Bab 02 SEMALAM

50.1K 6K 177
                                    


"Nginep sama bos?"

"Waduh mbak diapain aja? Kuping gak sakit kan ya kena aumannya terus?"

"Ojo ngono Sin (jangan gitu Sin) kamu ngiri ya to?"

Aku hampir tersedak chicken katsu. Mbak Retno, Sinta dan Romi saling berdesakan di kursi restoran jepang ini. Makan siang hari ini aku memang mentraktir mereka. Sebagai salam perkenalan dariku.

"Lha semalam itu ujan gede loh Fi.. kamu emang di kantor ampe jam berapa?"
Mbak Retno kini menatapku lekat. Mereka memang baru saja aku beritahu kalau semalam aku ditahan oleh Aslan. Bos galak itu menyuruhku mengetik proposal yang akan diajukan hari ini. Sampai jam 10 malam aku baru sampai rumah. Itupun si bos menyuruhku naik taksi, karena dia masih belum akan pulang. Lelah, ngantuk membuat aku menurut saja. Alhasil lingkaran hitam di bawah mataku kini tercetak jelas.

"Jam 10 mbak. Tapi ya kehujanan orang aku baik ojek mbak."

"Si bos gak nganterin?"

Itu celetukan Romi yang kini tengah menyantap mie ramennya. Aku hanya menggelengkan kepala. Boro-boro nganterin. Aku aja pesen ojek sendiri.

"Dih aku moga-moga gak diterima di kantor inilah. Bos Aslan beneran kejem."

Celetukan Sinta di sebelahku membuat aku tersenyum. Tapi Romi sudah melempar tisu ke arah Sinta.

"Halah nanti dipecat nangis-nangis. Kamu jadi kere kalau gak kerja di sini. Lha wong gajinya menggiurkan."

Sinta menjulurkan lidah ke arah Romi. Tapi memang benar ucapan Romi. Salah satu aku masih bertahan di perusahaan ini karena memang gaji diatas rata-rata. Lumayan bisa untuk menabung.

"Eh Fi, kamu jadi nemenin si bos buat presentasi produk baru kita? Hati-hati loh. Kalau kamu salah bakalan di hex..."

Mbak Retno kasih tanda mencekik di lehernya sendiri dan aku hanya terkekeh geli. Teman-teman baruku ini memang lucu.

"Kalian di sini?"

Deg

Suara berat itu tentu saja membuat kami langsung membeku. Bahkan kaki Sinta di sebelahku menginjak sepatuku. Mbak Retno yang tersenyum kaku.

"Iya pak. Ini lagi ditraktir sama Sofia."

"Bapak mau gabung? Monggo loh pak."

Aku hanya menatap Mbak Retno dan Romi yang menawari Aslan untuk duduk. Bahaya ini.

"Ditraktir?"

Aslan menoleh ke arahku dan menatapku. Tentu saja aku terpaksa menganggukkan kepala dengan kaku.

"Iya pak. Sofia ultah."

Celetukan Romi langsung membuat aku menatapnya dengan isyarat. Tapi Aslan sudah duduk di depanku. Di sebelag Romi. Tahu sendiri padahal meja di restoran jepang ini yang jaraknya cuma beberapa centi dari satu sisi ke sisi lain.

"Hemm saya juga ditraktir."

Ucapannya membuat kaki Sinta yang menginjak kakiku makin terasa sakit. Mbak Retno sudah mengalihkan pandangannya ke udon yang belum dia makan. Sedangkan Romi malah cengengesan gak jelas.

"Silakan pak."

Aku akhirnya mengangsurkan buku menu kepada Aslan. Yang tanpa malu langsung diterimanya. Ini bos kok pengennya ditraktir.

Aslan memanggil pramusaji dan menunjuk menu.

"Saya satu set bento dan salmon ya."

Aduh kakiku sakit makin diinjak oleh Sinta. Bahkan Romi yang ada di depanku persis mengucap 'buset'. Dan aku menghitung uang di dompet. Pesanan bos paling mahal diantara makanan kami. Aku saja hanya makan dry ramen. Minumannya yang paketan. Lha si bos malah ngelunjak.

"Kalian sudah makan?"

Aslan menatap piring-piring kami yang sudah bersih. Tapi tiba-tiba Mbak Retno beranjak berdiri.

"Makasih y Fi traktirannya. Tapi aku pamit dulu, mau beliin Ega boneka nih. Mari pak Aslan."

Lah Mbak Retno pergi dengan terburu-buru. Lalu kali ini Sinta yang ada di sebelahku berdiri. Dia makin menginjak kakiku dan aku meringis kesakitan..

"Saya juga makasih lho mbak Sofia. Aduh kebelet nih. Mari Pak Bos."

Sinta sudah memegang perutnya dan pergi secepatnya. Aku hanya bisa menghela nafas saat Romi memberi isyarat akan beranjak juga. Aku melotot ke arahnya. Dan Romi hanya senyum-senyum gak jelas.

"Oya bos, itu kemasan untuk pulpen yang akan launching saya harus menyelesaikannya. Mau dilihat setelah ini kan ya?"

"Iya aku butuh. Udah kamu selesaiin sana."

"Siap bos. Sofia makasih ya ramennya."

Dan Romi langsung kabur. Dia pinter ya cari cara buat kabur. Pesanan Aslan sudah datang. Dia langsung menyobek sumpit dan mulai mengaduk-aduk makanan di depannya. Ini aku dibiarkan sendiri dengan singa kelaparan.

"Besok lagi gak usah nraktir-nraktir. Baru juga beberapa hari kerja. Uangnya mending ditabung."

Eh kok dia nyinyir ya?

Aku membenarkan hijab yang aku pakai. Kali ini aku memakai hijab instan yang bahannya dari voal. Ringan dan tidak gerah.

"Ya duit saya sendiri pak."

Celetukanku langsung membuat Aslan menghentikan makannya. Dia menatapku dengan sinis.

"Dibilangin juga. Pemborosan tahu. Apalagi makan di sini. Mahal."

Lah dia yang makannya paling mahal. Kok bilang mahal ke aku. Aslinya yang ngabisin duitku ya dia kan? Gemes.

"Tapi selamat."

Aku mengernyit bingung. Tidak mengerti ucapannya.

"Selamat buat boros?"

Ucapanku membuat Aslan menatapku tajam lagi.

"Saya tidak butuh karyawan yang tidak cerdas. Sudah sana balik ke kantor. Habis ini saya mau minta kamu presentasi yang semalam saya kasih."

Aku membelalak terkejut. Lah aku belum baca semua itu.

"Lho kata bapak presentasinya masih 4 hari lagi. Saya belum baca pak."

Tapi tatapan Aslan mengisyaratkan aku untuk pergi dari hadapannya. Aku langsung menganggukkan kepala dan kini beranjak berdiri. Lalu mengeluarkan dompet.

"Gak usah. Aku aja yang bayar."

"Tapi pak..."

"Gak usah belagu. Udah sana pergi."

*****

Uang di dalam dompetku aman. Biarin saja si Aslan yang bayar. Tapi sampai di kantor aku langsung mengambil file yang diberikan Aslan kemarin. Bagaimana bisa hafal kalau aku saja belum membukanya.

"Loh mbak udah di sini aja."

Sinta membawa satu cangkir kopi panas saat aku sudah duduk di balik kubikelnya.

"Ada tugas negara."

Jawabanku itu membuat Sinta menghempaskan tubuhnya di sampingku.

"Ini bahan presentasi besok kan?"

Kuanggukan kepala. Tapi aku baru teringat kalau Aslan itu memang teman masa sekolahku yang bernama Atma. Tadi aku belum sempat bertanya kepada Aslan.

"Sin, kamu kan yang tahu
Detil data si bos. Dia aslinya SMA sekolah dimana?"

Sinta tampak mengernyit. Lalu menghidupkan komputernya.

"Nah ini dia mbak."

Sinta menunjukkan biodata Aslan. Dan aku tidak terkejut kalau Aslan itu memang temanku. Bukan teman sih. Cowok yang pernah aku kagumi di sekolah. Tapi kenapa namanya Aslan sekarang?

"Emang kenapa mbak?"

Pertanyaan Sinta mengagetkanku. Kugelengkan kepala. Aku belum boleh kasih tahu Sinta.

"Sofia, Romi, Retno masuk ke ruanganku."

Dan auman itu lagi. Siap-siap mendapatkan terkaman.

Bersambung

*THE BOSS IS ASLAN*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang