27.

16 3 1
                                    

Hanum menggelengkan kepalanya. Bulir keringat mengucur deras dari pelipisnya. Dahinya mulai mengkilap karena keringat yang berkolaborasi dengan pantulan sinar matahari.

"Semangat, Rey!"

Hanum menggeleng. Pasokan oksigen sedikit berkurang ketika segerombol manusia menyaksikan acara yang membuang-buang tenaga. Semua mata menatap lapangan basket yang dipenuhi dengan wajah-wajah tampan. Tidak, hanya beberapa saja yang tampan, lainnya, sangat-sangat tampan.

Hanum mengelap dahinya. Ia mengusap bawah hidungnya yang ikut berair.

"Hanum capek?"

Candy membeo. Ia memperhatikan gerak-gerik Hanum yang mulai menghela nafas berat beberapa kali. Wajahnya mulai memucat.

"Hanum duduk di panggung terbuka saja ya, kalian tetap di sini untuk mendukung sekolah kita."

Hanum tersenyum. Anggukan kepala mendarat pada pandangan Hanum. Ia sudah disetujui untuk pergi dari areal minim oksigen ini.

"Semangat Atmaaa!"

"Zeon! Tunjukkan pesonamu, Ze!"

"Asli Zeon keren banget!"

Zeon merenggangkan ototnya, sengaja. Dengan wajah penuh percaya diri, ia mengedipkan sebelah matanya pada segerombol gadis-gadis. 

"WUAAAAAAA!!"

"ANJIR GANTENG SUMPAHH!"

Hanum mempercepat langkahnya. Ia tidak kuat berdiri terlalu lama. Keadaan tubuhnya yang baru saja sembuh, ditambah terik matahari yang menyengat mampu merubah wajah Hanum menjadi sangat pucat.

Hanum mengedarkan pandangannya. Badannya yang tegap sudah bersandar pada undak panggung terbuka. Nafasnya sedikit tersenggal, keringat masih terus bercucuran.

"Pekan olahraganya ramai sekali ya!"

Hanum mengedarkan pandangannya. Ia yakin, jika acara pekan olahraga ini bukan acara biasa. Ada beberapa seragam berbeda yang membaur dengan seragam olahraga milik SMANUS.

"Itu dari sekolah mana ya?"

Hanum berbicara sendiri. Ia mulai merasa tenang. Tapi kerongkongannya minta dibasahi oleh semilir air.

Hanum tersenyum. Ia sedang menyaksikan Zeon yang berusaha menarik ujung kain untuk mengangkat satu gelas air.

"Haha, wajahnya Mas Atma lucu."

Hanum tertawa. Semua, semua murid sedang tertawa. Wajah siswa pararel 1 sedang berkontraksi penuh otot. Peluh merangkap alisnya yang begitu legam. Hanum tersenyum lagi, Wajah tegang dari Atma mampu menggelitik lidahnya untuk tertawa.

"Haha, Mas Wian kayak kecebong!"

Hanum menutup mulutnya. Tidak seharusnya ia tertawa sangat lebar. Untung saja tidak banyak murid. Mereka lebih memilih bergerombol dan mendekat pada lapangan basket. Seperti biasa, modus agar mendapatkan foto candid dari cogan-cogan yang sedang berlomba.

Hanum tertawa. Wajah Wian sangat mengalihkan keramaian saat ini. Hanum berusaha menerjemahkan pandangannya yang meratapi keringat Wian yang terus berjatuhan.

"Bang Wian, aku hapusin keringatnya sini!"

Itu bukan suara dari bucin-bucin di pinggri lapangan, tapi itu suara dari pikiran Hanum.

Ini bukan olahraga basket, voli atau sepakbola. Tapi keringat Wian berjatuhan sangat banyak.

"Mas Wian ganteng."

LupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang