aku mengetik nama itu berkali-kali. Dia bos yang membuatku pusing satu harian ini. Perintahnya ini itu bahkan bukan job ku saja dia berikan. Katanya aku masih dalam masa training, meski aku karyawan pindahan. Jadi dia memperlakukanku seperti aku masih baru. Hanya saja semua aku lalui dengan ikhlas. Toh dia juga manusia kan? Menerkamku tidak bisa bisa membuatku berdarah-darah, tapi dasar memang Aslan dia seperti singa yang kelaparan saat ini. Mengaum dengan seenaknya. Mengganggu suasana yang damai di kantor ini.

"Mbak, itu bos kenapa lagi sih? Bukannya tadi pulang survey market sama Mas Romi ya?"
Sinta yang baru saja duduk di kursinya berbisik di sebelahku. Benar saja, Aslan tidak memberiku kubikel untukku sendiri. Dia menyuruhku satu kubikel dengan Sinta yang statusnya magang. Dan alhasil kubikel sempit ini kami gunakan berdua.

"Enggak tahu. Tadi Romi bilang karena mereka gak dapat tempat yang sesuai untuk launching produk baru kita. Jadi pulang udah marah-marah, sekarang Mbak Retno kayaknya yang lagi diaumin."

Ucapanku membuat Sinta tergelak tapi bersamaan dengan pintu ruangan si bos yang terhempas begitu saja. Kubikel Sinta ini padahal berada di depan persis ruangan si bos. Mbak Retno yang keluar dengan muka merah kini hanya melirikku sekilas dan memberi tanda kalau bos galak sedang mengamuk. Aku langsung sibuk dengan laptop di depanku. Sudah 3 hari aku bekerja di sini, dan untung saja lolos dari terkamannya. Karena 3 hari ini dia hanya memberiku pekerjaan yang remeh temeh. Kayak membuatkannya kopi, atau memberesi file-fie yang menumpuk di mejanya. Padahal aku kan divisi marketing, tapi diperlakukan seperti asistennya saja.

"Yang namanya Sofia mana?"
Sinta langsung menyenggol kakiku begitu mendengar auman Aslan lagi. Otomatis aku beranjak berdiri dan mengacungkan diri. Sungguh seperti anak SMA yang dipanggil guru di depan kelas.

"Masuk!"
Aku melirik Sinta kemudian kepala Romi yang ada di kubikel sebelah membuat aku menyeringai saat Romi memberikan tanda seperti menggorok leher. Aku melangkah mendekati ruangan Aslan dan mengetuk pintu lalu masuk ke dalamnya.

"Tutup pintunya," ucapnya dengan galak. Aku menurut dan kini melangkah ke arah mejanya. Dia sudah berdiri di balik meja kerjanya.

"Kamu dulu marketing pemasaran kan?"
Pertanyaannya itu langsung membuat aku menganggukkan kepala. Aslan kini beralih mengambil sesuatu dari laci mejanya. Lalu melemparkan begitu saja map berwarna merah ke atas meja.

"Pelajari itu. Besok kamu harus ikut aku presentasi."
Aku hanya mengambil map itu dan membukanya.

"Pelajari di meja kamu. Bukan di sini."

Bentakannya membuat aku sedikit berjenggit. Dasar. Aku akhirnya menganggukkan kepala dan berpamitan.

"Sofia tunggu,"

Langkahku terhenti saat menatap Aslan yang kini menatapku dari atas ke bawah.

"Lihat sepatu kamu."

Aku melangkah mundur dan menunjukkan sepatu warna hitam yang aku pakai.

"Ini bukan kantor resmi ya. Jangan berpakaian terlalu menyedihkan. Aku tidak suka warna hitam. Ganti sepatumu."

"Tapi pak..."

Dia mengibaskan tangannya dengan tanda mengusirku.

Kuhela nafasku dan kini berbalik dan melangkah ke arah pintu.

"Besok lagi pakai kerudung yang menutupi dada."

Teriakannya membuat langkahku terhenti lagi. Aku membalikkan tubuh lagi dan menatap Aslan yang tidak menatapku.

Aku mencermati diriku, dalam balutan kerja dengan setelan jas warna burgundy dan celana kulot senada. Kerudungku memang berada di balik jas yang aku pakai.

"Saya salah pak pakai seperti ini?"

"Ini bukan agency model, jadi berpakaianlah yang tidak mengundang orang untuk melihat."
Ucapannya membuatku geram. Tapi aku beristighfar di dalam hati.

"Jadi saya harus memakai apa?"
Aslan kini menatapku dan mengernyitkan keningnya.

"Bukan urusan saya kamu mau pakai apa."

Duh aku semakin gemas dengan ucapannya. Tapi kemudian dia mengusirku kali ini dengan tegas.

"Cepat pelajari itu."
****

Baru juga masuk ke dalam rumah eyang, rasanya tubuhku seperti ditimpa beban berat. Rumah peninggalan eyang dan akung ini memang diwariskan ke bunda. Dan dirawat oleh Bude Narsih yang masih kerabat bunda. Eyang dan akung sudah meninggalkan kami ketika aku masih duduk di bangku smp. Tapi aku senang bisa dipindah tugaskan di sini, merawat rumah ini. Bunda juga sebenarnya ingin pulang ke Yogya. Tapi kesibukan ayah sebagai dokter gigi tidak memungkinkan hal itu.

"Nduk, udah pulang?"
Aku menyalami bude yang sedang duduk di depan televisi di ruang tengah.

"Udah bude."

"Tadi ayah kamu telpon, katanya Kenan mau nyusul ke sini. Dia lagi liburan sekolah gitu."

Ucapan bude membuat aku mengernyit. Kenan adik bungsuku itu memang masih duduk di bangku sekolah. Sedangkan aku dan Kan Annisa memang sudah bekerja.

"Lah dia itu liburan terus bude."
Mendengar jawabanku membuat bude terkekeh.

"Ya dia dimanja sama ayah kamu. Tapi memang Cerdas kan Kenan nya?"
Aku menganggukkan kepala. Tersenyum dengan jawaban bude. Kenan memang replika ayah, dingin, irit ngomong dan pintar.

Saat itulah suara dering ponselku terdengar. Aku merogoh tas yang masih aku selempangkan. Nomor asing masuk ke dalam ponselku dan membuatku mengernyit.

"Assalamualaikum."

"Sofia? Kamu sekarang balik ke kantor. Ada yang mau aku diskusikan."

Aku menatap ponselku lagi dan mengetahui suara siapa itu. Ini Aslan. Padahal sudah hamper maghrib dan aku di suruh balik ke kantor?

"Tapi pak.."

"Jangan membantah. Cepat!"
Dan keribetanku dimulai dari sini.

BERSAMBUNG

ADA PROMO PDF NOVEL CEPTYBROWN 100RB/5 YA CUZZ LSG KE WA 085643207626

*THE BOSS IS ASLAN*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang