afterthat

376 33 0
                                    

Kiki tak pernah mengenal apa itu kehancuran, sebelum waktu itu datang. Waktu dimana dirinya harus melihat sang ibu meninggal di tangan ayahnya sendiri.

Semua itu terjadi saat usianya masih belia dan belum selesai dengan itu semua. Kiki kembali harus melihat ayahnya yang diseret polisi dan duduk di kursi pengadilan sebagai tersangka.

Ayahnya yang menurutnya begitu menyayangi keluarganya, bagi Kiki rasanya itu sangat mustahil. Ayahnya tidak mungkin membunuh ibunya. Tapi kenyataan yang datang silih berganti itu seolah memaksa otaknya untuk mengiyakan, walaupun batinya menolak keras.

Lagi dan lagi, Kiki harus menerima kenyataan buruk saat semua kekayaan ayahnya hilang perlahan-lahan dan dirinya yang harus hidup di...panti asuhan. Kiki masih punya orang tua, dia tidak ingin hidup disana. Tapi Kenan sang ayah terus meyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja dan suatu hari Kenan akan menjemputnya. Pasti.

Untuk Kenan pun sama. Dirinya tak pernah mengenal luka, sebelum Kiki putri tercintanya yang sejak saat itu selalu menghujat dirinya bahwa dia adalah seorang pembunuh. Kenan tak masalah hujatan itu datang dari orang lain. Tapi lain halnya jika putrinya yang melakukan itu. Kenan harus menerima dengan hati memanas. Terlampau sakit melihat putrinya yang hancur.

Kenan tidak pernah tau bahwa hidupnya akan seberantakan ini, tapi ini adalah karmanya. Namun jika dipikir kembali oleh Kenan putrinya lebih hancur, bahkan lebih menderita dari pada Kenan. Kenan tidak bisa membayangkan sesulit apa hari-hari Kiki setelah kejadian naas itu. Kenan harus kuat, dia harus menjadi ayah yang mampu membahagiakan putrinya.

Meski sulit, hati sang putri seolah sudah enggan menerima cintanya yang begitu dalam untuknya. Cinta itu bahkan melebihi nyawanya sendiri.

Kenan sadar betul. Hukuman yang dijalaninya selama di penjara tidak akan pernah setimpal dengan penderitaan putri kecilnya. Hari itu menjadi hari kebahagiaan putrinya terenggut, itu sangat menyiksa Kenan.

Jangan tanyakan berapa kali Kiki sang putri menangis dengan isakan yang selalu dia tahan di kamarnya, tidak mau makan,  belajar tanpa kenal waktu dan mengurung diri di kamar tanpa melakukan apapun. Setiap malam Kiki tidak pernah meninggalkan foto ibunya dalam pelukannya sebagai teman untuk tidur, tak jarang Kenan juga melihat Kiki menangis dalam tidurnya dan selalu memanggil ibunya. Semua itu menjadi luka yang tidak akan sembuh untuk Kenan sang ayah.

Pagi ini akan menjadi hari yang berat untuk Kenan, karena hari ini adalah hari peringatan kematian istrinya.

"Kiki, nak ayah sudah membuatkan sarapan untukmu, ayo bangun Nak, dan kita akan ke makan ibu bersama", ujar Kenan begitu lembut dengan mengusap punggung kecil  anaknya.

Diam lah yang menjadi jawaban dari ucapan lembut Kenan. Tidak apa. Kenan adalah ayah yang pantas untuk semua itu. Penderitaan putrinya begitu berat. Cukup sudah cukup, Kenan ingin membahagiakan putri semata wayangnya.

"Kiki, Nak?", sekali lagi usaha dilakukan oleh pria yang sudah merasakan dinginnya jeruji besi itu. Namun, Kiki tetap diam. "Ayah, tidak mau Kiki sakit, semalam  kamu belum makan apa-apa Nak, dan tangan mu begitu dingin"

"Aku ingin mati!", ucap Kiki. Ucapan yang cukup membuat hati Kenan sudah tidak kuat menahan sakitnya. "Ibu kesepian dan aku harus menemaninya, bunuh aku, Yah! Aku tau ayah bisa!"

"Sebelum ayah membunuh Kiki, ayah pasti sudah membunuh diri ayah sendiri", Kenan begitu santai ketika mengucapkan kalimat itu, Kenan benar-benar menyayangi Kiki melebihi nyawanya.

Kiki mengubah posisi tidurnya menjadi duduk dan menatap kembali sang ayah "Kalau begitu kenapa dulu tidak mati duluan saja sebelum membunuh ibu?!"

"Apa kau bahagia jika ayah mati, Nak?" pertanyaan spontan dari ayahnya cukup untuk membungkam kata kasar anak itu. "Ayah akan melakukan apapun untukmu, apapun, Nak" ucap Kenan sambil mengusap lembut bahu kanan sang anak.

"Kembalikan ibuku!", Kiki masih merasa belum cukup untuk mengeluarkan kata kasar pada ayahnya sendiri. Ayah yang sudah bekerja keras untuknya tanpa peduli pada usianya yang sudah semakin senja.

"Kenapa ayah bunuh ibu? Kenapa?! Aku tidak tau ayah bisa sekeji itu! Ayah tidak pernah memikirkan perasaanku!"

"Tidak, Nak.. Bukan seperti itu.."

"Lalu apa yah?! Jelasin sama aku alesan ayah bunuh ibu!!"

"Nak, jangan seperti ini, Ayah tidak mau kamu terus menghukum diri kamu seperti ini Nak, jangan. Maafkan ayah, maafkan ayahmu ini Nak"

"Maaf tidak bisa membuat ibu kembali!", Kenan menunduk seketika ketika mendengar ucapan anaknya. "Ayah tidak akan pernah bisa paham perasaan seorang anak yang di tinggal mati ibunya karena dibunuh oleh ayahnya sendiri! Ayah tidak akan pernah tau jika selama ini aku menahan semua cemoohan orang yang menghinaku sebagai anak pembawa sial!"

Kenan tidak tahan, dengan cepat dia memeluk anaknya yang tengah berteriak di depanya bahkan sampai suaranya tercekat dan hampir habis, Kenan tidak bisa menjelaskan lagi sehancur apa dirinya melihat malaikat kecilnya begitu rapuh.

Kegagalan Kenan dalam mengendalikan emosi saat itu membuat dirinya menjadi iblis yang begitu kejam. Alasan itulah yang membuat Kenan untuk bertahan ketika Kiki melontarkan hinaan dan cacian padanya, ia tidak mau emosi menguasai dirinya lagi, Putrinya tidak boleh menderita lagi.

Dalam pelukan ayahnya, sesungguhnya Kiki pun merasa nyaman, pelukan sarat cinta untuknya seharusnya mampu membunuh semua rasa sakitnya. Tapi dirinya juga tidak bisa menampik bahwa dia tidak bisa melupakan kematian ibunya yang membuatnya tidak waras.

"Ayah, janji akan menebus semua dosa ayah, ayah akan menggantinya dengan kebahagian untukmu Nak"

Kiki sebenarnya begitu menyayangi ayahnya, jauh dalam lubuk hatinya. Ayahnya adalah seseorang yang begitu ia percaya sejak kecil. Baginya Kenan adalah pelindung ibunya dan seseorang yang tidak punya batas kasih sayang untuk dirinya.

Kiki tidak mau membenci Kenan, dia sejujurnya tidak ingin. Tapi kenapa justru Kenan yang menjadi malaikat maut bagi surganya?

Kiki pun juga tidak tau pasti kejadian itu, yang dia tau ibunya mati dan ayahnya pembunuh. Hanya itu. Semua orang di sekitarnya membenci bahkan mengumpat dan menghina keluarganya. Kiki tidak suka. Dia tidak suka ada yang menghina ayah dan ibunya.

Kiki hanya ingin lupa, Kenan hanya ingin Kiki bahagia.

-

MurdererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang