PART 5 : PULANG

1.7K 61 0
                                    

Hari sudah hampir senja, pastinya hal ini akan menyulitkan bagi kami untuk mendapatkan tumpangan. kami berdiri di pinggir jalan sembari mengacungkan jempol sebagai penanda bahwa kami ingin menumpang. Dari sekian banyaknya mobil yang melintas tak ada satu pun yang ingin menumpangi kami. Kali ini tak banyak yang bisa diperbuat selain pasrah akan keadaan.

Ketika hampir memasuki waktu adzan maghrib, ada sebuah pick up yang ingin memberikan tumpangan. Tapi, ia hanya menuju ke sebuah daerah kecil yang bernama Ujan Mas, dan itu masih jauh dari Kota Bengkulu. Ya sudah, daripada melewatkan kesempatan lebih baik kami menerima tumpangan tersebut, toh nanti juga dapat tumpangan yang lain. Akibat kelelahan yang luar biasa, kami sempat tertidur di bak pick up yang terbuka, kami sudah tak memperdulikan lagi dengan hal itu. Mau dilihat orang atau tidak, yang penting kami bisa tidur. Belum aku puas tertidur, kami dibangunkan oleh supir. Tak terasa hari sudah malam dan ternyata ia sudah sampai di tujuannya. kami turun dengan rasa sedih dan harus menunggu tumpangan lagi.

Sial! Malam itu hujan turun dengan derasnya. Perjalanan pulang kami kembali terhambat. Kami berteduh di sebuah ruko yang tak jauh dari pinggir jalan, hujan terus menerus turun tanpa henti. Adit mencoba untuk menghubungi orang tuanya dan mengabarkan situasi kami saat itu. Mendengar kabar tersebut, orang tua Adit berniat membantu kami dan akan menghubungi keluarganya yang tinggal di Curup (tak jauh dari Ujan Mas) untuk menjemput kami dan mengantar kami pulang ke Bengkulu.
Lama kami menunggu, tumpangan yang dijanjikan orang tua Adit tak kunjung tiba. Adit kembali mencoba menghubungi orang tuanya, alhasil janji yang kami harapkan hanyalah sebuah harapan palsu. keluarga Adit yang tinggal di Curup sedang berada di luar kota. Lalu orang tuanya menyarankan kami untuk tidur di sebuah masjid dan melanjutkan perjalanan di pagi hari. Tetapi kami tidak bisa menginap di masjid, sebab Habib sudah berjanji dengan teman sekolahnya untuk pergi ke gunung Kerinci esok hari.

"Duh bang, gimana nih? Kita tidur di masjid ajalah yok, pagi kita lanjutin estafet." Wajah Adit kusut.

"Abang sama Habib ga bisa dit, kalau kalian mau tidur di masjid, ya silahkan, tapi kami kepingin ngelanjutin estafet, kami mau pulang."

"Gimana ya bang, aku pun mau tapi orang tua aku nyuruh tidur di masjid"

"Ya itu tergantung kalian mau tidur di masjid apa ngga, kalau kalian mau ikut kami lanjutin estafet juga gapapa"

"Kami ikut abang ajalah, mana tau dapat tumpangan lagi"

"Yaudah, hujan dah agak reda ni, kita lanjut jalan kaki aja dulu, di sini sepi mobil lewat, kita jalan agak ke depan lagi, siap-siap lah"

"Iya bang, kita coba lanjut dulu." Kompak mereka.

Di saat hujan mulai reda, kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, sebab tempat di daerah kami berteduh terlihat sangat sepi. Ketika berjalan di depan sebuah warung kecil, kami dipanggil pemilik warung dan memberi kami masing-masing sebuah roti.

"Nih nak ambil aja roti nya." Kata pemilik warung sambil tersenyum.

"Wah makasih ya buk"

"iya sama sama, kalian mau kemana? Baru pulang dari gunung ya?"

"Mau pulang ke Bengkulu bu dari mendaki Kaba"

"Ooo ..., estafet ya? sering ibu liat orang estafet lewat sini, kadang mereka ibu kasih aja jajanan warung kalau lewat."

"Baik ya bu hehe .... Ngomong-ngomong, kami lanjutin jalan lagi ya bu, makasih rotinya."

"Iya nak, hati hati di jalan."

Berbekal roti yang diberikan oleh ibu pemilik warung yang sangat baik hati, kami melanjutkan langkah untuk mencari tumpangan. Semakin berjalannya waktu, tumpangan tak kunjung kami dapatkan, padahal jam sudah memasuki pukul 21:00 WIB. Melihat halan yang sudah mulai memasuki area hutan dan sedikit warga yang bermukim di daerah tersebut, kami kembali berdiskusi.

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang