part 8

387 26 1
                                    


Sean menemukan Nana sedang berbincang akrab dengan Jayden di lobby hotel setibanya dia di hotel bersama Nick ayahnya. Mata Nick mengikuti arah mata Sean. "Diakah wanita itu?" Tanya Nick. "Cantik,anggun,sederhana." Sambung Nick.

"Hmm. Dad bisa lihat kan,bagaimana akrabnya mereka. Aku rasa sudah tak ada kesempatan untukku,mendapatkannya."Sean menghela nafas.

"Belum tentu. Yang Dad lihat wanita itu hanya nyaman sebagai teman. Tidak ada rasa ketertarikan disana. "Nick menjawab sembari tetap memperhatikan Nana dari kejauhan bersama Sean,yang ikut memperhatikan Nana.

"Dari mana Dad tahu?"tanya Sean.

"Apa kau meragukan Dad,Sean?Pengalamanku jauh lebih banyak darimu jika menyangkut seorang wanita. Jangan sampaikan pada mommy."

Sean tertawa.

"Ayo kita pergi,setelah menyebut mommy mu, dad jadi merindukannya.

Dengan langkah berat Sean meninggalkan lobby hotel menuju ruang kerja ibunya. Langkahnya berat,hanya saja dia harus memastikan perasaannya pada Nana. Dia tak ingin menyakiti gadis sebaik Nana.

Sean hanya mampir sebentar di ruang kerja ibunya. Dirinya hanya ingin menyapa,dan menolak bergabung untuk makan malam bersama. Nafsu makannya hilang entah kemana.

Dengan langkah gontai, Sean menuju kamar hotel tempatnya tinggal beberapa hari ini. Kamar yang memang dikhususkan untuk dirinya. Kamar yang dia jadikan tempat persembunyian ketika dirinya tak ingin pulang ataupun tak ingin bertemu dengan siapapun. Kamar president suite itu memang sudah seperti rumah keduanya. Kamar yang tidak dibiarkannya untuk digunakan oleh siapapun. "Begitulah perintahnya pada staff hotel.

Dirinya masih enggan untuk pulang ke rumah,mengingat dia bisa dengan mudah menemukan Nana disini. Tapi setelah melihat Nana di lobby tadi,Sean mulai mempertimbangkan untuk pulang ke rumah.

Setibanya di kamar,Sean menjatuhkan tubuhnya ke ranjang berukuran king size. Melepaskan lelah dan gundah yang menguasai tubuhnya. Ketika hendak menutup mata,ponselnya berdering,awalnya Sean berusaha tak memperdulikan,tapi mengingat mungkin saja orang tuanya yang menghubunginya,dengan enggan Sean meraih ponsel yang berada di atas nakas. Ponsel keluaran terbaru menampilkan nama Nana dengan tanda love dibelakangnya. Sean dengan sigap mendudukkan tubuhnya. Dan segera menjawab panggilan dari Nana.

"Halo Nana,ada apa?" Jawabnya girang.

Sean merasakan perubahan moodnya. Dirinya hanya geleng geleng kepala dan tertawa canggung,tak percaya dengan dirinya sendiri.

"Hai Sean,kau ada dimana?" Tanya Nana

"Aku di kamar." Jawab Sean singkat. Dirinya tak sabar ingin mengetahui,mengapa Nana menyakan keberadaannya.

"Oh. Hmm,bisakah kita ketemu Sean. Ada yang ingin aku berikan padamu."jawab Nana lagi.

"Baiklah Nana,kita ketemu di Lobby. Aku turun sekarang." Ucap Sean sambil melangkah beberapa langkah menuju kaca,untuk memastikan penampilannya tetap oke.

"Oh,ok. " jawab Nana singkat.

*********

Sean tiba lebih dulu di lobby. Tak perlu waktu lama,dirinya kini menemukan keberadaan Nana yang baru saja melangkahkan kakinya keluar dari lift bersama beberapa tamu yang lain.

Sean menyunggingkan senyumnya. Dirinya sangat senang melihat Nana melangkah menuju dirinya,dengan senyum yang terlukis sempurna di wajah Nana.

"Hai Sean." Sapa Nana.

"Hai Nana." Ucap Sean pada Nana.

"Maaf mengganggumu Sean,aku hanya ingin memberikan ini. " tangan Nana menyodorkan sebuah botol kaca berwarna hitam yang dihiasi pita merah pada ujung botolnya.

"Ini bir aku bawakan untukmu. Birnya cukup enak Sean,aku rasa kau akan menyukainya. " lanjut Nana.

Sean meraih botol pemberian Nana. Dengan senyum yang tampak seperti anak remaja yang mendapatkan sebuah mobil ferrari.

"Hmm. Thanks. Apa kau sudah makan Nana?"

"Kenapa?kau belum makan Sean?tanya Nana

Sean mengangguk,mengiyakan pertanyaan Nana.

"Kamu mau makan apa?"tanya Nana lagi.

"Kita makan di resto hotel saja,gimana? Tanya Sean.

Nana hanya mengangguk,dan mengikuti langkah Sean dengan ragu. Dirinya cukup trauma,setelah kejadian beberapa hari yang lalu. Ketika seorang wanita yang mengaku tunangan Sean mengguyurnya dengan segelas jus.

Nana menghentikan langkahnya,dirinya mengedarkan pandangannya ke penjuru resto,memastikan wanita itu tak ada di manapun.

Sean yang sudah beberapa langkah di depan Nana,berhenti ketika dirinya tak merasakan kehadiran Nana di sampingnya. Dirinya berbalik dan mendapatkan Nana terpaku di gerbang restoran.

Sean berbalik menjemput Nana.

"Ada apa Nana?tanya Sean dengan wajah bingung.

"Hmm,aku hanya ingin memastikan tunanganmu tidak akan menyiramku jus lagi." Nana tersenyum simpul.

Ada sedikit rasa bersalah mendengar perkataan Nana,biar bagaimanapun dirinya adalah penyebab kejadian yang menimpa Nana saat itu.

Sean meraih tangan Nana. Menyatukan jari jarinya dan jari jari Nana.

"Maafkan aku Nana. Aku akan memastikan dia tak akan mengganggumu lagi. Dan dia bukan tunanganku. Aku sedang tidak terikat dengan siapapun saat ini. Kecuali denganmu. "Jelas Sean,sembari menunjukkan jalinan tangan mereka.

Pipi Nana bersemu merah. Dirinya berusaha melepaskan kaitan tangannya dengan Sean. Namun yang terjadi Sean malah mengeratkan jalinan jemari mereka dan tak berniat melepaskan.

Nana mengikuti langkah Sean. Dirinya merasakan seluruh mata pengunjung restoran tertuju padanya dan Sean. Nana menundukkan wajahnya. Tak ingin menjadi pusat perhatian.

"Sean menarik meja yang terletak di tengah bagian restoran. Namun tangan Nana segera menahannya.

"Sean,tak bisakah kita duduk di ujung saja." Ucap Nana dengan nada memohon.

Sean tertawa,dan kembali menarik tangan Nana menuju meja kosong yang terletak di pojok.

Sean menarik kursi untuk Nana. Dan menarik kursi di sebelah Nana untuk dirinya sendiri. Tak menunggu lama,pelayan menghampiri mereka.

Setelah memesan salad untuk Nana,dan steak untuk dirinya, Sean membuka percakapan.

"Bagaimana perjalananmu tadi?"tanya Sean sambil menatap Nana. Memperhatikan kecantikan Nana yang tak berkurang walaupun make up tipisnya mulai memudar.

"Kami hanya ke restoran milik teman Jayden,dan melihat proses pembuatan bir." Nana menarik senyum simpul di wajahnya.

Ada sedikit rasa iri dan cemburu menggelitik relung hati Sean. Kecewa dirinya melewatkan beberapa jam untuk bersama Nana.

"Dan bagaimana denganmu Sean?Apakah acara bermain golf mu cukup menyenangkan? Tanya Nana

Sean segera menggeleng.

"Tak menyenangkan,tanpamu. Ditambah mengetahui dirimu dengan pria lain. "Jawab Sean,sembari memutar gelas wine di tangannya.

Nana salah tingkah,pipinya memerah.  Terkejut dengan perkataan Sean.

Sean tersenyum melihat tingkah Nana. Dan menarik tangan Nana,untuk digenggamnya.

"Aku rasa,aku jatuh cinta padamu Nana. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama."

Sean tak percaya mulutnya mengucapkan kata kata itu. Dirinya tak pernah mengucapkan kata cinta pada wanita yang keluar masuk di hidupnya terkecuali ibunya. Sean merasa dirinya sudah gila.

Nana terpaku mendengar ungkapan perasaan Sean barusan. Dirinya bahkan tak mampu menarik tangannya yang saat ini telah berada dalam genggaman Sean.

3 WeeksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang