Kalau ditanya apa yang gue suka Rena. Jawabannya karena tingkahnya yang konyol, tawanya yang menular, dan candaannya yang selalu berhasil buat gue ketawa.
Lihat aja, kali ini dia sedang memakai kacamata dan topi bajak laut. Gue nggak tau apa yang ada dipikirannya hari itu tapi tingkahnya berhasil buat gue tertawa dan sedikit melupakan penat tentang tugas dan masalah lainnya.
"Kamu ngapain sih, Ren?"
"Aku lagi cosplay jadi bajak laut hehehe" Tawa gue sekali lagi pecah mendengar jawabannya yang ngaco.
"Bajak laut mana ada yang sejelek kamu" Gue mencubit pipinya, gemas. Kalau nggak di tempat umum kaya gini mungkin gue udah melahap pipinya saat ini juga.
"Hih ngaca dong!" Dia menatap gue sinis lalu mencopot semua aksesoris dan menaruhnya kembali dengan wajah yang ditilap berlapis-lapis. Nggak gue duga kalau dia marah kegemasannya meningkat 100%, buat gue pengen memasukannya ke kantong dan membawanya pulang.
"Ayo kita makan!" Ajaknya, mengandeng tangan gue keluar dari Miniso.
"Kamu yang bayar ya?"
"Iya aku yang bayar. Serius."
"Kok tumben?" Gue behenti berjalan dan menatapnya.
"Ya dong! Aku abis dapet arisan nih. Makanya aku ajak kamu jalan heheheh" Dia tersenyum lebar sampai matanya ikut tersenyum. Gue pun membalasnya dengan senyuman. Nggak boong. Senyumnya itu nular.
"Mau makan dimana emangnya?"
"Dimana aja, Kintan boleh... Yoshinoya boleh... Apa aja deh terserah kamu."
"Hmmmm.... ikut aku yuk?"
"Kemana Bri?"
"Udah ikut aku aja."
ㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤ ㅤㅤㅡㅡㅡ
"Pak nasi pecelnya dua ya, ayamnya yang dada. Sambelnya juga banyakin ya heheh."
"Minumnya apa mas Bri?" Tanya pak Kumis.
"Biasa.. teh tarik satu sama air putih dinginnya satu"
Ya disinilah kita, di sebuah kedai pecel lele di pinggir jalan raya kota Depok. Menurut gue tempat makan seperti ini lebih enak dibanding Kintan atau Yoshinoya atau restauran-restauran terkenal lainnya. Dan tentu saja harganya terjangkau buat anak kosan kaya gue sama Rena.
"Kalau makannya disini mah kamu bisa nambah Bri. Mau dua piring? Tiga piring? Gapapa aku yang bayar." Ucapnya seraya mengibaskan rambutnya.
"Wetseh gaya banget okb."
"Eh kurang ajar lo ya!" Sebuah gumpalan tissue mendarat di kening gue disambut dengan tawanya yang lagi lagi membuat gue ikutan ketawa.
"Lagian kamu gaya gayaan ngajak aku makan di Kintan. Udah tau aku makannya banyak, nanti kalau uang kamu abis gimana?"
Nggak ada respon, ia hanya menatap gue dengan tangannya yang menahan dagunya. "Ya.... gapapa kan ada uang kamu. Nanti aku pinjem dulu."
"Yeeeeee" Gue lagi lagi mencubitnya, namun kali ini mencubit hidungnya.
"Ini makanannya. Monggo dimakan." Suara pak Kumis menghentikan gue mencubit hidung milik Rena. Dia hanya mendengus kesal dengan hidungnya yang merah. Kaya badut tapi versi gemesnya.
"Makasih pak!" Ucap gue dan Rena bersamaan lalu dilanjut dengan "Itadakimasu mas Bri heheheh" yang dilontarkan oleh Rena. Seperti biasa.
Kami berdua pun sibuk dengan kudapan kami masing-masing ditemani dengan obrolan hangat dan candaan Rena yang garing. Kalau udah begini, rasanya gue pengen banget berhentiin jarum jam supaya momen sekarang nggak berlalu terlalu cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi, Novel Dan Jam 10 Pagi.
ChickLitJangan tanya kenapa gue suka jam 10 pagi. Gue pun gak tau jawabannya. Tapi, yang bisa gue simpulin itu karena pergantian dari pagi ke siang, udara yang berubah dari sejuk menjadi panas juga karena Rena dan segala peritilannya, kopi dan beberapa nove...