ㅡ7

1.2K 276 14
                                    

"Sampai kapan kau akan seperti ini?"

Jimin menatap pantulan dirinya yang berada di dalam cermin. Mereka sama-sama menyuguhkan ekspresi yang sama,

ㅡhampa.
 
 
'Seperti apa?'

Pantulan dirinya sedikit mengangkat alis. Dan Jimin di seberangnya justru tertunduk.

"Akankah kau juga akan mengambil semua yang tersisa? Aku hanya tinggal punya diriku,"

Tatapan Jimin kembali pada pantulan dirinya, "ㅡapa kau juga akan mengambilnya?"

 
Seperti biasa, disaat diri Jimin sudah menunjukkan ekspresi yang sendu, pantulan dirinya disana justru akan semakin senang. Seperti sebuah kemenangan telah menjadi miliknya, atas diri aslinya.
 
 
'Jangan lupa, kau sendiri yang memintaku melakukannya.'
 
 
"Aku sudah memberikan semuanya, semua yang aku miliki. Padamu. Kebahagiaanku, senyumku, dengan harapan kau akan menghapus semua kesedihanku."

 
'Dan aku memang melakukannya, kan?'

 
Tangan Jimin mengerat, terkepal erat diatas lantai tempatnya bersimpuh dihadapan cermin itu. Semua miliknya sudah di ambil, jangan lagi sisanya. Yang tersisa dalam dirinya hanyalah jiwa-nya. Meskipun jiwa itu kosong, tapi hanya tinggal itu yang dimilikinya.

"Kuperingatkan, bagian terpenting dari diriku jika kau mengambilnya juga, maka akan kupastikan kau hancur."

Jimin menantang pantulan dirinya di cermin itu dengan ekspresi dingin dan tatapan tajam. Dan tanpa diduga, pantulan dirinya di cermin itu sedikit terkejut dengan apa yang baru saja ditunjukkan Jimin di hadapannya.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  
 
 
 
 

I gave you the world

I changed everything

just for you

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Plot twist,
 
 
Entah kenapa sekarang ia jadi merasa, kalau sebagian besar waktunya hanya untuk memikirkan masalah sang pasien baru. Si pelukis muda di hadapannyaㅡmasih dengan style yang hampir sama, monoton, dengan jeans dan hoodie) sedang memperhatikan lamat-lamat dirinya di depan cermin. Inisiatif saja, ia menyodorkan sebuah cermin rias yang biasa dipakai para wanita, hasil pinjaman pegawai administrasi di depan.

"Apa terjadi?" tanyanya final, setelah hening hampir membuat kadar kantuknya semakin menggila.

Atensi si pelukis muda teralihkan, "Aku pikir tidak semudah ituㅡ"

"Apa setiap cermin yang kau lihat akan memperlihatkan peristiwa serupa?"

Dia terkesiap, kemudian menggeleng pelan. "Tidak, dok. Aku juga tidak paham."

Yoongi menopang dagunya dengan kedua tangan sambil berpikir. "Jadi, lebih tepatnya dimana dan kapan kau biasa mengalami 'itu', Jimin-ssi?"

Pasien di hadapannya justru terdiam, menatap pantulan dirinya di cermin meja berbentuk bulat itu. Agak lama.

"Sebenarnya," katanya tanpa mengalihkan atensinya dari cermin bulat itu. "ini terjadi sudah sejak lama. Aku dan cermin itu, ah tidakㅡ aku dan alter ego ku itu mulai berkomunikasi. Tapi, aku lupa tepatnya kapan. Mungkin umur 5 tahun? 6 tahun? Entahlah, aku masih sangat kecil. Disana, aku menangis hampir setiap hari. Di depan cermin besar di ruang tengah rumahku."

You in Me ㅡMyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang