12. Hunting

612 115 28
                                    






Aku tak mengenal Jinyoung lebih dekat dari siapapun yang pernah kutemui, tapi ia satu satunya yang dapat menghipnotis ku begitu saja. Sulit rasanya untuk dapat menguasai diri ketika berada di dekatnya, ia terlalu mengintimidasi. Bahkan aku tak dapat berspekulasi apapun saat bibirnya melumat bibirku tanpa alasan.

Aku tak ingin membawa pikiranku lebih jauh, karena itu tak akan berarti apapun untuknya. Toh ia akan tetap menyembuyikan apapun yang sedang ia pikirkan dengan tindakannya ini.

Ia menjauhkan sedikit wajahnya dariku, namun tak melepaskan jemarinya yg tetap di sisi wajahku. Ia melihatku terengah, tapi bukan itu yang membuat kesedihan terpatri begitu jelas diwajahnya yang sangat menyita.

Ada kekhawatiran yang hampir tak terbendung oleh perasaannya, dan aku melihat itu dengan jelas di matanya.

"Jaga pikiranmu, jangan biarkan orang asing menemukannya. Berjanji padaku kau tak akan pergi kemana mana tanpa Hyungseob? Aku akan benar-benar marah, aku tak akan pernah memaafkanmu jika kau membiarkan dirimu terluka," matanya tajam tak beralih sedikitpun dariku.

Aku mengangguk kaku tanpa kata.

Saatnya pergi

Suara Hyungseob menggema di pikiranku, dalam sedetik ia langsung muncul dari sisi tangga. Yang lainnya berhamburan keluar tanpa menatap Jinyoung yang jelas-jelas masih memelukku.

"Jangan kunci pikiranmu, Hyungseob. Permudah aku untuk mengontakmu," Jinyoung beralih pada Hyungseob. Ia bergerak menjauh.

"Baiklah. Jangan khawatir, aku akan menjaganya," Hyungseob menarik tanganku, membawaku keluar.

Ia memintaku masuk ke dalam mobil Mercedes Jinyoung. Woojin telah berada di bangku kemudi, di sampingku. Hyungseob duduk di jok belakang, tak beralih sedikitpun dariku.

Ada tiga mobil kini terparkir di halaman, sejenis Volvo dan ferarri dengan warna merah hitam yang mencolok. Aku tak tau di mana mereka menyembuyikan mobil mobil mewah itu di rumah ini.

Jinyoung menatapku dari jauh, mengangguk sedikit saat Woojin mulai menderukan mesin. Wajahnya semakin jauh tak terlihat dari pandanganku. Mobil bergerak mundur dan berpacu kencang menuju perbatasan jalan besar. Sosoknya benar-benar telah menghilang di balik jalanan yang sepi itu.

Aku mendesah, menatap keluar jendela. Berharap hari ini berakhir dengan cepat. Woojin dan Hyungseob membisu dalam pikiran masing-masing yang tak dapat terbaca. Sementara mobil melaju bersama keheningan itu dengan kecepatan maksimum.

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di rumahku. Mobil Baekhyun terparkir di halaman, aku turun dari mobil dan mempersiapkan ekspresi sebiasa mungkin agar Baekhyun tak curiga. Ia akan panik jika tau bahwa sebenarnya ada seseorang yang sedang memburuku saat ini. Seorang pemburu pikiran.

"Kau akan dapat mengatasinya, tenanglah," Hyungseob menggandeng tanganku, tersenyum.

Woojin tetap menjaga jarak saat mengikuti kami memasuki rumahku. Benar saja, Baekhyun langsung menyadari kedatanganku. Ia terkejut dan tampak khawatir.

"Owh, Hoonie. kebiasaan burukmu selalu membuatku hampir terkena serangan jantung. Kenapa tidak menelponku kalau ingin pulang terlambat?" ia memelukku, menatap kediamanku.

"Maaf papa. Aku... lupa," ujarku menggigit bibir, sulit rasanya bicara tanpa suara getir.

"Aku tak tau kau akan sekhawatir ini, Baekhyun. Maafkan aku, kami membuat Jihoon pulang terlambat," Hyungseob menjelaskan dengan nada tenang dan seceria biasanya.

Bagaimana mungkin ia dapat mengatasinya dengan sangat mudah?

"Hmm, lain kali jangan lakukan itu lagi. Telpon aku dulu seharusnya. Aku terlalu cemas saat mendengar berita di sekitar Portland terjadi kasus aneh, jadi aku pikir... Jihoon mungkin saja sedang disana," Baekhyun duduk di sofa putih itu, mendesah panjang.

The Mind Reader [Deepwink Ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang