not to find 03

24 0 0
                                    

Sabina sudah meninggal, aku hanya akan jadi dokter biasa, bukan dokter pribadi adikku sekalipun dia adalah alasan utamaaku berusaha keras.

Kepergian sabina menyisakan duka bagi keluargaku, ibuku lebih banyak diam, ayahpun tak jauh berbeda, bahkan setelah aku menyelesaikan program intership dan bersiap melanjutkan sekolah spesialis suasana rumah masih saja gloomy, keluargaku seolah telah kehilangan bunga induk

Semenjak kepergian sabina aku sendiri makin sibuk sekolah spesialis yang aku ambil, kali ini aku juga belajar 2 kali lipat lebih keras agar bisa lulus dalam waktu satu tahun, agak sulit memang, tapi hanya itulah cara paling benar untuk melupakan luka. Menurutku.

Sebenarnya tidak pernah ada luka yang benar benar menghilang sekalipun kejadian itu sudah lama berlalu, tapi berpura-pura lupa sampai akhirnya tak sadar jika sedang berpura-pura rasanya jauh lebih baik ketimbang meratapi kemalangan setiap hari sambil terus menyalahkan diri sendiri.

Dua tahun berselang selepas kepergian sabina aku berhasil menyelesaikan sekolah spesialis hematologi waktu berlalu begitu cepat, perlahan aku mulai bisa menerima kepergian sabina, namun tidak dengan ibuku, .. beliau masih saja senang melamun di kamar sabina sambil melihat karya-karya sabina,

sebenarnya sabina masih punya satu lukisan lagi yang ia sembunyikan di gudang belakang studio mini yang ia ciptakan sendiri di halaman belakang rumah kami.

Lukisan tersebut ia buat sewaktu bermalam di flatku, dan memang sedari awal akupun tak diperkenanan untuk melihat lukisan tersebut oleh sabina,

awalnya aku mengira lukisan tersebut adalah lukisan yang nantinya menjadi karya utama dalam pameran esok hari, tapi dugaanku salah, sabina membawa lukisan itu pulang dan disimpan gudang. Sampai sekarang belum ada satupun dari kami yang menemukan kunci ruangan tersebut,

Ayahku menjadi semakin gila kerja, ia juga kembali pada pekerjaan dahulu dimana ia akan berpindah-pindah negara dalam bekerja, itu semua ia lakukan untuk menyibukkan diri karena tidak sanggup melihat kondisi ibuku yang masih saja suka melamun di kamar sabina,.

Graduation day....

Ku tatap jam taganku dengan gelisah, semakin aku menatap semakin aku bisa mendengar dengan jelas jarum jam yang senantiasa berputar di pergelangan tanganku, sudah dua jam aku duduk di auditorium, dan sebentar lagi namaku akan dipanggil oleh rektor, tak lama lagi tali toga akan di geser ke kiri, tapi aku sama sekali belum melihat ayahku duduk mendampingi ibuku di bangku tamu kehormatan.

Sebagai lulusan dengan nilai tertinggi dan waktu studi yang singkat, aku menjadi wisudawan yang masuk dalam jajaran istimewa, orang tuau juga diberi tempat yang istimewa untuk menyaksikan wisuda anak lelaki semata wayang mereka.

Aku telah mengabarinya lewat pesan whatsapp.. tapi memang belum dibaca olehnya. Aku tidak tahu persis pergi kemana lagi ayahku kali ini, ibu juga sama sekali tidak menyinggung perihal ayah.

Namaki telah dipanggil untuk naik ke podium, kulangkahkan kaki dengan berat berharap, masih berharap kedatangan ayah, setiap langkah kakiku terus mengantarku semakin dekat kehadapan rektor dan kini tinggal tiga langkah lagi aku akan sampai di hadapan rektor dah resmi menjadi sarjana setelahh tali toga digeser,

"CONGRADUATIONS SON ...!!!!!"

Ahh apa aku tidak salah dengar, barusan aku mendengar suara ayah ! tidak salah lagi, ayah pasti datang kemari kan ?!, dengan refleks aku memalingkan wajah, benar saja, ayah datang ke acara wisudaku,

beliau nampak kacau dengan pakaian safari yang ia kenakan, ia juga masih memakai ranselnya, jelas sekali kalau ayah belum sempat mampir ke rumah selepas bepergian ..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

base on TRUE [i]MAGI(c)NATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang