Gadis yang Sok Kuat

39 7 3
                                    

Ada yang berbeda dari Nattaya hari ini. Ia terlihat lebih kalem dan murung dari biasanya. Sebenarnya aku tidak ingin menghiraukannya, tapi aku merasa ada yang hilang bila aku mengabaikannya.

"Semalam kamu tersambar petir, Nat?" tanyaku seraya menghampirinya.

Nattaya mengangkat kepalanya. Tatapannya kosong, seperti ikan mati. Benar-benar bukan Nattaya yang biasanya. Apa yang terjadi?!

"Kamu sehat, Nat?" aku menatap Nattaya setengah khawatir.

Nattaya mengangguk pelan lalu menghela napas. "Kenapa, Erick?"

"Matamu seperti ikan mati. Kamu baik-baik saja?"

Seharusnya aku sadar kalau Nattaya tak akan sepenuhnya murung. Seperti yang baru saja kutebak, Nattaya langsung tersenyum lebar dan berkata, "Kamu mengkhawatirkanku, Erick?"

Aku mendesis kesal. Cih! Perhatianku terbuang sia-sia. Aku menyesal! SANGAT MENYESAL!

"Coba setiap hari aku diperlakukan seperti itu. Ditanya, 'apa kamu baik-baik saja?' atau sejenisnya," Nattaya mendekatiku lalu duduk di kursi kosong sampingku. "Tapi kurasa itu hanya akan menjadi halusinasiku."

Aku angkat bahu menanggapinya, acuh tak acuh. Aku tak tahu bagaimana jalan pikiran Nattaya. Ya, sudahlah. Lagipula, dia tak memaksaku untuk mengerti dirinya.

"Erick tidak penasaran?" senyum Nattaya perlahan memudar, digantikan oleh ekspresi serius.

"Soal?"

"Alasanku murung tadi."

Aku berpikir sejenak lalu mengangguk. Sesekali boleh, lah penasaran pada gadis pecinta kupu-kupu di hadapanku ini. "Memangnya kenapa kamu murung?"

"Ini soal preman semalam," ujar Nattaya serius. Aku takjub dengan keseriusannya. Ia terlihat sangat berbeda dari yang biasanya.

"Aku ingin tahu, siapa yang menyuruh mereka untuk mendekatiku," Nattaya berbisik.

Aku mengernyitkan kening. "Kenapa kamu berpikir mereka disuruh orang lain?"

"Aku sering menemui mereka tiap malam sepulang syuting. Tapi aku tak diperlakukan apa-apa. Kegiatan mereka hanya menagihi biaya 'sewa', bukan menggoda gadis sepertiku."

"Lalu, bagaimana cara kamu mencari tahu kebenarannya?"

Nattaya tiba-tiba terbeku. Ya ampun. Jangan bilang kalau Nattaya ternyata tidak tahu harus bertanya pada siapa. Aish...

"Aku tidak tahu," Nattaya terkekeh dengan ekspresi sok polos. Dasar.

"Kamu tidak mencoba bertanya pada preman semalam?" usulku asal.

"Kamu gila?! Tentu saja tidak! Mereka juga tidak akan memberi tahuku," seru Nattaya.

Aku menghela napas. Merepotkan. Kenapa juga aku harus membantunya mencari tahu, padahal ini bukan urusanku. Ya, ini bukan urusanku dan aku tak berkewajiban untuk mencari tahu siapa yang menyuruh preman yang menyerang Nattaya semalam.

"Erick, kamu tahu soal henti jantung mendadak?" Nattaya mengalihkan pembicaraan.

"Tahu. Kenapa?"

"Erick punya kemungkinan terkena henti jantung mendadak?"

"Ada, sih."

"Kalau Erick tiba-tiba kena henti jantung mendadak, aku saja, ya, yang menanganinya," pinta Nattaya. Ia mencondongkan tubuhnya ke arahku. Jarak mataku dan matanya sangat dekat. Tentu saja aku menjauhkan tubuhku agar kami tidak bersentuhan.

"Ke-kenapa?" tanyaku gugup.

Nattaya kembali ke posisi awalnya. Ia tersenyum sumringah. "Karena aku ingin memberi Erick napas buatan."

Kupu-Kupu yang Bahagia [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang