something from my dad

223 11 0
                                    

Kenan melangkahkan kakinya pelan menuju pintu kamar anaknya. Kenan berharap saat ini Kiki sudah terlelap, meninggalkan insomnia yang sudah menahun semenjak surganya pergi. Kenan benci itu. Terkadang saat Kiki terlelap lah satu-satunya kesempatan untuk Kenan membelai lembut kepala anaknya tanpa ada rasa bersalah. Kesempatan bagi Kenan pula untuk melihat putri kecilnya tenang dan seperti tidak memiliki beban apapun dalam hidupnya. Meskipun Kenan tau ketenangan yang dia maksud tidak bertahan lama.

Namun niat itu terhenti. Kiki belum mengarungi mimpinya di malam yang dingin itu. Kenan melihat hal yang membuatnya lebih bahagia dari biasanya ketika memasuki kamar putrinya saat tengah malam.

Putri kecilnya melakukan hobinya yang menjadi impiannya ketika masih kecil. Kiki ingin melukis, Kenan akui pelita hatinya memang tertarik dengan dunia yang penuh visualisasi. Imaginasinya begitu banyak, dia juga anak yang pandai membagi waktu untuk melakukan hobi dan belajar materi di sekolah. Kenan bangga akan hal itu.

Kenan ingat Kiki begitu mencintai lukisan sampai lupa waktu, dan ketika kecil tidak pernah absen untuk meminta peralatan menggambar bahkan ketika semuanya masih baru. Kalau sudah asik menggambar Kiki tidak akan mau di ganggu. Namum Kiki tetap menahan sang ayah agar mau menemaninya dan bersamanya. Menurut Kiki ayahnya adalah inspirasi terbesarnya dalam melukis dan menciptakan hal baru.

"Ayah, aku pastikan ayah akan melihatku tumbuh sebagai pelukis handal, aku tidak akan mengecewakan ayah"

"Ayah harus disampingku selalu, karena ayah aku bekerja keras seperti ini, ayah imaginasi terbesarku"

"Aku sayang ayah"

"Ayah harus sehat selalu, ayah tidak boleh lupa makan dan istirahat? Oke?"

Yep, semua itu pernah Kenan dengar dengan telinganya sendiri melalui putri kecilnya. Itu juga merupakan semangat Kenan untuk membahagiakan Kiki, apapun akan Kenan jalani.

Kenan urungkan niatnya untuk menemani mimpi anaknya malam ini. Kiki sedang bahagia, Kenan tidak akan merusaknya lagi.

Pagi menjelang, dengan suara khasnya dari semua penjuru. Suara itu turut membangunkan Kenan dan tanpa menunda waktu ia melaksanakan keseharin paginya. Memasak, mencuci piring dan baju, merapikan rumah, dan sesekali menyetrika baju. Semua itu dikerjakannya dengan sepenuh hati walau terkadang Kenan merasa hatinya serasa dicubit karena semua itu adalah hal yang biasa dilakukan istrinya.

Baiklah, semua sudah aman terkendali. Kenan juga sudah menyiapkan sarapan dan seragam sekolah putri kecilnya, selanjutnya ia bawa langkahnya untuk memanggil belahan jiwanya, Kenan ingin anaknya tetap sehat dengan tidak melupakan sarapannya.

Tok..tokk
"Nak, sarapannya sudah siap ya? Dan seragam kiki sudah ayah gantung di lemari gantung dekat ruang keluarga, sarapan dulu nak"

Begitu sabar Kenan untuk menunggu jawaban dari anaknya, tapi tidak ia dapatkan.

"Kiki, kamu baik-baik saja nak?"

Ckleek

Pintu itu keluar dan memperlihatkan putrinya yang tengah memandang sayu dirinya. Kenan mampu memastikan bahwa Kiki mengulangi kebiasaan buruknya lagi, begadang dan belajar, istilah lainnya adalah berusaha melupakan bahwa dirinya adalah anak seorang pembunuh.

"Nak, kamu baik-baik saja? Apa kau sakit?" Kenan begitu mencemaskan putrinya.

"Aku ingin langsung berangkat, dimana seragamku ayah?" ucap Kiki dengan suara parau dan sedikit serak.

"Nak, ayah antar saja ya?" tanya Kenan sambil sedikit pengusap kepala dan lengan anaknya.

"Aku tidak mau di cemooh lagi ayah", Ucapan Kiki yang setenang itu membuat hati Kenan tertusuk dan untuk kesekian kalinya membuat Kenan menyadari dia bukan ayah yang baik.

Maafkan ayah

"Baiklah Nak, ayah akan menyiapkan bekal saja untukmu" . Kiki yang tak memperdulikan itu langsung pergi dari hadapan ayahnya.

Nak, ayah tau kamu begitu menderita, ayah benar-benar buruk untukmu, baiklah Nak, ayah tidak apa-apa, sekeras apapun itu ayah akan tetap membahagiakan kamu, dengan nyawa dan harga diri ayah.

Suara batin Kenan menutup pagi harinya yang begitu dingin dengan sang anak. Kenan tidak bisa memungkiri dia begitu menyayangi putri kecilnya dan begitu merindukannya. Kenan ingin memerankan peran sebagai ayah dalam keluarganya.

Bisakah ayah menyembuhkan luka hatimu Nak? Apakah kamu akan selamanya tidak memaafkan ayah?

Kenan berjalan ke tempat kerjanya dengan memikirkan berbagai hal tentang putrinya. Ia memang hanya memikirkan putrinya saja tanpa memperhatikan apakah dirinya ikut menderita dengan sikap putrinya atau tidak, Kenan tidak pedulikan itu.

Selama di penjara Kenan selalu menghitung hari kapan dia akan di bebaskan dan akan melihat lagi putrinya yang ada di panti asuhan. Kenan tidak pernah mengharapkan bahwa Kiki akan langsung menerima keberadannya. Bagi Kenan saat itu, melihat putrinya sehat sudah sangat cukup dan ia sangat bahagia Kiki mau pulang bersamanya.

Kenan memang tidak pernah paham apa saja yang terjadi pada putrinya ketika Kenan di penjara, tapi Kenan tau hanya rasa sakit yang menemani putrinya kala itu. Putrinya menghadapi semua itu sendiri. Kekejaman dunia yang keterlaluan itu harus diterima putrinya.

Kenan juga selama ini selalu berusaha menjadi ayah yang bertanggung jawab untuk Kiki atas segala kebutuhannya. Kenan tau itu tidaklah seberapa tapi Kiki begitu memahami ayahnya karena Kiki bukan anak yang suka minta dan menuntut lebih pada ayahnya.

Kenan tersenyum mengingat itu semua. Kiki putrinya memang tidak pernah berubah sedari kecil, karena yang ia minta pasti hanya alat untuk menggambar.

Sementara itu di sekolah, Kiki membawa langkahnya menuju lapangan untuk pelajaran olahraga yang menurutnya sangat melelahkan. Kiki bukan anak yang pandai bergaul seperti temannya yang lain karena traumanya dan guru-guru paham akan hal itu. Namun Kiki bukanlah anak bodoh, Kiki lebih pandai dan cerdas di banding teman-temannya yang membuat mereka semakin membenci Kiki.

Anak pembunuh

Besok dia pasti juga akan dibunuh ayahnya

Selain membunuh apa lagi yang di lakukan keluarganya

Jangan dekat-dekat dia berbahaya

Aku yakin dia membawa pisau ke sekolah

Kiki tidak marah, dia hanya lelah mendengar itu semua. Terbesit rasa sakit disana mendengar orang lain membicarakan kedua orang tuanya, termasuk...ayahnya.

Kiki tidak akan berbohong, dia sayang ayahnya. Sangat. Satu-satunya hal yang dia benci adalah dirinya sendiri. Dia yang tidak bisa melupakan hari itu bahkan sudah dengan berbagai cara. Kiki tidak mau terjebak dalam masa lalu terus menerus. Tapi luka itu dan semua yang dirinya hadapi setelah kedua orangtuanya jatuh turut meruntuhkan sisi kewarasannya.

Selama ayahnya di penjara pun sama, yang dirinya lakukan hanyalah menyakiti dirinya sendiri, memukul kepalanya, membenturkan kepalanya di tembok, melukai tangannya dengan pisau, sampai berusaha untuk mati. Kiki tertawa getir kala mengingat itu. Kiki yakin ayahnya tidak tau semua itu. Kiki sadar betul perjuangan ayahnya, dia tidak mau ayahnya berfikir bahwa anaknya sudah gila. Pasti menyakitkan.

Setiap kali dia bermimpi, dia selalu mendengar suara ibunya dan merasakan dekapannya. Tanpa Kiki tau bahwa yang setiap malam mendekap dan mencium keningnya adalah sang ayah secara diam-diam.

Pelajaran olahraga begitu melelahkan apalagi ini dilakukan siang-siang. Membuat Kiki makin lelah, ingat bahwa dia semalaman tidak tidur dan melewatkan sarapannya. Ia hempaskan badannya di bangku dan menengadahkan kepalanya, pusing menderanya namun ia masih harus melewati pelajaran sekolah. Dibukanya tas hitam miliknya dan menemukan kotak bekal disana.

Nak, jangan lewatkan makan bagaimanapun keadaanmu, Ayah sayang padamu.

Note kecil itu begitu membuat hatinya sesak dan Kiki semakin membenci dirinya karena tidak bisa melupakan hari itu. Kiki remat kertas itu kuat-kuat dan menumpahkan airmatanya yang sebenarnya sudah tumpah semalam ketika mengingat hobinya.

Maafkan aku ayah...

-

MurdererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang