part dua - melodi

7 1 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama pembelajaran dimulai setelah tiga hari mengikuti kegiatan MPLS.
Untuk pertama kalinya kukenakan seragam putih abu abu. Sepatu sneakers dan backpack hitam menjadi pelengkapku.

Setelah bus menurunkanku di halte, aku segera berlari menuju gerbang sekolah mengingat jam menunjukkan pukul tujuh tepat. Aku tidak akan sudi menandatangani jurnal keterlambatan di hari pertamaku.

Gerbang tinggi berwarna hitam itu berdiri kokoh di tepi jalan. Beruntungnya aku, pak satpam baru menutup sebelah sisinya. Kuraih gerbang itu dengan nafas tersengal lalu segera melanjutkan langkahku memasuki area sekolah.

"Permisi, permisi."

Puluhan siswa yang berdiri di lorong berhasil kulewati. Walaupun ada beberapa dari mereka yang melempar protes karena kudorong atau barangnya yang terjatuh.

Langkahku terhenti, oleh sebuah alunan musik yang terdengar samar samar. Kuedarkan pandanganku berharap dapat menemukan sumber melodi itu.

Kembali aku melangkah, bukan ke tempat tujuan awal melainkan mendekat ke ruang berpintu kaca dengan dinding yang dilapisi karpet berwarna abu abu.

Seorang pria duduk menghadap piano dalam ruangan itu. Jarinya menari di atas tuts layaknya seorang pianis profesional.

Ini video dilihat ya gengsss, dibuka matanya 👀, dibuka kupingnya lebar lebar👂. Pake earphone kalau perlu, oke?

Alunan musik yang begitu indah sekaligus menyimpan banyak luka dan kesedihan. Walaupun aku belum pernah mendengar lagu itu tapi melodinya berhasil melekat di otakku.

Aku sudah menyenderkan lengan atas kananku di pintu. Seperti tersihir, aku hanya terfokus pada permainannya. Sayang sekali, aku tidak dapat melihat wajah sang pianis karena ia enggan mengangkat dagunya.

Senyum terus mengembang di wajahku sampai aku tersadar bahwa sepuluh menit yang lalu aku sedang berlari bahkan nekat menerobos siswa siswi di lorong tadi untuk masuk ke kelas tepat waktu. Aku menepuk kepalaku, "Bodoh, apa yang kau lakukan, Nadira?"

Aku harus segera ke kelas. Lain waktu aku akan menyaksikan pertunjukan itu lagi, dan segera mengetahui siapa pria dibalik permainan menakjubkan tersebut.

Sampailah aku di depan kelas baruku. Rambut yang semula tergerai kuikat kuncir kuda agar memberikan kesan rapi. Kuketuk pintu itu lalu segera membukanya. Puluhan mata pun langsung tertuju pada satu titik. Aku.

Termasuk wanita berkacamata yang berdiri di depan. "Terlambat?"

Kulempar senyum semanis yang kubisa, berharap agar wanita itu berbaik hati tidak memperpanjang masalah ini. "Hampir."

"Karena kau sudah berdiri di depan, kau akan menjadi siswa pertama yang memperkenalkan diri."

Aku mengangguk. Kuhadapkan wajahku melihat satu per satu siswa yang duduk di hadapanku. "Namaku Nadira Moremans, dari SMP Karya Bakti. Aku harap kalian bisa menerimaku sebagai teman baru."

Tepukan tangan terdengar setelah aku menyelesaikan tugas kecilku.

"Silahkan duduk."

Kuanggukkan kepalaku singkat lalu segera menghampiri siswa yang melambaikan tangannya kepadaku dengan penuh semangat.

Dia Riana.

Kulepas backpack dari punggungku lalu menaruhnya di laci meja. "Lagi lagi kau menjadi teman dudukku."

The Winner Takes it AllTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang