S

12 0 0
                                    

Beberapa hari kemudian setelah pertandingan basket,

"Nar..." Jingga memanggil di sela-sela pelajaran.

"Ya, kenapa?" Gue menyaut seadanya. Masih mencatat materi di depan kelas.

"Nar..." Gue mendengar panggilan Jingga lagi.

"Hmmm". Ada jeda cukup lama, hening.

"Nar..." Jingga masih manggil.

"Kenapa sih looo? Dari tadi manggil mulu tapi ga ngomong-ngomong." Akhirnya gue menolehkan kepala ke bangku sebelah tempat Jingga duduk.

Lah, dia malah senyum-senyum doang.

Ini anak ada apa deh? Ditanya malah diem. Senyum-senyum lagi. Jangan-jangan kesurupan?! Gila, ada hantu di kelas gue!

Nar, imajinasi lo ketinggian.

"Jingga, lo gapapa? Ini lo bukan? Ngedip dong, jangan bikin gue takut" gue melambai-lambaikan tangan di depannya.

"Nar, ini gue kok, kayaknya gue makin kagum sama orang itu deh." Dia bicara sambil menatap lurus tanpa mengedip, sedang membayangkan seseorang.

"Hah, siapa? Cowo kelas sebelah? Cowo yang ketemu di kantin? Cowo yang ngasih lo coklat?" Gue mengganjal buku dengan pulpen, menutupnya. Topik ini lebih seru daripada pelajaran di depan.

"Bukan. Dia baik banget pas gue chat buat minta tolong, senyumnya ramah. Humble juga orangnya. Gila sih gue makin jatuh hati." Jingga makin senyum-senyum sendirian. Fix lagi nge-fly ini orang.

"Siapa deeeh? Mana gue tau, Ngga." Gue mulai acuh tak acuh, bingung menebak siapa yang dimaksud Jingga.

"Kakak kelas kita, Nar. Ganteng."

Suasana kelas rasanya semakin hening, hanya gue yang masih berpikir mencari tahu siapa, dan Jingga yang sudah pasti sedang di awang-awang.

"Senja."

Ya, satu nama itu akhirnya terucap.

Gue mematung terdiam. Oh, ternyata Jingga suka Senja. Wajar sih, Senja memang menarik. Dia ramah ke semua orang. Dan ga mungkin kalau Senja ga suka, Jingga cantik dan baik. Mereka berdua cocok.

Giliran gue yang terpaku gabisa berkata apa-apa. Otak gue terus berpikir dan mencari-cari kemungkinan dari banyak hal

"Nar, hellow, sadar plisss. Kok jadi lo yang diem sihhh?" Jingga menggerak-gerakan bahu gue, berusaha mengembalikan kesadaran.

"Oooh iya iya, lo cocok kok sama dia. Pantes aja senyum-senyum sendiri terus. Pasti seneng ya. " Gue menjawab celotehan Jingga dan mulai membuka buku kembali.

"Hahaha, apaansi lo. Ini juga masih sekadar kagum. Yuk, belajar lagi."

"Fyi, pulang sekolah nanti gue mau ketemu sama dia, Nar." tambahnya.

•••

"Gem, lo kemana ajaaa? Kok jarang keliatan akhir-akhir ini."

Waktu istirahat tiba, Sinar mendatangi kelas gue sambil bawa bekal double. Tumben banget.

"Oy, Nar. Ada kok gue. Cuma mulai sibuk aja sama tugas. Suka ga nanggung-nanggung nih gurunya, padahal kita masih anak baru." Gema menjawab sambil memasukkan bukunya ke dalam tas. Lalu duduk dekat Sinar.

"Ngomong-ngomong, bekel yang satu itu buat gue kaaan? Tau aja gue lagi laper" dia langsung mengambil bekel dari tangan Sinar.

"Emang lambung lo yang gede kali bawaannya makan mulu. Yaaa karena jarang ketemu aja jadi gue buat makanan spesial dan ngedatengin lo kesini."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 06, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SinarWhere stories live. Discover now