Part 2'

276 59 13
                                    

Terdengar suara samar gemuruh, langit berubah menjadi mendung. Angin terlihat berputar yang sebenarnya mengelilingi tiga sosok yang tak kasat mata, mereka yang sedang melakukan perjanjian.

Jae mengangkat tangannya, membuat gerakan memutar beberapa kali sehingga sebuah lingkaran keperakan terlihat. Lingkaran itu semakin lama membentuk rantai kecil. Younghyun dan Wonpil saling bersalaman dan menggenggam erat pergelangan tangan, sedikit ada rasa takut di hati Wonpil yang membuat Younghyun tersenyum. Sangat tipis.

"Apa kalian siap?" Younghyun dan Wonpil mengangguk mantap. Jae menggerakan tangannya yang membuat rantai keperakan itu melayang mengikuti. Ia mengayunkan tangannya, rantai itu melilit tangan Wonpil dan Younghyun.

"Saya bersumpah akan melaksanakan perjanjian ini hingga akhir dan menerima konsekuensinya."

Wonpil mengerutkan dahinya, menatap Younghyun bingung. Younghyun mengangkat sudut alisnya, memberi sinyal agar Wonpil mengikuti ucapannya.

"Saya bersumpah akan melaksanakan perjanjian ini hingga akhir," Wonpil menghela napas dan membuat Jae menoleh ke arahnya. "Dan menerima konsekuensinya."

Rantai itu mengeluarkan cahaya perak yang terang, Wonpil harus memejamkan matanya akibat terlalu terang. Cahaya itu perlahan meredup dan menghilang. Wonpil membuka matanya dan melepaskan tautan tangan dengan Younghyun, di pergelangan tangannya terdapat sepuluh tanda bulan sabit yang melingkar.

"Apa ini?"

"Itu batas waktumu. Bulan sabit itu satu per satu akan berubah menjadi bulan purnama. Selesaikan semua urusanmu sebelum kesepuluh bulan sabit itu berubah menjadi bulan purnama, dan jangan lupa kalau setiap hari ketujuh ingatanmu akan hilang."

"Sebentar, lalu bagaimana aku bisa menyelesaikan urusanku kalau aku memiliki dua batas waktu?"

Jae dan Younghyun serentak mengangkat bahunya.

"Semoga beruntung."

Younghyun menghentakan kakinya dan langsung menghilang, sedangkan Jae sudah pergi entah kemana saat Wonpil memerhatikan Younghyun.

"Sekarang aku harus bagaimana," Wonpil memegang kepalanya. "Aku harus mencari apaㅡ urusan apa yang harus aku selesaikan?" Ia berdecak, marah karena ingatannya sekarang benar-benar hilang. Wonpil tidak menyangka konsekuensi perjanjian itu akan seburuk ini.

"Sial."

♧♧♧

Jae berdiri di atas tiang rambu lalu lintas, baju jubahnya diterpa angin begitu juga rambut kecoklatannya. Buku yang ia pegang mulai mengeluarkan sinar keemasan, pertanda sebentar lagi akan ada manusia yang mati.

Jae bergerak untuk duduk, kakinya bergoyang-goyang. Matanya menyoroti seorang wanita yang tak jauh di bawah sana sedang berjalan sambil memainkan ponselnya. Kecelakaan lagi, pikir Jae.

Jae menghela napas dan menangkup dagunya, menunggu maut benar-benar menjemput wanita itu. Tidak perlu menunggu lama, saat wanita itu hendak menyeberang, dari arah berlawanan melajulah truk dengan kencang.

"Awas!"

Eh?

Jae mengernyit, matanya menyipit. Ada laki-laki yang berlari dan berhasil menarik wanita itu kembali ke trotoar bersamaan dengan truk yang melintas. Buku catatan Jae memendarkan cahaya sangat terang dan redup seketika.

"Apa-apaan ini?"

Jae menatap tajam laki-laki yang sekarang mengecek keadaan wanita tersebut, hingga kemudian laki-laki berlalu.

"Hh," Jae berdiri. Merasa heran dengan manusia yang gemar mempermainkan kematian.

♧♧♧

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hari Ke-EnamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang