15. Serangan pertama

544 102 31
                                    


Double up biar bete aku cepet ilang

       

Daehwi menatapku dengan pandangan ganjil, tersirat dengan jelas kekesalan saat melihatku duduk berdua dengan Jinyoung di sudut Kaffeteria. Kami sengaja menjauh dari keramaian,  membiarkan hal tersebut menarik perhatian bagi yang lain.

Dari jauh aku melihat Euiwoong dan Daehwi duduk di tempat biasanya kami berkumpul, tatapan mereka saling bertolak belakang. Euiwoong lebih terbuka dalam banyak hal, bahkan ketika ia berekspresi dan aku tau senyumnya kali ini mengandung arti yang jelas.

Aku beralih, menatap keluar jendela, mendesah untuk kesekian kalinya.

Jinyoung tak memulai pembicaraan, sejak tadi. Ia ikut diam bersama kebisuan yang aku bawa, matanya memandang banyak hal dalam wajahku yang sulit ditangkap dalam pikiran.

Biasanya aku tak akan membiarkan hal ini berlangsung lama, mengingat keheningan bukan hal yang aku suka. Terlebih ketika harus berhadapan dengannya. Tapi toh mood benar benar sedang tidak baik. Ada hal lain, yang membuatku teralih dan berubah lesu.

Sesuatu yang membuatku merasa bersalah, dan ini jauh lebih penting dari permasalahanku di dunia pembaca pikiran.

Aku harus menemui Kuanlin, secepatnya. Karena persahabatan kami tak sebaik yang seharusnya berjalan. Aku tau ia memikirkan banyak hal tentang ini, dan akhir-akhir ini sepertinya ia mengalami banyak kesulitan.

Aku mendengar pembicaraan Baekhyun dan Lay malam itu, dan mulai menyadari masalahnya. Perusahaan Lay berada pada masa krisis dan ia sedang berjuang mempertahankannya, dan tentu saja itu membuat Kuanlin khawatir. Terlebih ia kesepian.

Aku bisa lihat ketika ia menjaga jarak dari yang lain, tak membiarkan satu fans nya pun mendekatinya. Ia bisa saja memilih memiliki banyak teman, bergaul secara luas dan mudah saja mendapatkan banyak teman. Terutama para wanita dikelas musik yang banyak mengidolakannya.

Tapi ia tak melakukannya, dan aku tau alasannya. Akulah yang ia butuhkan. Bukan sesuatu yang sulit ditebak ketika matanya telah bicara.

Hal itu membuatku semakin bersalah, tak satupun yang dapat aku lakukan untuknya.

Tiba tiba Jinyoung mendesah, pundaknya naik. "Benar-benar tak ada yang menarik untuk dibicarakan? Hingga kau terlalu lama diam begini.."

"Kau toh tetap mendengar pikiranku walaupun bibirku diam.." ujarku sensitive.

"Kau benar. Karena itulah aku ingin menghentikannya. Itu sangat menggangguku."

"Apa?" suaraku naik satu oktaf, mendidih.

"Aku mengawasi pikiranmu setiap saat, Jihoon. Yang aku harapkan kau dapat memikirkan hal-hal yang umum dan tak ada hubungannya dengan kehidupan pribadimu. Kau mungkin tak menyadarinya, tapi  secara spesifik, kau sudah membawaku masuk dalam hal-hal yang lebih intens," ia menggeleng pelan, melipat kedua tangannya di atas meja. Jarak antara kami semakin intim.

"Kau tak perlu mendengarnya, pergi saja dari pikiranku kalau begitu," aku tak benar-benar mengatakannya. Hanya luapan emosi sesaat.

"Tidak bisa.." suaranya lebih pelan, namun tetap tajam.

Mata kami saling bertatapan, membiarkan nampan berisi apel dan burger di atas meja itu utuh di piring tanpa tersentuh tangan sedikitpun.

"Aku tak ingin jadi gegabah dan membiarkan kesalahan-kesalahan kecil yang timbul dalam egoku menghancurkan ini semua. Tapi aku harus waspada, dan harusnya kau dapat membantuku. Tidak bisakah kau, berhenti untuk membiarkan pikiranmu lebih mudah dideteksi orang lain..." pundaknya maju beberapa senti, merapat pada tatapanku.

The Mind Reader [Deepwink Ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang