Kota Seoul menjelang petang selalu memberikan nuansa elegan yang sayangnya sering diabaikan. Tidak semua mata mau repot-repot untuk sekedar menatap langit yang memberikan gradasi-gradasi warna yang gemilang.
Hal itu bagi Younghyun adalah bentuk kenaifan manusia. Bagaimana tidak, manusia terlalu sibuk mengejar nominal hingga lupa untuk menyadari keindahan kecil di sekitarnya.
Tapi ia bukanlah tipikal yang mau susah payah mengomentari, itu tidak penting.
Baginya lebih penting datang ke rumah pemakaman, ia harus mengantar jiwa yang baru saja dikremasi. Seharusnya ia melakukan itu kemarin, namun jiwa itu meminta waktu untuk melihat tubuhnya dikremasi. Younghyun harus mengabaikan suara-suara bisikan malaikat maut lain yang menyebutkan namanya ketika ia sedang berjalan menuntun sang jiwa.
"Itu Black."
"Jadi, dia Black?"
"Panggilannya begitu."Kalau Younghyun boleh jujur, ia sangat malas meladeni malaikat maut lain. Tidak memiliki alasan khusus, ia hanya merasa tidak nyaman berbicara. Satu-satunya pekerjaan paling berat adalah menjawab pertanyaan.
"Kau sudah tidak memiliki penyesalan, pergilah." kata Younghyun kepada sang jiwa. Di depan mereka ada lubang besar bercahaya, lebih serupa pintu. Tugas Younghyun tidak hanya menjemput jiwa yang baru saja meninggal, tapi juga mengantarkan ke pintu cahaya tersebut.
Tepat setelah jiwa itu menghilang ke dalam pintu, buku keemasan Younghyun kembali bersinar. Menghela napas, lagi-lagi ia harus menemui jiwa yang lain. "Kenapa banyak sekali yang meninggal hari ini," keluhnya.
Younghyun memutar tubuhnya dan dalam sekali langkah ia menghilang.
♧
Pukul 19.18 malam, ruas jalan ramai oleh manusia-manusia yang akan pulang ke rumah masing-masing, atau ke tempat lain untuk menghilangkan penat. Manusia menyebut itu sebagai istirahat atau hiburan. Begitu juga Kim Wonpil, seorang pianis yang baru saja menyelesaikan pertunjukan. Dengan tas ransel yang berada di bahu kanannya, ia berjalan pulang.
Namun bukan wajah bahagia yang terlukis.
Berbanding terbalik, Wonpil terlihat sangat frustasi. Langkahnya tergesa-gesa, sesekali ia melihat jam tangannya. Ia langsung menyeberang ketika lampu hijau sudah berkedip-kedip.
Drrrttt.
Ponselnya bergetar, langkah Wonpil melambat untuk mengambil ponsel di sakunya. Ketika melihat nama yang terpampang, wajah Wonpil semakin kaku. Dengan ragu-ragu ia membuka pesan itu, tidak menyadari bahwa lampu penyeberangan akan berganti menjadi merah.
Tepat saat Wonpil membaca pesan itu, lampu berganti dan suara klakson terdengar. Hingga sebuah mobil melaju kencang menuju ke arah Wonpil, ia masih terpaku akibat isi pesan singkat yang dibacanya.
"YA! WONPIL!"
Wonpil menoleh. Lalu,
Braakkk.
Terlambat mengelak, tubuh Wonpil sudah terlempar ke sisi jalan dengan darah mengalir dari kepalanya.
♧
Suara derap langkah bergema, Younghyun berjalan mendekati jasad Kim Wonpil. Dengan gerakan telunjuk yang sederhana, kabut tipis keluar dari tubuh Wonpil. Wonpil kini hanya sesosok jiwa tanpa raga. Ia tampak bingung dan kosong, namun bagi Younghyun itu adalah hal wajar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hari Ke-Enam
FantasíaKuberikan kau waktu untuk kembali ke dunia agar kematianmu tidak dipenuhi penyesalan. Tapi ingatanmu hanya bertahan selama enam hari, setiap hari ketujuh ingatanmu akan hilang. Bergegaslah. DAY6 - fantasy fiction