Bagian 3

167 17 5
                                    

"bagaimana? Enak didengar kan?" Tanya Imam pada anak-anak yang dengan setia mendengarkannya bersholawat.

"Iya, emang enak didengar. Tapi kan itu karena kakak suaranya bagus." Jawab seorang anak laki-laki yang bernama Randi. Dan memang semua temannya juga terdiri dari anak laki-laki.

"Bukan begitu anak-anak. Memang benar, suara bagus itu enak didengar. Dan suara bagus itu anugerah. Tapi sejatinya semua suara itu bagus. Apalagi jika digunakan untuk melantunkan shalawat. Tapi shalawat juga ada tata caranya, supaya enak didengar. Shalawat adalah puji-pujian kepada nabi Muhammad Saw. Jadi harus dilantunkan dengan baik. Sementara kalian melantunkan dengan sesuka hati bahkan berteriak-teriak. Pake pengeras suara pula. Jadinya gak enak didengar. Dan jadinya malahan berisik."

Mendengar penuturan Imam itu anak-anak pun terdiam begitu saja.

"Mau kakak ajarin sholawat yang benar gak?" Tawar Imam melanjutkan bicaranya setelah tadi anak-anak hanya mencerna penuturannya.

Dan anak-anak pun antusias ingin belajar ternyata. Maka saat itu juga Imam langsung mengajari anak-anak.

Sedangkan pak RW yang memang sudah anteng di rumah sejak sejam yang lalu seketika bergegas bersiap berangkat ke mesjid. Karena merasa heran sekaligus bersyukur setelah mendengar suara shalawat anak-anak yang cempreng lalu mendengar suara merdu Imam sedangkan kini justru malah sepi. Karena speaker mesjid kembali of.

Lalu begitu sampai mesjid pak RW mendapati anak-anak sedang mengikuti arahan Imam agar bisa melantunkan shalawat dengan merdu.
Imam Sudah seperti guru vocal mengajari anak-anak paduan suara.

Dan mereka pun mengikuti arahan Imam dengan baik. Lalu melantunkan shalawat bersama-sama dengan seirama sehingga teramat sangat syahdu di pendengaran.

Dan pak RW pun hanya bisa tersenyum kagum menatap bangga kepada anak-anak yang bersedia belajar dan pemuda yang sukarela mengajarkan mereka itu.

Setelah shalawat anak-anak terasa sudah benar menurut Imam. Maka, Imampun kembali menyalakan speaker dan lantunan shalawat yang syahdu dan seirama itu kini mengalun membelah keramaian hiruk-pikuk warga sekitar. Dan tidak sedikit warga sekitar pun yang justru ikutan bersenandung melantunkan shalawat tersebut.

Dan di saat inilah pak RW mengajak Imam mengobrol di teras mesjid sementara anak-anak tetap dibiarkan
Bershalawat.

"Nak Imam. Saya, sebagai ketua RW sangat berterimakasih kepada nak Imam sudah bersedia mengajari anak-anak disini? Kalau nak Imam tidak keberatan, bagaimana jika nak Imam jadi guru mengaji tetap saja disini. Karena memang anak-anak di lingkungan ini tidak memiliki guru mengaji. Bukankah nak Imam bilang bahwa nak Imam ini seorang santri sebelum datang ke lingkungan ini?"

"Allhamdulliah. Terimakasih pak atas kepercayaannya kepada saya. Saya tentu sangat bersedia pak. Tapi saya hanya bisa mengajari anak-anak di waktu sore seperti ini. Karena saya sudah bekerja sekarang."

Akhirnya pak RW dan Imam bersepakat bahwa Imam akan mengajari anak-anak yang mau belajar di lingkungan ini. Setiap sore sebelum Maghrib dan setelah sholat Maghrib.

Pak RW juga mempertanyakan tentang tempat tinggal Imam. Karena menurut pak RT setempat yang menerima laporan atas ijin tinggalnya. Pak RW hanya tahu bahwa Imam ngekos di lingkungan ini, dan bekerja bersama Eko yang membawanya ke sini.

Tapi setelah Imam memberitahukan bahwa dirinya tinggal bersama Eko di kosannya.
Pak RW pun hanya meminta Imam agar sepulang dari mesjid nanti, ba'da sholat isya, supaya Imam ikut bersamanya ke rumahnya.

Enggak tahu untuk apa? Pak RW tidak memberikan penjelasan. Dan Imam pun tidak bertanya lebih lanjut karena adzan Maghrib berkumandang. Dan mereka pun bergegas ke tempat sholat untuk sholat berjamaah. Dan jema'ah lainpun mulai berdatangan.

Suara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang