Satu hal yang Rena sukai selain kopi dan novel yaitu hewan berbulu lebat dan berkaki 4. Iya, kucing. Dia sangat suka sekali kucing, saking sukanya wajahnya sampai mirip dengan kucing, lucu dan menggemaskan.
Berbicara tentang kucing, Rena punya 2 kucing namanya Nanas dan Bolu. Gue terbahak waktu itu mendengarnya memberikan nama Nanas dan Bolu.
Katanya, kucing yang bernama Nanas itu mirip banget sama gue. Perawakannya yang gembul, hobinya makan, dan wajah yang sangar. Padahal gue nggak segembul dan sesangar Nanas. Tapi nggak apa, katanya Nanas itu lucu. Berarti gue lucu juga kan?
Dan kucing berbulu coklat bernama Bolu itu diibaratkan mirip dengannya. Perawakannya yang mungil, matanya yang besar dan wajahnya yang cantik. Padahal, mata milik Rena nggak sebesar Bolu. Tapi jangan salah, Bolu ini punya batang. Hahaha
Waktu itu gue sempat nanya ke Rena kenapa dia nggak mau melihara kucing betina, jawabannya karena dia nggak mau ada yang muji cantik selain dirinya dan bundanya dirumahnya. Gemas banget, kan?
Mendengar alasannya gue pun nggak berhenti tertawa selama 20 detik penuh dan karena itu gue dihadiahi satu pukulan melayang di lengan gue olehnya. Kayanya dia marah. Bukannya meminta maaf, gue melanjutkan mengejeknya. Emang, gue kurang ajar tapi siapa yang nggak mau ngeliat induk kucing marah dengan cara yang lucu dan menggemaskan. Fenomena yang langkah.
Hari ini dia memakai baju lengan pendek bewarna kuning yang sangat cocok dengan warna kulitnya. Dan rambut pendeknya yang dikuncir kuda, masih bisa gue lihat anak-anak rambutnya terbang-terbang kecil karena nggak terbawa oleh ikatan. Hari ini juga ia terlihat sangat cantik, bibir dan pipinya yang merah seperti bayi. Dia nggak pakai make up tapi kenapa gue masih lemah kalau liat dia begini?
"Bri, poni kamu ini loh. Harusnya dipotong aja. Liat nih! Udah nyolok-nyolok mata. Nanti kalau kamu buta gimana?" Ocehnya sambil memasangkan jepitan ke poni gue yang sudah hampir panjang.
Mendengar ocehannya membuat gue nggak berhenti tertawa, ingin rasanya gue memasukannya ke dalam kantong supaya nggak ada yang menyaksikan kelucuan seorang Sharena Bianca Tari. "Hahaha apaan sih kamu? Ya enggak bakal buta lah. Mana ada sejarahnya poni membuat mata buta?"
Bola matanya menatap Nanas serius, bisa dilihat kalau dia sedang memikirkan alasan buat menangin perdebatan ini. "Yaaa.... ada lah sejarah!"
"Apa?" Jawab gue nggak mau kalah.
"Tunggu aja sampai kamu buta gara-gara rambut ini nyolok-nyolok!" Ucapnya sambil menoyor dahi gue, lalu tertawa.
"Ya enggak bakal lah, kan udah ada jepit. Nggak bakal nyolok nyolok lagi dong?" Gue bangun dari posisi gue sebelumnya; tiduran diatas karpet dan paha Rena sebagai alas. Dan menunjukan jepitan kuning di poni gue.
"Kalau aku copot juga itu poni bakal nyolok-nyolok lagi!" Dengan cepat, dia menarik paksa jepitan di poni gue dan tertawa terbahak melihat gue kesakitan. Gimana nggak kesakitan? Beberapa helai rambut gue ikut terbawa oleh jepitan itu. Yang ada gue pitak sebelah. Kan nggak lucu seorang Briantara Aresta Setya rambutnya pitak sebelah, apa kata dunia?
Gue berusaha merangkuh badannya masuk kedalam pelukan gue untuk merebut paksa jepitan yang ada ditelapak tangannya. "Aw! Sakit tau, sini balikik jepitnya! Nanti kalau aku buta gimana?"
"Enggak nggak boleh! Biarin aja kamu buta hahahahaah." Bisa gue dengar tawa Rena memecah saat gue mengelitik pinggangnya. "Hahahah geli, Brian stop geli hahahaha"
Kami pun tertawa bersama-sama tanpa memikirkan hari-hari yang akan datang, sedih atau bahagia. Yang ada hanya kami berdua disini, tertawa tanpa adanya beban. Sungguh, gue merindukan moment itu.
I miss you, Rena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi, Novel Dan Jam 10 Pagi.
ChickLitJangan tanya kenapa gue suka jam 10 pagi. Gue pun gak tau jawabannya. Tapi, yang bisa gue simpulin itu karena pergantian dari pagi ke siang, udara yang berubah dari sejuk menjadi panas juga karena Rena dan segala peritilannya, kopi dan beberapa nove...